Menuju konten utama

Privasi dalam Tombol "Log In With Apple"

Log In With Apple mengintegrasikan diri dengan sistem autentifikasi ala Apple, yakni menggunakan Face ID dan Touch ID.

Privasi dalam Tombol
Konsumen mencoba iPhone XS Max di gerai Apple New York, AS (21/9/18). AP Photo/Patrick Sison

tirto.id - “What happens on your iPhone, stays on your iPhone.”

Di saat banyak perusahaan internet diterpa isu privasi, Apple, melalui iklan billboard yang dipasang di Las Vegas, Amerika Serikat, menjelang pagelaran Consumer Electronics Show 2019, menyatakan bagaimana sikap tegasnya. Apple tak main-main soal privasi. Pada tahun 2016, Apple pernah menolak permintaan FBI untuk membuatkan “backdoor” di iPhone.

Tim Cook, Panglima Apple, menegaskan bahwa privasi "adalah salah satu hak asasi manusia yang mendasar".

Cook, di lain waktu, selepas mengamati Facebook dan Google yang memanfaatkan data pengguna mereka untuk meraksasa, berujar: “timbunan data pengguna yang membuat kaya si penimbunnya.” Lantas, ia dengan lantang menyatakan: "yang benar adalah, kami bisa menghasilkan sangat banyak uang jika kami mau memonetisasi pengguna kami. Jika pengguna produk-produk kami adalah ‘barang’, kami bisa menghasilkan banyak uang. Tapi, kami tidak melakukannya.”

Facebook dan Google hidup dari data penggunanya. Pada 2018, dengan menawarkan “personalized ads”, Facebook memperoleh uang senilai $23 miliar dari pasar iklan digital Amerika Serikat. Sementara Google, unggul dengan pundi-pundi sebanyak $42 miliar.

Dalam Apple Worldwide Developers Conference (WWDC) 2019, privasi tak sekadar gertakan mulut semata. Dalam versi terbaru iOS, yakni iOS 13, Apple membatasi aplikasi pihak ketiga yang berjalan di atas iPhone mengakses fitur lokasi. Aplikasi Facebook, misalnya. Sebelum iOS 13, Facebook memanfaatkan fitur “nearby WIFI access points, beacons, dan cell towers” antar-waktu untuk mengetahui secara akurat keberadaan penggunanya. Kini, senior VP of software engineering Craig Federighi, menyebut bahwa Apple “menutup pintu” untuk kemampuan tersebut.

Facebook, dalam iOS 13, hanya bisa mengakses fitur lokasi sekali, bukan antar-waktu, dan berada di bawah kendali si pemilik iPhone, bukan Mark Zuckerberg.

Selain aturan yang lebih ketat soal privasi, dalam WWDC 2019, Apple meluncurkan "Log In With Apple". Mereka berusaha bersaing dengan tombol “Log In With Facebook” dan “Log In With Google” yang umum ditemui pada berbagai layanan internet, mulai dari Spotify hingga Tinder.

Usaha Mengalahkan Facebook

“Log In With Facebook” dan “Log In With Google,” beserta “Log In With LinkedIn” ataupun “Log In With GitHub” merupakan teknologi bernama single-sign-on, yang memusatkan berbagai layanan internet untuk hanya diakses oleh satu akun tunggal. Facebook, sebagaimana ditulis Wired, merupakan “identitas internet de-facto” atas teknologi ini, mengungguli Google dan penyedia fasilitas single-sign-on lainnya.

Dengan hanya akun Facebook, misalnya. Pengguna bisa mengakses Spotify, Netflix, Grab, hingga Tinder. Pengguna, dengan bahasa lain, dihindarkan dari kewajiban mencipta akun-akun yang berbeda, lengkap dengan kata-sandi-nya, untuk berbagai layanan internet yang digunakan.

Sayangnya, single-sign-on bermasalah. Dalam kasus Facebook, misalnya. Penelitian yang dilakukan Steven Englehardt, Gunes Acar, dan Arvind Narayanan dari Princeton University menegaskan bahwa terdapat celah keamanan yang termaktub dalam “Log In With Facebook.”

