Menuju konten utama

PPIM UIN: Penelitian Kami Tak Generalisir Homeschooling Radikal

PPIM UIN menyatakan tidak mengeneralisir bahwa semua homeschooling terpapar radikalisme.

PPIM UIN: Penelitian Kami Tak Generalisir Homeschooling Radikal
Ilustrasi Guru datang ke rumah, salah satu konsep dasar homeschooling. [Foto/Shuuterstock]

tirto.id - Project Manager Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (PPIM UIN) Didin Syafruddin menyampaikan bahwa bentuk penelitian yang dilakukan oleh PPIM UIN terkait dengan terpaparnya anak-anak homeschooling atau sekolah rumah bersifat kualitatif.

“Saya ingin kemukakan bahwa riset yang kami lakukan itu kualitatif jadi kami dari awal tidak bermaksud untuk membuat gambaran umum, atau menggeneralisasi homeschooling [terpapar] radikalisme,” jelas Didin dalam konferensi pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, pada Selasa (3/12/2019).

“Jadi sama sekali dalam riset-riset kami tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi,” tegasnya.

Didin pun menjelaskan bahwa proses riset tersebut dilakukan secara terbatas di sejumlah kota dan kabupaten. Sampel yang digunakan dalam penelitiannya pun berjumlah 126. Dengan itu, memang tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh homeschooling.

Namun, ungkap Didin, penelitian tersebut justru untuk menunjukan bahwa paham radikalisme dan intoleransi justru bisa masuk lewat jalur pendidikan tersebut.

“Kalau dibilang ini PPIM UIN yang dituding-tuding hanya homeschooling, tidak kok. Bahkan sampai textbook atau dosen dalam sekolah atau kampus, pernah kami temui bermasalah juga,” jelasnya.

Di sisi lain, Didin pun mengapresiasi Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI) yang telah menyampaikan sejumlah kritik dan masukan terkait penelitian tersebut.

“Menurut kami, riset itu juga harus terbuka pada publik untuk dipertanggungjawabkan. Terima kasih juga atas pengertian atau perdebatan tentang homeschooling. Ini menarik banget, dari kami, sisi kampus, menjadi perdebatan yang menarik,” ujar Didin.

Dalam konferensi pers yang sama, Koordinator Nasional Ellen Nugroho sempat menyampaikan sejumlah kritik dan kekhawatiran atas riset tersebut.

"Kami keluarga homeschooler tidak sepakat jika dikatakan homeschooling menjadi pintu masuknya paham radikalisme. Kami, terutama yang tergabung dalam PHI, setia kepada Pancasila. Pasalnya, penelitian terhadap segelintir orang tersebut justru menyebabkan generalisasi terhadap seluruh homeschooling, “ ungkap Ellen.

Ellen pun menyayangkan adanya stereotip dan prasangka negatif dalam pernyataan Project Manager PPIM UIN, dalam sejumlah berita, bahwa yang memilih homeschooling adalah orang-orang yang dikucilkan secara sosial.

“Kami menyebutnya prasangka karena tidak ada basis penelitiannya. Justru menurut riset, yang memilih untuk HS umumnya adalah orang tua berpendidikan tinggi, penuh perhatian pada pendidikan anaknya, dan berkomitmen mengoptimalkan potensi anak. Tentang sosialisasi, orangtua homeschooler berkeyakinan bahwa sekolah buka satu-satunya tempat bersosialisasi,” katanya.

Terkait dengan masalah radikalisme, Ellen meminta agar pemerintah dapat memerhatikan dan menyelesaikan ke akar-akarnya. Pasalnya, paham radikalisme atau intoleransi tidak sebatas disebarkan melalui instansi pendidikan, tetapi juga melaui banyak “pintu”.

“Kami berharap pemerintah merumuskan satu langkah yang sistematis untuk menangani radikalisme, sehingga penyelesaiannya sampai ke akar-akarnya. Sehingga, jalur pendidikan tidak akan menjadi jalur masuknya intoleran atau radikalisme,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait RADIKALISME atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Irwan Syambudi