Menuju konten utama

Produksi Hoaks Disebut Terus Terjadi Demi Kepentingan Politik

Hoaks dibuat dan disebarkan demi kepentingan politik.

Produksi Hoaks Disebut Terus Terjadi Demi Kepentingan Politik
Diskusi publik tentang Etika Media Sosial di Era Post Truth dan Distrupsi Informasi di Yogyakarta, Rabu (12/12/2018). Tirto.id/Irwan Syambudi

tirto.id - Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid menyebut produksi hoaks di tahun politik masih terus ada. Melalui media sosial hoaks diproduksi untuk kepentingan politik praktis.

Fathul yang pernah melakukan penelitian terkait layanan e-partisipasi pemerintah daerah di Indonesia menyebut terdapat penemuan menarik dalam penelitiannya tersebut. Ia sempat menemui dan mewawancarai beberapa orang yang membuat informasi hoaks untuk kepentingan politik.

"Saya ketemu dengan beberapa dan saya buat anonim. Termasuk [ketemu] orang yang mengaku sebagai ahli strategi [komunikasi politik] dan memang itu dilakukan [membuat hoaks], ada yang menyerempet hoaks dan ada yang memang hoaks, itu sampai sekarang dilakukan," katanya saat mengisi diskusi publik tentang Etika Media Sosial di Era Post Truth dan Distrupsi Informasi di Yogyakarta, Rabu (12/12/2018).

Fathul yang melakukan penelitian itu kala menempuh pendidikan doktoral di bidang sistem informasi, University of Agder, Norwegia menyebut kampanye di media sosial sebagai hal yang lumrah.

Namun yang jadi masalah menurutnya isi konten, yakni ketika konten yang disebar tidak lagi mengandung nilai-nilai universal tentang kebenaran atau kejujuran.

"Selama nilai universal itu tidak dihargai, sampai kapanpun ketika musim kampanye seperti ini, dan semua cara dihalalkan maka akan jadi masalah," katanya.

Terlebih menurutnya Indonesia belum menjadi negara demokrasi yang matang. Hal itu dilihatnya ketika musim politik, misalnya saat selesai kampanye dan sudah ada pemenangnya masih ada kubu yang marah.

Selain itu dalam penelitiannya yang telah dipublikasikan pada 2014 silam, ia mendapatkan fakta bahwa media sosial tidak sepenuhnya dapat diandalkan, sebab tidak semua konstituen dapat tersentuh oleh media sosial.

"Namun ada yang memanfaatkan sosial media secara jangka pendek dan manipulatif, hanya untuk membingkai yang baik-baik saja," katanya.

Hal itu menurutnya dapat dilihat dengan mudah. Ketika calon legislatif atau calon kepala daerah yang sebelumnya menggunakan media sosial, tapi setelah terpilih tidak lagi memanfaatkan media sosial untuk dekat dengan konstituen, maka menurutnya dapat dipastikan media sosial hanya untuk kepentingan jangan pendek.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Politik
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Dipna Videlia Putsanra