Menuju konten utama

Prahara Baru Dunia Asuransi: Jiwasraya

Asuransi Jiwasraya menghadapi persoalan likuiditas. Apa dan bagaimana bisa terjadi?

Prahara Baru Dunia Asuransi: Jiwasraya
Gedung Jiwasraya. FOTO/Jiwasraya

tirto.id - Bp & Ibu yg kami hormati,...

Sesuai pertemuan hari Rabu tgl 10 Oktober 2018, sebelumnya kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya dan terimakasih atas kepercayaan kepada Jiwasraya selama ini.

Pada kesempatan ini dapat kami sampaikan informasi dan update terkini bahwa sampai saat ini kami belum dapat memberikan tanggal kepastian pembayaran dana Nilai Tunai Polis atas nama Ibu...

Kalimat di atas adalah surat pemberitahuan yang dikirimkan Asuransi Jiwasraya kepada ke salah satu nasabahnya. Perusahaan asuransi BUMN itu juga mengirimkan pemberitahuan yang sama kepada bank mitra penjual produk bancassurance-nya. Salah satunya adalah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Bank yang memiliki spesialisasi kredit perumahan tersebut juga mendapat surat keterangan keterlambatan pembayaran polis Jiwasraya jenis JS Proteksi Plan. Kepada BTN, Jiwasraya menjelaskan bahwa saat ini pihaknya tengah menghadapi tekanan likuiditas.

JS Proteksi Plan merupakan produk asuransi jiwa berbalut investasi. Nilai tunai polis jatuh tempo pada 10 Oktober ini mencapai Rp802 miliar yang berasal dari 711 polis. Nilai itu harus dibayarkan kepada tujuh mitra bancassurance Jiwasraya antara lain Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan juga BTN.

Budi Satria, Direktur Consumer Banking BTN menjelaskan, pihaknya bersama perbankan lain akan bersama-sama menunggu Jiwasraya untuk menyelesaikan permasalahannya dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku.

"Terkait permasalahan yang menyangkut Jiwasraya, dapat saya jelaskan bahwa hal tersebut murni merupakan masalah internal," jelas Budi kepada Tirto.

Budi Satria juga meminta kepada nasabah BTN yang menjadi nasabah produk JS Proteksi Plan untuk tetap tenang dalam menghadapi permasalahan keterlambatan pembayaran polis. Jiwasraya memang mengaku tengah mengupayakan pendanaan untuk dapat memenuhi kewajiban kepada para pemegang polis.

Asmawi Syam, Direktur Utama Jiwasraya menjelaskan, ketidakmampuan perseroan untuk membayar polis produk bancassurance jatuh tempo terjadi sejak 1 Oktober 2018. Menurutnya, dikarenakan pemenuhan pendanaan untuk pembayaran polis masih dalam proses, maka Jiwasraya meminta kepada nasabah untuk memberikan kelonggaran waktu pelunasan.

Atas keterlambatan pembayaran ini, Asmawi mengatakan Jiwasraya akan memberikan kompensasi. Ada dua opsi yang bisa dipilih oleh para pemegang polis. Pertama, Jiwasraya menawarkan roll over alias perpanjangan kontrak selama satu tahun atas dana kelolaan saving plan nasabah. Pilihan ini, kata Asmawi, diganjar dengan tingkat bunga 6 persen per tahun.

Kedua, bagi nasabah tetap ingin mencairkan dana investasinya, Jiwasraya meminta waktu pelunasan selama beberapa hari ke depan. Keterlambatan pelunasan itu, akan diganti Jiwasraya dengan bunga sebesar 5,75 persen per tahun. Tambahan bunga harian itu dihitung berdasarkan jumlah hari keterlambatan mulai dari jatuh tempo sampai dengan klaim dibayarkan.

Kami berusaha semaksimal mungkin untuk membayar dan mudah-mudahan bisa diselesaikan dalam waktu dekat,” jelas Asmawi kepada Tirto.

Asmawi menyebutkan bahwa macetnya pembayaran dana nasabah yang sudah jatuh tempo salah satunya disebabkan oleh penurunan aset yang menjadi portofolio polis asuransi jiwa berbalut investasi atau saving plan.

Produk saving plan JS Proteksi Plan ini beredar di masyarakat sejak tahun 2013. Melansir situs perseroan, produk ini memiliki masa pertanggungan selama lima tahun dengan pilihan nasabah bisa menarik keluar dana investasi setiap tahunnya.

Nilai premi awal produk saving plan ini mulai dari Rp100 juta. Tapi bisa berbeda-beda bagi setiap bank mitra penjual. Melansir proposal Standard Chartered Bank dari Kontan, bank distributor mengharuskan penempatan investasi awal minimum Rp1 miliar.

Melansir Kontan, dari total dana kelolaan saving plan, sebanyak 75 persen adalah berupa aset produk finansial seperti saham, reksadana, surat berharga negara (SBN), obligasi BUMN dan korporasi. Sebanyak 80 persen dari portofolio finansial produk JS Proteksi Plan berada di pasar saham dan reksadana.

