Menuju konten utama
Profil Tokoh

Profil Adam Malik: Sejarah Tokoh Pendiri ASEAN dari Indonesia

Tokoh pendiri ASEAN dari Indonesia adalah Adam Malik. Berikut profil Adam Malik dan sejarah hidup pahlawan nasional tersebut.

Profil Adam Malik: Sejarah Tokoh Pendiri ASEAN dari Indonesia
Adam Malik. FOTO/Wikicommon

tirto.id - ASEAN adalah organisasi negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. ASEAN dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok.

Deklarasi tersebut dihadiri dan ditandatangani oleh 5 menteri luar negeri dari 5 negara pencetus ASEAN. Para tokoh pendiri ASEAN itu adalah Adam Malik dari Indonesia, Narciso Ramos dari Filipina, Thanat Khoman dari Thailand, Tun Abdul Razak dari Malaysia, dan S. Rajaratnam dari Singapura.

Upaya mendirikan ASEAN sebenarnya menghadapi tantangan tidak mudah. Akan tetapi, para tokoh tersebut berhasil menyelesaikan masalah perbedaan dengan jalan dialog.

Dalam melakukan perundingan, mereka kerap kali melakukannya dengan cara informal, yang pada kemudian hari disebut dengan istilah sports-shirt diplomacy. Sebab, kelima tokoh kerap berdialog santai sembari berolahraga golf.

Dari 5 tokoh pendiri ASEAN tersebut, salah satu yang menarik untuk dibahas adalah Adam Malik. Tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI periode 1978-1983.

Adam Malik juga terkenal sebagai jurnalis semasa masih muda. Dia turut mendirikan Kantor Berita Antara di Jakarta bersama sejumlah jurnalis pergerakan nasional lainnya pada tahun 1937.

Profil Adam Malik dan Sejarah Singkat Hidupnya

Adam Malik lahir pada tanggal 22 Juli 1917 di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Dia anak ke-3 dari 10 bersaudara buah hati pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.

Ayah Adam Malik berasal dari Mandailing, Tapanuli Selatan. Dia datang ke Pematangsiantar untuk berdagang. Adapun ibu Adam Malik merupakan warga dari Kampung Cemor, Malaysia. Akan tetapi, Salamah Lubis pada aslinya juga berasal dari Mandailing, Tapanuli Selatan.

Keluarga Adam Malik termasuk keluarga pedagang kaya dan sukses di Pematangsiantar. Kehidupan Adam Malik pun sejak kecil berkecukupan, demikian mengutip buku Adam Malik: Menembus Empat Zaman terbitan ANRI (2017).

Sejak masih belia, Adam Malik gemar membaca dan menonton film, yang pada akhirnya memupuk bakatnya sebagai seorang jurnalis.

Kota Pematangsiantar merupakan kota terbesar kedua di Sumatera Utara setelah Kota Medan. Hal tersebut menjadikan Pematangsiantar dilintasi sebagai Jalan Raya Lintas Sumatera. Adam Malik pun tumbuh di lingkungan yang memiliki berbagai perbedaan ras, suku, dan agama itu.

Pendidikan Adam Malik bermula dari tingkat sekolah dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Pematangsiantar. Orang tua Adam Malik sangat ingin ia mendalami ilmu agama. Karena itu, Adam Malik muda melanjutkan pendidikannya di Sekolah Agama Madrasah Sumatera Thawalib di Parabek Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Namun, dia hanya bertahan satu tahun di sekolah tersebut dan pulang kampung untuk membantu kedua orang tuanya berdagang. Adam Malik lantas merantau ke Jakarta.

Adam Malik memutuskan untuk terjun ke dalam dunia politik. Dia berbekal pengetahuan luas dari buku-buku yang dibacanya, dan kefasihan berbahasa Belanda yang ia dapatkan dari pendidikannya di HIS.

Dia pun sering berkumpul dengan teman-temannya untuk mendiskusikan perjuangan mendorong kemerdekaan Indonesia. Bahkan, ia sempat ditahan oleh polisi dengan hukuman dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul.