Dalam penelitian di tahun 2018 terhadap OnAudience, Augur, Lytics, ntvk1.ru, ProPS, Tealium, Forter, layanan-layanan internet yang memiliki akses application programming interface (API) Facebook untuk melakukan “Log In With Facebook”, tiga orang peneliti itu mengungkap bahwa layanan-layanan itu sanggup mencuri data pengguna Facebook, seperti nama, e-mail, usia, tanggal lahir, dan informasi lainnya, tanpa disadari.

Yang lebih mencengangkan, bukan hanya OnAudience, Augur, Lytics, ntvk1.ru, ProPS, Tealium, Forter saja yang berulah. Ada 434 dari satu juta layanan internet teratas pengakses API Facebook yang berbuat curang.

Selain itu, Farhad Manjoo, kolumnis The New York Times, yang menguraikan pendapat Jason Polakis, Assistant Professor Ilmu Komputer pada University of Illinois, menyebut bahwa sebenarnya Google dan Facebook, yang menyediakan fasilitas “Log In With Facebook” dan “Log In With Google” bisa dipercaya. Google dan Facebook memiliki teknisi sekaligus naraprogram (programmer) andal yang bisa dipercaya menjaga data pengguna. Namun, dalam “Log In With Facebook” dan “Log In With Google” ada pertukaran data antara Google/Facebook dengan penyedia layanan internet. Dan umumnya, penyedia layanan internet yang memanfaatkan “Log In With Facebook” dan “Log In With Google” tidak memiliki kekuatan yang setara Google dan Facebook.

Infografik Login With

Infografik Login With

“Log In With Apple” lahir sebagai layanan single-sign-on yang bermahzab “privacy-first.” Sebagaimana dilansir BuzzFeed News, “Log In With Apple” memanfaatkan disposable email atau randomly generated email, alias email yang menyamarkan alamat email asli pengguna. Craig Federighi, menegaskan bahwa kemampuan ini “menghilangkan segala bentuk pelacakan” yang dilakukan layanan internet dengan memanfaatkan email si pengguna.

Selain itu, sebagaimana diwartakan Wired, “Log In With Apple” pun mengintegrasikan diri dengan sistem autentifikasi ala Apple, yakni menggunakan Face ID dan Touch ID, yang selain menyajikan keamanan kuat juga kemudahan.

Dengan janji privasi kuat, apakah “Log In With Apple” akan sukses?

Soal personalisasi tak hanya dimainkan Facebook dan Google sebagai pemilik “Log In With Facebook” dan “Log In With Google”. Layanan internet lainnya pun melakukan. Spotify melakukan personalisasi untuk bisa melahirkan fitur Discover Weekly. Netflix pun melakukannya agar bisa menyajikan thumbnail film-film yang mereka tawarkan agar menarik pengguna. Dengan menyamarkan email asli, sukar bagi layanan internet melakukan personalisasi. “Log In With Apple” nampaknya tidak akan menjadi pilihan utama pengembang aplikasi.

Selain itu, iOS adalah sistem operasi tertutup Meskipun Apple ID dapat dibuat tanpa perangkat berbasis iOS, dalam WWDC 2019, “Log In With Apple” akan hadir pada iOS 13. Ini adalah tanda eksklusivitas. Padahal, pangsa terbesar dunia digital hari ini adalah Android, yang dimiliki Google.

Hingga akhir 2018, iOS memperoleh 22 persen pangsa pasar ponsel pintar dunia. Dengan 2,5 miliar unit ponsel pintar di 2018, artinya hanya ada sekitar 550 juta pengguna iOS. Inilah pasar “Log In With Apple”.

Bandingkan dengan Facebook dan Google. Di saat yang sama, Facebook memiliki 2,3 miliar pengguna, sementara Google (melalui Gmail) memiliki 1,5 miliar pengguna.

Eksklusivitas Apple dan sentilan Tim Cook soal perusahaan internet yang seharusnya tak menjadikan data pengguna sebagai jualan dibalas oleh Sundar Pichai dalam kolom opini di The New York Times. Katanya, “Privasi tidak bisa menjadi barang mewah yang hanya ditawarkan kepada orang-orang yang mampu membeli produk dan layanan premium.”

Baca juga artikel terkait APPLE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti