Menuju konten utama

Praktik Makan Daging Manusia yang Tak Lucu

Temuan dari sebuah studi menambah daftar alasan mengapa praktik makan sesama manusia atau kanibalisme makin menjijikkan. Kanibalisme juga bukan sebuah tontonan soal kelucuan.

Praktik Makan Daging Manusia yang Tak Lucu
Ilustrasi kanibal. FOTO/Istock

tirto.id - Drew Barrymore membawa kembali perbincangan tentang kanibalisme ke permukaan, lewat sinetron terbarunya di Netflix, bertajuk Santa Clarita Diet. Ia berperan jadi seorang ibu rumah tangga, setengah mati-setengah hidup, yang suka makan organ tubuh manusia. Sinetron itu memang bergenre komedi—kadang bikin ketawa pecah sejadi-jadinya—tapi apa tujuannya membalut praktik kanibalisme jadi sesuatu yang lucu dan terkesan lumrah?

Sebagian orang merasa risih melihat Sheila, sang tokoh utama yang diperankan Barrymore, berlumuran darah makan jantung, kadang kaki manusia. Meski di saat yang sama senang dengan performa lakon sang aktor, ada juga yang justru tak paham apa inti cerita horror comedy yang membuat praktik kanibalisme jadi tontonan yang lucu. Kanibalisme memang satu dari sekian hal yang membikin manusia bergidik. Membayangkan seseorang memakan manusia lain tentu saja menimbulkan rasa jijik. Namun, sejarah mencatat praktik kanibalisme sudah ada sejak dulu kala, sekitar 2,5 juta hingga 10 ribu tahun lalu.

Kata antropolog Tim White, dalam buku Evolution: A Scientific American Reader, kanibalisme sudah ada sejak metal belum ditemukan manusia, sebelum piramid Mesir dibangun, sebelum teknik pertanian pertama kali dipraktikkan, bahkan sebelum seni-seni dalam gua yang dibikin manusia purba ditemukan.

Di dunia modern sekarang, kanibalisme memang sudah jadi barang barbar, dianggap kuno dan tidak wajar. Lewat sastra dan media, kanibalisme bahkan dibingkai menjadi tindakan keji dan erat dengan masalah kejiwaan. Salah satu novel yang paling populer menggali praktik kanibalisme sebagai inti ceritanya adalah The Silence of the Lambs (1989) dan Hannibal (1999) karya Thomas Harris.

Cerita ini bahkan masih didongengkan lewat adaptasi sinetron yang juga ditayangkan Netflix, membuat generasi sekarang masih bergidik ketika mendengar nama Hannibal Lecter, sang tokoh utama. Meski sudah berumur lama dan tidak populer lagi, cerita-cerita tentang orang-orang kanibal masih sering kita dengar sesekali.

Misalnya cerita tentang José Salvador Alvarenga, seorang pelaut yang hilang selama 14 bulan di Pasifik dan akhirnya bertahan hidup karena memakan daging kawannya sendiri. Atau cerita Sumanto, manusia kanibal paling populer di Indonesia. Lebih jauh sedikit, sebagian orang masih mengingat kisah Jeffrey Dahmer, pembunuh berantai dari Amerika Serikat yang doyan mengunyah dan memerkosa otak korbannya.

Lalu apakah kanibalisme memang selalu berkaitan dengan ihwal tak ilegal? Sayang sekali jawabannya tidak. Memakan manusia lain atau memakan organ tubuh manusia biasanya tak diatur dalam konstitusi, setidaknya tidak di Indonesia, Amerika Serikat, dan sejumlah negara di Eropa. Itu sebabnya, aktris January Jones tak masuk penjara karena memakan plasentanya sendiri pasca-melahirkan. Sementara Sumanto dan Jeffrey Dahmer dipenjara karena tuduhan membunuh, bukan karena praktik kanibalisme. Alasan praktik kanibalisme muncul memang bisa beragam.

Antropolog Lawrence Goldman menyebut, dalam sejumlah kelompok masyarakat zaman dulu, kanibalisme muncul sebagai norma budaya. Misalnya sebagai cara bertahan hidup, akibat peperangan, atau sebagai keyakinan spiritual. Di dunia modern, alasan-alasan itu masih ditemukan seperti yang terjadi pada Alvarenga, Dahmer, ataupun Sumanto. Alasan lain yang juga sering muncul adalah pernyataan tanpa bukti sains tentang tubuh manusia yang diduga kaya nutrisi dan mujarab sebagai obat. Seperti yang dilakukan January Jones pada plasentanya sendiri, apakah betul?

infografik kalori kanibal

Daging Manusia Kurang Bernutrisi

Arkeolog James Cole dari Universitas Brighton di Inggris, awal April lalu mengeluarkan sebuah studi baru tentang nutrisi yang diperoleh kanibal di masa Paleolitik, era ketika kanibalisme masih populer. Ia mengukur kadar rata-rata kalori yang didapat ketika mengonsumsi tubuh seorang pria dewasa. Totalnya kurang lebih 125 ribu kalori. Jumlah ini rupanya lebih sedikit dari kalori yang didapat manusia dari hewan lain.

Bahkan lebih jauh daripada kalori yang bisa didapat dari mamut, gajah prasejarah yang bisa bikin kenyang 25 orang purba jenis Neanderthal. Kulit punya 10.280 kalori, kepala dan torso punya 5.420 kalori, lengan atas 7.450 kalori, jantung 650 kalori, hati 2.570 kalori , paru-paru 1.600 kalori, limpa 130 kalori, lengan bawah 1.660 kalori, paha 13.350 kalori, ginjal 380 kalori, saluran pencernaan 1.260 kalori.

Sementara otak, sumsum tulang belakang, dan saraf sebesar 2.700 kalori, sedangkan lemak 49.940 kalori, Betis sebesar 4.490 kalori, dan tulang 25.330 kalori. National Geographic merincikan bahwa kalori-kalori daging manusia tidak lebih bernutrisi daripada daging rusa, babi hutan, rinosaurus berbulu, kuda, dan mamut.

Bahkan, jika ada yang ingin memakan kawannya sendiri demi bertahan hidup—di kondisi terdesak—seperti Alvarenga, bisa pikir-pikir ulang. Yang jelas, kanibalisme bukan sesuatu yang lucu apalagi dijual sebagai tontonan.

Baca juga artikel terkait KANIBALISME atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Suhendra