Menuju konten utama

Preview Spurs v Dortmund: Menanti Pembuktian Jadon Sancho di London

Jadon Sancho akan kembali ke London sebagai lawan. Di Wembley, ia mungkin bakal mempersembahkan malam yang buruk bagi Tottenham Hotspur

Preview Spurs v Dortmund: Menanti Pembuktian Jadon Sancho di London
Dortmund Jadon Sancho merayakannya di depan para pendukung Schalke setelah mencetak gol kedua timnya melawan kiper Schalke Ralf Faehrmann selama pertandingan sepak bola Bundesliga Jerman antara FC Schalke 04 dan Borussia Dortmund di Arena di Gelsenkirchen, Jerman, Sabtu, 8 Desember 2018. ( Foto AP / Martin Meissner

tirto.id - Pada akhir musim panas 2005 lalu, Marian Kennedy, seorang guru di Crampton Primary School, Kennington, London, membawa murid-muridnya bermain di taman yang cukup luas. Ia lantas kaget saat melihat Jadon Sancho, salah satu muridnya, bisa memainkan bola dengan begitu rancak. Saat itu Sancho masih berusia lima tahun.

“Ia langsung berlari ke arah anak-anak yang bermain bola. Dan aku langsung mengatakan, ‘ya ampun, apa yang kita dapatkan di sini?’ Apa yang Anda lihat sekarang adalah apa yang aku lihat pada saat itu. Sebuah bakat mentah. Ia menari dengan bola,” kenang Marian Kennedy.

Sejak saat itu, Sancho tak pernah berhenti menari dengan bola.

Ketika berusia tujuh tahun, Sancho melakukan perjalanan dua jam selama tiga hari dalam sepekan untuk berlatih di Akademi Watford. Lima tahun kemudian, ia meninggalkan Kennington untuk bergabung dengan Akedemi Harefield di Uxbridge–naik bus pagi-pagi sekali dan pulang telat demi sepakbola. Setelah itu, ia bermain bersama tim junior Watford, lalu pindah ke tim junior Manchester City.

Saat usianya baru menginjak 18 tahun, ia sudah menjadi andalan Borussia Dortmund, salah satu klub besar asal Jerman.

Menurut Jonathan Northcroft, salah satu koresponden The Times, Sancho mulai mencuri perhatian kala Dortmund melawat ke markas Hertha Berlin pada Januari 2018 lalu. Pada menit ke-71, Sancho melakukan akselerasi ke dalam kotak penalti Hertha, membuat gelandang bertahan Niklas Stark kelabakan.

Dan adegan selanjutnya adalah sebuah mahakarya.

Nortcroft menulis, “Stark berhasil menggagalkan umpan silang Sancho tapi bola kembali mengarah ke anak itu, yang kemudian mulai menggiring bola menjauhi gawang. Sancho lalu berputar. Ia lalu mengumpan bola ke arah Shinji kagawa yang tak dilihat oleh siapa pun kecuali oleh dirinya. Kagawa menyundul bola itu. Dortmund menyamakan kedudukan. Sancho dinobatkan sebagai Man of Match.”

Kini, Sancho sudah menjadi salah satu pemain paling berbahaya di Eropa. Setidaknya catatan statistik bisa menjadi buktinya: dalam 28 pertandingan bersama Dortmund pada musim ini, ia berhasil mencetak delapan gol dan 11 assist. Dari para pemain yang mencatatkan sekitar sembilan assist di lima liga terbaik Eropa, Sancho tiada lawan: ia rata-rata hanya membutuhkan 150,9 menit untuk menciptakan satu asisst.

Eden Hazard (rata-rata 170,7 menit), Christian Eriksen (188 menit), hingga Lionel Messi (202 menit) berada di belakangnya.

Beberapa hari menjelang pertandingan antara Tottenham Hotspur melawan Borussia Dortmund pada babak 16 besar Liga Champions Eropa, Kamis (14/1/19), media-media Inggris beramai-ramai datang ke Jerman untuk mewawancarai Sancho. Alasan mereka jelas: selain karena hebat, Sancho akan bermain di London, tempat ia pertama kali berkenalan dengan bola dan tumbuh bersamanya.

“Ini gila,” kata Sancho. “Perhatian semua media ini sangat baru untukku.” Namun, ia kemudian bilang, “Ini akan menjadi kesempatan bagiku untuk menunjukkan kepada London tentang siapa diriku sebenarnya.”

Ancaman Nyata

Lucien Favre, pelatih Dortmund, memang tidak mengeksploitasi kemampuan Sancho secara berlebihan. Sementara di Bundesliga dia dimainkan 14 kali sebagai starter, di Liga Champions Sancho hanya tiga kali bermain dari menit pertama. Namun, saat menghadapi Spurs nanti, Favre jelas tak bisa meninggalkan salah satu talenta terbaik asal Inggris itu di bangku cadangan.

Alasannya: tanpa Marco Reus, Sancho bisa dibilang menjadi satu-satunya pemain kunci untuk mengusik pertahanan Spurs.

Menurut catatan Whoscored, Dortmund merupakan tim yang berbahaya dalam melancarkan serangan balik. Sejauh ini di Bundesliga mereka sudah mencetak enam gol melalui serangan balik, terbaik di antara tim-tim Jerman lain. Pendekatan itu akan sangat mungkin kembali diandalkan Favre saat bermain di Wembley.

Spurs setidaknya punya dua cara untuk menghadapi pendekatan serangan balik tersebut. Pertama, menurut JJ Bull, analis sepakbola di Telegraph, anak asuh Mauricio Pochettino itu bisa menerapkan counter-pressing yang hampir selalu menjadi andalan mereka.

Namun, mengingat kecepatan pemain-pemain Dortmund dalam melakukan transisi serangan, counter-pressing itu tak boleh gagal. Jika gagal, Spurs harus segera melakukan pelanggaran--tidak boleh tidak.

Kedua, menurut Tom Clarke, analis sepakbola di The Times, Spurs harus membiarkan Dortmund menguasai bola. Clarke mengambil contoh saat Dormund kalah 2-0 dari Atletico Madrid di putaran grup. Kala itu, bermain dengan formasi 4-4-2, Atletico memilih bermain bertahan dan mengandalkan serangan balik.

Meski penguasaan bola hanya mencapai 31,7, Atletico berhasil mencatatkan tujuh tembakan tepat sasaran. Bandingkan dengan Dortmund yang tampak frustrasi: mereka tak sekali pun berhasil melakukan tembakan tepat sasaran.

Meski demikian, jika dua pendekatan itu benar-benar diterapkan oleh Spurs, Sancho tentu harus diberi perhatian khusus. Pasalnya, selain mempunyai kecepatan, pemain yang lahir di Camberwell, London ini tidak mudah dilanggar dan pintar menciptakan peluang.

Di Bundesliga, ia rata-rata melakukan tiga kali dribel sukses dalam setiap pertandingan. Dan selain sudah mencatatkan delapan assist, ia juga rata-rata berhasil menciptakan 1,9 umpan kunci di dalam setiap pertandingan.

Dengan kemampuan Sancho yang seperti itu, satu kesalahan kecil yang dilakukan pemain Spurs jelas bisa berubah jadi malapetaka.

Baca juga artikel terkait LIGA CHAMPIONS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Renalto Setiawan