Menuju konten utama

PP Muhammadiyah Mendesak Pemerintah Jokowi Tunda Pilkada 2020

"Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan pelaksanaan Pilkada yang berpotensi menjadi klaster penularan COVID-19," tulis PP Muhamnmadiyah.

PP Muhammadiyah Mendesak Pemerintah Jokowi Tunda Pilkada 2020
Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (kedua kiri)-Teguh Prakosa (kiri) dan Bagyo Wahyono (kedua kanan)-FX Supardjo (kanan) membacakan deklarasi Pilkada damai dan pembagian masker gratis di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (10/9/2020). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/nz.

tirto.id - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, salah satu organisasi muslim terbesar di Indonesia, mendesak pemerintahan Joko Widodo menunda pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan meminta DPR menunda pembahasan RUU Omnibus Law Cipta kerja, mengutip rilis pers mereka pada 21 September 2020.

PP Muhammadiyah menyarankan DPR sebaiknya berfokus menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dalam penggunaan dana penanganan pandemi COVID.

"Sudah saatnya anggota DPR dan elit politik lain menunjukkan tanggungjawab dan moral politik dalam menangani COVID-19 dan penyelesaian masalah bangsa yang bersifat mendesak dan darurat," tulis siaran pers itu yang diteken oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.

PP Muhammadiyah juga minta Komisi Pemilihan Umum segera membahas secara khusus dengan Kementerian Dalam Negeri, DPR, dan instansi terkait agar pelaksanaan Pilkada 2020 dapat ditunda sampai dilaksanakan dalam keadaan memungkinkan.

"Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan COVID-19," tulisnya.

PP Muhammdiyah menilai pandemi COVID-19 telah menimbulkan masalah kesehatan dan ekonomi, di antara hal lain, juga banyak korban meninggal. Sementara “kinerja pemerintah belum menunjukan hasil maksimal.”

“Pemerintah pusat dengan daerah lemah dalam berkoordinasi sehingga menimbulkan kegaduhan politik kontraproduktif,” tulisnya.

PP Muhammadiyah juga meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi secara menyeluruh penanganan COVID-19.

"Kehadiran Presiden sangat diperlukan di tengah gejala lemahnya kinerja dan sinergi antar-kementerian. Presiden perlu mengevaluasi para menteri agar meningkatkan performa dan profesionalitas kerja," tulisnya.

PP Muhammadiyah juga meminta para menteri tidak seharusnya membuat kebijakan kontroversial, tidak menyampaikan pernyataan-pernyataan meresahkan, termasuk cenderung merendahkan kualitas dan keberadaan tenaga kesehatan Indonesia.

Ia juga meminta elite politik maupun masyarakat agar tidak memanfaatkan pandemi COVID-19 sebagai komoditas politik kekuasaan pribadi atau kelompok.

PP Muhammadiyah juga mengimbau seluruh masyarakat untuk disiplin mematuhi protokol kesehatan COVID-19. Ia juga mengimbau warga Persyarikatan Muhammadiyah di semua tingkatan dan amal usaha agar mematuhi pedoman dan instruksi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang “hendaknya menjadi teladan dan pelopor bagi masyarakat dalam membantu, melayani, dan melindungi masyarakat dari pandemi COVID-19 dengan penggalangan dana, peningkatan layanan kesehatan, dan bantuan sosial lain.”

Desakan Pilkada ditunda juga disampaikan oleh pelbagai organisasi sipil. Salah satunya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, salah satu organisasi muslim terbesar di Indonesia. Dalam rilis pers 20 September kemarin, PBNU menilai pilkada yang dipaksakan digelar di masa darurat corona bisa menimbulkan klaster penularan.

PBNU menilai prioritas kebijakan pemerintahan Jokowi sebaiknya difokuskan pada masalah kesehatan masyarakat.

Majelis Ulama Indonesia, organisasi semi-pemerintah yang mengatur urusan keagamaan Islam, juga meminta pemerintahan Jokowi, partai politik, KPU, dan Badan Pengawas Pemilu agar menunda Pilkada 2020.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bersikeras Pilkada tetap digelar pada 9 Desember 2020, tetapi menunda pemilihan kepala desa tahun ini. Tito beralasan Pilkada bisa “dikontrol” oleh pemerintah pusat, sementara meragukan manajemen pemerintahan kabupaten yang menggelar Pilkades.

PDI Perjuangan, parpol penguasa, tetap meminta Pilkada digelar akhir tahun ini.

Juru bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, berkata Pilkada tetap sesuai jadwal. Mengutip Jokowi, ia bilang Pilkada tetap diadakan tahun ini karena “tak bisa menunggu pandemi COVID-19 berakhir.”

Fadjroel minta “semua pihak bergotong-royong mencegah potensi klaster baru penularan corona di Pilkada.”

Sampai akhir pekan kemarin, ada tiga pejabat KPU yang positif COVID-19. Mereka adalah Ketua KPU Arief Budiman dan dua komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik dan Pramono Ubaid Tanthowi.

Pada 7 September, dilaporkan 96 petugas Bawaslu di Boyolali, Jawa Tengah, positif corona setelah menjalankan tugas tahapan Pilkada.

Hingga 14 September, ada 60 bakal calon kepala daerah positif COVID-19, menurut KPU.

Pilkada 2020 diadakan di 270 wilayah, meliputi 90 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2020 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Fahri Salam