Sayangnya, Jiwasraya tidak bisa mencairkan asetnya di pasar saham yang saat ini sedang mengalami penurunan nilai aset karena tekanan di pasar modal. Sebagai BUMN, kata dia, perseroan tidak bisa melakukan jual rugi atau cut loss.

“Kondisi pasar lagi mengalami penurunan. Sehingga kami memiliki kendala untuk mencairkan aset di pasar. Paling tidak memerlukan waktu untuk mencairkan, karena kami tidak boleh jual rugi,” jelas Direktur Kepatuhan Jiwasraya Muhamad Zamkhani seperti dikutip dari Bisnis.

Sisa 25 persen portofolio produk saving Plan tersebut, berupa tanah dan properti. Ini juga menyulitkan manajemen Jiwasraya memperoleh dana tunai. Penjualan lahan dan juga properti tentu memerlukan waktu yang tidak sebentar. Terlebih di tengah kondisi ekonomi yang penuh tekanan ini.

“Komposisi portofolio sudah warisan dari manajemen lama,” ucap Hexana Tri Sasongko, Direktur Investasi dan Teknologi Jiwasraya seperti melansir Kontan.

Penundaan pembayaran klaim JS Proteksi Plan juga dikarenakan rasio kecukupan modal atau risk based capital (RBC) perseroan yang rendah. Per 2017, RBC Jiwasraya berada di level 123,16 persen yang merupakan posisi terendah sejak 2012. Ini turut memengaruhi performa perseroan di tahun 2018 ini.

Laporan keuangan perseroan juga menyebutkan rasio likuiditas Jiwasraya per 2017 sebesar 147,5 persen, lebih rendah 8,79 persen dibanding 2016 yang mencapai 156,29 persen. Perseroan juga mengalami penurunan rasio perimbangan hasil investasi dengan pendapatan premi neto dari yang sebelumya sebesar 17,57 persen menjadi hanya 15,65 persen.

Kinerja Jiwasraya diperberat dengan melonjaknya rasio beban klaim, usaha dan komisi terhadap pendapatan premi neto yang pada 2017 mencapai 114,02 persen. Lebih tinggi dibanding rasio beban perseroan pada 2016 yang sebesar 107,69 persen.

Kalau rasio kecukupan modalnya rendah, buntut dari operasional 2017 yang otomatis berpengaruh ke 2018,” kata Zamkhani.

infografik sejarah asuransi pt jiwasraya

Warisan Manajemen Lama?

Manajemen Jiwasraya saat ini memang muka-muka baru pengganti jajaran direksi lama berhenti. Asmawi Syam misalnya, baru diberi mandat oleh Menteri BUMN Rini Soemarno menjabat sebagai Direktur Utama Jiwasraya pada Mei 2018.

“Efektif menjabat pada 27 Agustus 2018,” terang Asmawi, mantan Dirut Bank BRI ini.

Lima dari enam direksi Jiwasraya baru diangkat pada 18 Mei 2018. Hanya Indra Widjaja Oen yang diangkat dan ditetapkan sebagai Direktur Bisnis Ritel Jiwasraya sejak 18 Januari 2018. Menurut Asmawi, sedari awal ia dan jajaran direksi menjabat, terdapat ketidakberesan di Jiwasraya.

Misalnya saja tentang laporan keuangan. Asmawi menyebutkan, laporan keuangan unaudited Jiwasraya 2017 awalnya mencatat laba bersih sebesar Rp2,4 triliun. Angka itu menimbulkan euforia karena lebih tinggi dibanding capaian 2016 yang sebesar Rp2,14 triliun.

Namun, saat manajemen baru meminta audit kepada PriceWaterhouseCoopers (PwC), keuntungan perseroan pun anjlok menjadi hanya sebesar Rp328,44 miliar. “Ada mismanagement dari manajemen lama,” kata Asmawi.

Sayangnya, Direktur Utama Jiwasraya periode sebelumnya yaitu Hendrisman Rahim enggan memberikan tanggapan terhadap tudingan mismanagement ini. Telepon seluler Hendrisman yang sempat aktif, mendadak menjadi tidak bisa dihubungi ketika Tirto menjelaskan maksud dan meminta keterangan terkait mismanagement Jiwasraya.

Menteri BUMN Rini Soemarno yang telah mengetahui adanya mismanagement kemudian meminta Badan Pengawas Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya. Audit investigasi tersebut dilakukan terhadap customer based perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Prosesnya diharapkan bisa rampung dengan segera pada pekan depan. Rini menambahkan, audit investigasi dilakukan karena pemerintah sedang memastikan customer based yang dimiliki Jiwasraya itu. “Penundaan pembayaran polis juga dikarenakan adanya audit investigasi,” kata Rini melansir Bisnis.

Baca juga artikel terkait ASURANSI atau tulisan lainnya dari Dea Chadiza Syafina

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Suhendra