Menuju konten utama

Prabowo Bicara Sishankamrata: Melibatkan Pelajar & Asumsi Era Orba

Sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta perlu diterjemahkan secara tepat agar tidak mendorong militerisasi, ujar Evan Laksamana.

Prabowo Bicara Sishankamrata: Melibatkan Pelajar & Asumsi Era Orba
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) berbincang dengan Sekretaris Jenderal Kemhan Laksamana Madya TNI Agus Setiadji (kanan) menjelang rapat di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/11/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/ama.

tirto.id - Rapat perdana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dengan Komisi I DPR RI pada Senin (11/11/2019) pekan lalu jadi sorotan. Selain Prabowo menolak transparansi anggaran pertahanan—dalam APBN 2020 menjadi kementerian yang mendapatkan alokasi terbesar yakni Rp131,2 triliun; Prabowo juga memaparkan konsep pertahanan.

Prabowo mengemukakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta—biasa disingkat sishankamrata.

Prabowo mengklaim konsep itu telah menjadi doktrin pertahanan yang dianut Indonesia. Menurutnya, konsep hankamrata masih berlaku bagi bangsa Indonesia.

"Secara sejarah dan saya kira sampai sekarang berlaku, dan mungkin kami akan teruskan, pertahanan kita harus mendasarkan dan kita gunakan adalah pertahanan rakyat semesta," ujarnya.

Salah satu alasannya, teknologi pertahanan Indonesia disebut Prabowo “masih jauh tertinggal dengan negara-negara lain.” Karena itu konsep hankamrata dianggap Prabowo bisa mempertahankan negara saat diserang negara lain.

"Perang yang akan kita laksanakan adalah perang rakyat semesta. The concept of the total people war," ucap Prabowo.

Siskanhamrata adalah doktrin dwifungsi ABRI—nama saat itu untuk TNI—pada era Orde Baru. Sistem ini dipakai untuk melibatkan komponen ABRI dalam semua kegiatan negara. Sistem ini digagas oleh Abdul Haris Nasution. Ia menjadikan ABRI sebagai kekuatan teritorial—diterjemahkan dengan membuat Kodam hingga Koramil di seluruh Indonesia, dari tingkat provinsi hingga kecamatan.

Bersifat semesta, artinya “melibatkan semua unsur warga negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman,”menurut Undang-Undang 34/2004 tentang TNI (PDF, pasal 1).

Prabowo mengklaim doktrin-doktrin pada konsep ini masih tetap melekat di benak masyarakat Indonesia. Ujung dari sihankamrata adalah program bela negara—praktiknya menyiapkan “komponen cadangan non-militer”.

“Pertahanan militer fisik itu dari komponen utama, cadangan, dan pendukung. Komponen non-militer ada unsur lain. Ada peran kementerian di luar bidang pertahanan,” kata Prabowo.

Ia menilai Kemendikbud bisa ikut serta menyusun komponen cadangan dari kalangan pelajar, dari tingkat SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.

Acuannya adalah Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional, yang baru disahkan pada akhir masa kerja DPR periode 2014-2019.

Menurut Prabowo, tidak ada unsur paksaan kepada setiap warga untuk mengikuti bela negara. Ia menilai hanya ada konsep negara mengatur sumber daya manusia menjadi komponen cadangan pertahanan nasional.

"Saya kira dalam UU kita tidak sampai di situ," kata Prabowo buat menjelaskan beda bela negara dan wajib militer.

“Indonesia tak mungkin diduduki bangsa lain karena seluruh rakyat akan menjadi komponen pertahanan negara,” ujarnya.

'Jangan Sampai Mundur ke Abad 20'

Apa yang diucapkan Prabowo Subianto dalam rapat kerja dengan Komisi Pertahanan di Senayan, menurut Evan A. Laksmana, peneliti senior pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS), hanyalah bagian permukaan.

Evan menilai Prabowo akan susah mengembangkan atau memunculkan kebijakan baru.

Sama seperti menteri-menteri pertahanan sebelumnya, Prabowo mendapatkan warisan kebijakan yang harus ia kerjakan pada awal masa jabatannya, menurut Evan.

“Saya duga sebagian besar [pekerjaan beliau sebagai Menhan] akan meneruskan kebijakan yang ada, misalnya pembelian senjata baru, meneruskan pembentukan organ-organ baru,” kata Evan kepada Tirto.

Persoalan konsep sishankamrata sebetulnya konsep lama yang sudah menjadi landasan strategi pertahanan sejak dulu; ia juga tercantum dalam undang-undang, kata Evan.

Namun, Evan menilai persoalan sebenarnya bagaimana implementasi sishankamrata yang dibicarakan Prabowo itu.

Seperti politik luar negeri yang bebas aktif, ujar Evan, sishanmkarata lebih dekat ke landasan filosofis dan logika pertahanan; bukan kebijakan praktis pertahanan atau strategi militer.

Sistem ini bukanlah kekhasan yang dimiliki Indonesia. Banyak negara yang menerapkan konsep perang seperti ini, ujar Evan.

“Termasuk Singapura, Republik Rakyat Tiongkok, dan lain-lain. Semua komponen negara terlibat dalam pertahanan,” kata Evan.

Pertanyaan terpenting, ujar Evan, bagaimana pemerintah Indonesia termasuk Menteri Pertahanan Prabowo “menerjemahkan” sishankamrata dengan tepat tanpa membuka pintu "militerisasi" negara dan masyarakat?

“Jangan sampai proses transformasi pertahanan malah mundur ke abad 20,” tambahnya.

Kedua, ujar Evan, reinterpretasi sishankamrata yang bisa mendorong transformasi pertahanan TNI menjadi kekuatan profesional dan modern abad 21.

Ia berkata landasan konseptual operasi dan taktik militer Indonesia adalah warisan Jepang dan perang revolusi 1945-1949. Jangan sampai doktrin-doktrin dan operasi-operasi militer yang baru dan modern keliru dan berdasarkan asumsi-asumsi dari situasi geopolitik 60 tahun lalu.

Tantangan kebijakan pertahanan yang riil, menurut Evan, tidak bisa dijawab dengan falsafah semata.

Baca juga artikel terkait KEMENTERIAN PERTAHANAN atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Fahri Salam