Menuju konten utama

PPATK Bekukan 17 Rekening Investasi Ilegal Senilai Rp77,9 Miliar

Modus aliran uang cukup beragam, seperti disimpan dalam bentuk aset kripto, penggunaan rekening milik orang lain, dan lain-lain.

PPATK Bekukan 17 Rekening Investasi Ilegal Senilai Rp77,9 Miliar
Ivan Yustiavandana (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/1/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

tirto.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan sementara transaksi dari 17 rekening senilai Rp77,945 miliar. Aliran dana tersebut diduga berasal dari tindak pidana investasi ilegal.

Pemblokiran rekening ini telah dilakukan PPATK berkali-kali terhadap transaksi dan rekening yang berbeda.

“Sehingga total penghentian sementara transaksi yang diduga berasal dari tindak pidana berupa investasi ilegal sebesar Rp502,88 miliar dengan jumlah 275 rekening,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dilansir dari Antara, Jumat (25/3/2022).

Berdasarkan hasil analisis PPATK, modus aliran uang tersebut cukup beragam, seperti disimpan dalam bentuk aset kripto, penggunaan rekening milik orang lain, dan kemudian dipindahkan ke berbagai rekening di beberapa bank untuk mempersulit penelusuran transaksi.

Sebagai lembaga sentral dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Indonesia, PPATK terus berkoordinasi dengan FIU dari negara lain.

PPATK memiliki kewenangan dalam melakukan penghentian sementara transaksi selama 20 hari kerja dan selanjutnya berkoordinasi serta melaporkan kepada penegak hukum terhadap transaksi mencurigakan dalam nominal besar terkait dengan investasi yang diduga ilegal.

Selain itu, pelaporan yang disampaikan oleh pihak pelapor ke PPATK dimaksudkan untuk menjaga pihak pelapor dari risiko hukum dan reputasi. Pasalnya, hal itu dapat mencegah pemanfaatan pihak pelapor sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku kejahatan untuk mencuci hasil tindak pidana.

Dalam Pasal 29 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan pihak pelapor tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan kepada PPATK.

Ivan menambahkan, PPATK telah memasuki usia 20 tahun. Selama itu pula pihaknya berupaya mencegah dan memberantas TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).

“PPATK sudah berkiprah selama 2 dekade sejak 17 April 2002. Dalam kurun waktu itu, PPATK fokus mencegah dan memberantas TPPU dan TPPT dalam berbagai kasus di tengah masyarakat. Selanjutnya, ada beberapa hal yang akan dilakukan PPATK ke depan, yaitu pencegahan dan pemberantasan TPPU dari hasil kejahatan lingkungan (green financial crime/GFC),” tuturnya.

Berdasarkan data FATF yang dirilis Juli 2021, dari data Interpol dan Norwegian Center for Global Analysis (RHIPTO), kejahatan lingkungan disebutkan menjadi salah satu kejahatan utama internasional yang nilainya bisa mencapai 281 miliar dolar Amerika Serikat atau Rp1.540 triliun pada tiap tahun.

Baca juga artikel terkait PPATK

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Fahreza Rizky