Pengalaman tersebut tidak membuat Adam Malik takut, dan terus membulatkan tekadnya untuk memperjuangkan kemerdekaan. Dia memiliki sebuah prinsip yaitu berani tanpa mengenal rasa takut. Kegigihan dan optimisme yang dimiliki oleh Adam Malik tercermin dari kata-katanya yang terkenal yaitu "semua bisa diatur."

Setelah keluar dari penjara di usianya yang masih 17 tahun, Adam Malik diberikan kepercayaan oleh teman-temannya untuk menjadi ketua Partai Indonesia (Partindo) di Pematangsiantar dan Medan mulai tahun 1934 sampai tahun 1935.

Semasa masih muda, Adam Malik juga kerap menuangkan pemikiran dan ide-idenya di koran lokal, seperti Surat Kabar Pelita Andalas dan Majalah Partindo. Dari tulisan-tulisannya inilah Adam Malik semakin dikenal oleh khalayak.

Kegiatannya itu mengantarkan Adam Malik untuk menekuni profesi sebagai jurnalis, sembari tetap menjalankan aktivitas politik. Tepat pada tanggal 13 Desember 1937, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori pendirian Kantor Berita Antara.

Semula kantor berita ini berada di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (sekarang JI. Pinangsia II Jakarta Utara), kemudian dipindahkan ke JI. Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat. Adam Malik dipercayakan menjabat sebagai Redaktur Pelaksana.

Tak lama setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Adam Malik yang mewakili kelompok pemuda, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) periode 1945-1947. KNIP punya tugas menyiapkan susunan pemerintahan RI.

Pada periode hampir bersamaan, Adam Malik juga menjadi anggota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya semakin menanjak ketika didaulat untuk menjadi Ketua I KNIP, sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP.

Adam Malik merupakan pengagum sekaligus pengikut setia Tan Malaka, tokoh yang disebut-sebut sebagai penggagas awal Republik Indonesia. Dia turut membantu Tan Malaka membentuk Partai Murba (Musyawarah Rakyat Banyak) pada 7 November 1948.

Namun, tiga bulan setelah itu, Tan Malaka tewas ditembak tentara republik di Kediri, Jawa Timur. Bersama beberapa pengikut Tan Malaka lainnya, Adam Malik melanjutkan eksistensi Partai Murba.

Selama periode 1948-1956, Adam Malik menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1955, ia berhasil terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir dari hasil pemilihan umum 1955.

Talenta dari Adam Malik yang paling menonjol adalah kemampuan dalam diplomasi luar negerinya. Pada akhir tahun 1950-an, Adam Malik ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia.

Pada tahun 1962, Adam Malik kembali ditunjuk menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Iran Barat di Washington D.C, Amerika Serikat.

Adam Malik pun turut membantu Indonesia kembali masuk ke PBB pada tahun 1966. Pada tahun yang sama, Adam Malik terlibat memperbaiki hubungan antara Indonesia dengan Malaysia yang sempat runyam karena Konfrontasi Ganyang Malaysia.

Satu tahun berselang, saat ia menjadi Menteri Luar Negeri RI, Adam Malik turut menjadi salah satu pelopor berdirinya ASEAN. Posisi Menteri Luar Negeri RI dipegang Adam Malik selama 1967-1977, atau saat masa awal pemerintahan Soeharto.

Setelah itu, ia sempat menjabat sebagai Ketua DPR-RI pada tahun 1977-1978. Puncak kariernya di pemerintahan dimulai pada tahun 1978, saat Adam Malik menjadi Wakil Presiden RI menggantikan Sultan Hamengkubuwono IX. Dia menjadi Wakil Presiden RI hingga 1983.

Adam Malik mengembuskan napas terakhirnya pada tanggal 5 September 1984 di Bandung setelah berjuang melawan kanker liver. Jenazahnya lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

Pada masa pemerintahan B.J. Habibie, Adam Malik diangkat sebagai pahlawan nasional, tepatnya pada tanggal 6 November 1998.

Baca juga artikel terkait PENDIRI ASEAN atau tulisan lainnya dari Fadhillah Akbar Zakaria

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Fadhillah Akbar Zakaria
Penulis: Fadhillah Akbar Zakaria
Editor: Addi M Idhom