Menuju konten utama
Final Piala AFF U-22 2019

Preview Indonesia vs Thailand: Tugas Berat Marinus Wanewar

Marinus Wanewar dituntut tampil lebih menjanjikan. Pasalnya pada final Piala AFF U-22 hari ini, lawan Indonesia adalah Thailand, klub yang belum pernah kebobolan.

Preview Indonesia vs Thailand: Tugas Berat Marinus Wanewar
Pemain Timnas U-22 Marinus Wanewar (tengah) beraksi setelah mencetak gol petama ke gawang Malaysia dalam pertandingan Grup B Piala AFF U-22 di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja, Rabu (20/2/2019). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/ama.

tirto.id - Timnas U-22 Indonesia akan menantang juara bertahan Thailand dalam final Piala AFF U-22 2019 yang bakal diselenggarakan di National Olympic Stadium, Phnom Penh, Kamboja, Selasa (26/2/2019) petang. Bagi Indonesia yang baru pertama kali mengikuti turnamen ini, kemenangan akan jadi pencapaian melegakan di tengah kemarau prestasi yang mendera timnas level senior.

Kemenangan juga akan menambah semangat mereka mengikuti turnamen yang levelnya lebih tinggi: Piala Asia U-22 2019.

Pada gelaran Piala AFF U-22 tahun ini, Indonesia mengawali kompetisi tidak seperti biasanya. Umumnya, di turnamen level Asia Tenggara, mereka kerap tampil menjanjikan di awal dan runtuh menjelang akhir. Sebaliknya, kali ini Garuda Muda memulai segalanya dengan tidak meyakinkan.

Bermain imbang di dua laga awal, skuat asuhan Indra Sjafri baru bisa memastikan tiket ke fase knockout setelah menang dua gol tanpa balas atas Kamboja pada duel terakhir fase grup.

Performa Marinus Wanewar dan kawan-kawan pada babak semifinal kontra Vietnam pun tidak begitu mengesankan. Garuda Muda sekadar menang tipis, 1-0, dan itu pun cuma lewat gol tembakan bebas Luthfi Kamal.

Kendati demikian, bukan berarti tak ada aspek yang patut diapresiasi dari timnas. Satu hal yang jadi kunci keberhasilan mereka menundukkan Vietnam adalah penampilan lini belakang yang stabil.

"Pemain-pemain seperti Nguyen Van Dat, Tran Duc Nam, beberapa kali gagal hingga Indonesia unggul lewat golnya. Di saat-saat akhir, pemain cadangan Tran Bao Toan bahkan hampir menyamakan kedudukan. Tapi gol yang dicari Vietnam tidak pernah datang," tulis Adwaidh Rajan dalam ulasannya di Fox Sport Asia.

Mengandalkan formasi 4-3-3 tanpa gelandang yang benar-benar kukuh, Indonesia memang rentan terhadap serangan balik. Mereka kerap jadi bulan-bulanan kecepatan lini depan lawan. Namun, pada akhirnya tak satu pun gol lawan bersarang ke gawang Awan Setho Raharjo.

Situasi tersebut tidak lepas dari penampilan disiplin yang ditunjukkan dua bek sayap, Firza Andika dan Asnawi Mangkualam. Keduanya nyaris tidak pernah terlambat turun ketika ada transisi menyerang ke bertahan.

Kecepatan keduanya juga secara ajaib mampu menutupi kelemahan di balik malasnya para penyerang sayap Garuda Muda melakukan counter-pressing.

Aspek ini adalah hal yang wajib dipertahankan saat lawan Thailand nanti. Pasalnya, skuat Gajah Putih sejauh ini cenderung mengandalkan pola serangan switch play. Metode ini menitikberatkan perpindahan-perpindahan bola dari satu sisi sayap ke sisi sayap lain untuk mencari celah di pertahanan lawan.

Garuda Muda harus mencontoh apa yang dilakukan Kamboja pada semifinal lalu. Meski akhirnya kalah adu penalti dari Thailand, mereka bisa menahan perpindahan-perpindahan bola yang kerap dilakukan Thailand dalam menyerang.

