Menuju konten utama

Prediksi Dampak Perubahan Iklim Tahun 2040: Batu Bara Dikurangi

Perubahan iklim berdampak pada peralihan dari batu bara ke energi terbarukan.

Prediksi Dampak Perubahan Iklim Tahun 2040: Batu Bara Dikurangi
Ilustrasi perubahan iklim. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Penggunaan energi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menggerakkan berbagai macam teknologi yang digunakan manusia. Saat ini, manusia paling banyak menggunakan sumber energi yang berasal dari fosil.

Namun, belakangan ini manusia mulai beralih ke penggunaan energi yang lebih bersih, istilah untuk energi terbarukan, seperti kincir angin, panel surya, dan penggunaan kendaraan bermotor dengan bahan bakar listrik.

Perkembangan tersebut, The New York Times mewartakan, bergerak lebih masif daripada yang diperkirakan oleh para ahli. Namun, tetap saja pertumbuhan penggunaan energi bersih masih belum cukup menandingi gas emisi rumah kaca dan pemanasan global.

International Energy Agency (IEA) merilis sebuah laporan bertajuk "World Energy Outlook", pada Selasa (3/12/2019), yang melaporkan perkiraan tren energi global yang bakal terjadi 2040 mendatang.

Penelitian ini menyebut, sejak tahun lalu proyeksi ladang kincir angin di pesisir pantai, pemasangan panel surya, dan kendaraan berbahan bakar baterai isi ulang. teknologi panel surya dan kendaraan listrik makin murah dan negara-negara seperti India terus mengejar target energi bersih.

Meskipun begitu, laporan tersebut masih tetap mewaspadai pemanasan global yang terus terjadi, karena satu alasan, Permintaan energi sangat tinggi dan penggunaan energi terbarukan belum cukup memenuhi semua permintaan.

Hasilnya, penggunaan bahan bakar fosil masih terus dilakukan untuk menutup kebutuhan energi.

"Tanpa kebijakan yang diterapkan, dunia akan kehilangan jauh target iklim kita," kata Faith Birol, Eksekutif Direktur IEA.

IEA, dalam laporan World Energy Look setebal 810 halaman tersebut merangkum beberapa tren energi yang akan terjadi di masa mendatang.

  • Batu Bara akan Digantikan Oleh Energi Terbarukan
Batu bara adalah bahan bakar paling kotor. Investasi global terhadap penggunaan batu bara untuk bahan bakar menurun tajam beberapa tahun belakangan.

India, sebagai contoh, sudah menemukan cara yang lebih ekonomis daripada batu bara. Mereka mengembangkan panel surya, dan baterai isi ulang. Selain itu, penerapan kebijakan saat ini merencanakan penggantian energi dengan bahan bakar terbarukan, seperti angin, sinar matahari, dan tenaga airper tahun 2030 akan mencapai 42 persen. Sedangkan, batu bara akan menurun ke angka 34 persen.

  • Penggunaan Kincir Angin
Selama bertahun-tahun, negara-negara di dunia membuat kincir angin di daratan. Tapi, di wilayah seperti Laut Utara Eropa akan lebih efisien jika membangun kincir angin di pesisir panti. Memanfaatkan angin laut akan embuat kincir lebih stabil dan biaya pembangunannya lebih murah.

Penelitian ini menyebut, angin menyuplai dua persen listrik di Eropa, dan memperkirakan akan menjadi sembilan kali lipat pada 2040. Negara-negara lainnya seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, dan Korea Selatan berencana membangun ladang kincir angin. Jika dikerjakan dengan serius, kincir angin pesisir pantai dapat menjadi alat vital dalam mengurangi emisi di tahun-tahun ke depan.

  • Nuklir
Tenaga nuklir diperkirakan tumbuh sebanyak 41% antara 2017 hingga 2040, dan secara keseluruhan, diperkirakan energi berbahan dasar nuklir pada 2040 akan mencapai 5,5 persen, naik sedikit dari total penggunaan energi berbahan nuklir saat ini, yaitu 5 persen.

Negara-negara maju, Global Energy Institute melansir, sedang mengurangi rancangan energi nuklir, negara berkembang justru sebaliknya, berencana mengembangkan fasilitas energi nuklir, terutama Cina, India, dan Timur Tengah.

  • Emisi Karbon Dioksida
Di bawah skenario kebijakan baru IEA, emisi karon dioksida dari energi (termasuk bahan bakar bunker internasional) tumbuh dari 32,6 giga ton menjadi 35,9 giga ton karbon dioksida antara 2017 hingga 2040. Angka tersebut menunjukkan kenaikan 10 persen.

Sementara itu, karbon dioksida negara maju diperkirakan turun 23 persen dan emisi negara berkembang naik 27 persen. Perbedaaan tajam ini terjadi karena emisi dari sektor listrik.

  • Urbanisasi Afrika
Tren urbanisasi Afrika diperkirakan akan meningkat dalam beberapa dekade, seperti yang terjadi pada Cina di tahun 1990 hingga 2000-an. Jika Afrika mengambil langkah pengembangan dengan bahan bakar fosil seperti yang Cina lakukan, maka emisi gas rumah kaca akan meningkat cukup signifikan.

Meskipun begitu, menurut Birol, ada beberapa kemungkinan Afrika akan mengambil jalan energi yang lebih bersih. Pasalnya, benua Afrika memiliki potensi 40 persen energi sinar matahari namun saat ini hanya memiliki 1 persen teknologi panel surya.

"Saya pikir pengembangan energi di Afrika dapat mengejutkan para kaum pesimistik," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PERUBAHAN IKLIM atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Dipna Videlia Putsanra