"Pelatih [Indra Sjafri] bilang kalau Thailand mainnya switch play, saya pun melihat sendiri kalau Thailand memang seperti itu. Jadi saya pikir memang itu yang harus diantisipasi," ungkap gelandang Indonesia, Rafi Syaharil seperti dikutip dari Goal.

Selain kedisiplinan, untuk menghadapi switch play pemain Thailand, Indonesia juga dilarang kedodoran dalam melakukan marking. Kawalan ketat terhadap pemain lawan bisa memaksa Thailand lebih banyak memainkan umpan pendek. Hanya dengan cara itulah perpindahan-perpindahan bola dapat ditekan seminimal mungkin.

Tugas Berat Marinus

Thailand datang tidak hanya dengan potensi ancaman di lini depan mereka. Dalam hal bertahan, Gajah Putih tidak kalah jempolan. Terbukti, sejauh ini mereka adalah satu-satunya tim yang sama sekali belum pernah kebobolan dalam ajang Piala AFF U-22 2019.

Sama halnya dengan Indonesia, tim Gajah Putih sebenarnya lebih banyak mengandalkan formasi 4-3-3. Namun, komposisi pemain belakang mereka relatif lebih tangguh.

Pada sektor bek tengah misal, selain sosok Cathai Saengdao, ada nama Marco Ballini. Pemain blasteran kelahiran Bologna itu punya postur menakutkan. Tinggi badannya mencapai 198 sentimeter, yang membuatnya jadi petarung andal dalam duel bola-bola atas.

Di sinilah penyerang andalan Indonesia, Marinus Wanewar bakal mendapat ujian berat. Pasalnya, sepanjang laga kontra Vietnam kemarin saja, Marinus nyaris tidak bisa berbuat apa-apa.

Sepanjang babak pertama eks penggawa Bhayangkara FC itu tidak bisa lepas dari kawalan lawan dan gagal menghasilkan ancaman berarti. Suplai bola-bola atas maupun bawah untuk Marinus juga kerap terbuang percuma.

"Marinus diminta untuk menyulitkan Vietnam dengan kemampuan fisik dan finishing-nya, tapi Vietnam dapat menjaga pemain itu terdiam sepanjang pertandingan," ulas Rajan.

Marinus sebenarnya punya potensi besar. Dia sudah mencetak tiga gol sepanjang turnamen, sekaligus tampil sebagai pencetak gol terbanyak sementara.

"Saya kenal Marinus sudah tujuh minggu, sekarang hampir delapan minggu. Dia anak yang cerdas," ucap pelatih Indra Sjafri.

Di laga terakhir kontra Vietnam pun, gol tembakan bebas Luthfi Kamal tak lepas dari pergerakan berbahaya Marinus yang memaksa bek lawan melakukan pelanggaran di posisi strategis.

Namun, situasi set-piece jelas tak bisa seterusnya jadi tumpuan. Marinus perlu belajar tampil lebih piawai dalam melepaskan diri dari kawalan bek lawan dan mencari ruang.

Dengan formasi 4-3-3 yang sepertinya masih akan diterapkan Indra Sjafri, Marinus lagi-lagi punya tanggung jawab lebih besar. Selain mengancam gawang lawan, dia harus lebih mampu melakukan possession agar bisa membawa dua penyerang sayap Indonesia berada dalam posisi menyerang lebih ideal.

Dalam tanggung jawab ini, peran Marinus nyaris belum terlihat sejak partai pertama Piala AFF U-22 2019.

Sejauh ini Marinus lebih kerap menghadirkan kontroversi, mulai dari menolak bersalaman dengan pemain Vietnam saat semifinal hingga isu pencurian umur yang tak henti menerpanya.

Untuk menepis stigma-stigma negatif dari kontroversi itu, yang perlu dia lakukan cukup jelas: membawa Indonesia juara dan memantapkan predikatnya sebagai top skor kompetisi.

Baca juga artikel terkait PIALA AFF U-22 2019 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino