Menuju konten utama

Potret Kontroversi Jalan Jati Baru yang Dapat Sorotan Ombudsman

Di lokasi Jalan Jati Baru tak ada aparat kepolisian sebagai imbas tak dapat restu dari Polri soal penutupan jalan. Hingga akhirnya jadi sorotan Ombudsman.

Potret Kontroversi Jalan Jati Baru yang Dapat Sorotan Ombudsman
Suasana Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2018). tirto.id/Lalu Rahadian

tirto.id - "Kalau ditilang saya nggak tanggung ya!"

Eko, petugas TransJakarta memberikan seruan kepada pengendara sepeda motor yang melintas di Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pengendara motor tak peduli, ia tetap melintas di jalur tersebut.

Ia nampak tersenyum melihat tingkah sang pengemudi yang acuh. Menurutnya, beberapa pengendara sepeda motor memang kerap melawan peringatan petugas di lokasi ini. Ruas Jalan Jati Baru Raya padahal ditutup pukul 08.00-18.00 WIB setiap hari. Upaya penutupan oleh Pemprov DKI agar pedagang kaki lima (PKL) dapat berjualan di sebagian ruas jalan ini.

"Ya itu buktinya [banyak yang melanggar]. Kadang juga banyak anak kampung sini atau 'akamsi' yang masuk," kata Eko kepada Tirto, Rabu (28/3/2018).

Ancaman tilang memang wajar saja menjadi angin lalu bagi pengendara sepeda motor yang tak disiplin. Di lokasi, tak ada polisi yang berjaga di jalan yang membentang 1 km.

Penjagaan jalan yang ditutup sejak Desember tahun lalu itu hanya dilakukan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dan petugas TransJakarta. Saat melintas di Jalan Jati Baru Raya, Tirto melihat banyak Satpol PP yang berkerumun di trotoar depan Stasiun Tanah Abang. Mereka juga terlihat di ujung ruas yang bersinggungan dengan Jalan Kebon Jati dan Jalan Layang Jati Baru.

Beberapa petugas TransJakarta dan Dishub yang mengenakan rompi sibuk membuka-tutup jalan untuk dilalui bus. Mereka juga kerap melayani pertanyaan pengguna jalan yang bingung. "Satpol PP 'kan cuma datang saja ke sini, nggak mengatur [lalu lintas]," ujar Eko.

Tak Ada Polisi

Menurut Eko, tak pernah ada polisi yang membantu mengatur Jalan Jati Baru Raya. Sambil menyeka keringat di pelipis, ia mengatakan para personel polisi hanya ada di persimpangan jalan dekat Blok A Tanah Abang dan sekitar Polsek Gambir.

"Kalau tugas [petugas TransJakarta] sih sebenarnya cuma jaga agar jalur bus steril. Tapi masa iya kami tega lihat jalan macet enggak bantu mengatur?" katanya.

Para aparat polisi yang tak ada di lokasi Jalan Jati Baru Raya bukan tanpa sebab. Sejak awal, mereka memang tak merestui kebijakan penutupan Jalan Jati Baru Raya oleh Pemprov DKI Jakarta.

Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya sempat memberi enam rekomendasi kepada Pemprov DKI atas kebijakan itu. Salah satu poinnya adalah "penggunaan jalan untuk penyelenggaraan di luar fungsi jalan harus dikoordinasikan guna mendapatkan izin dari Polri."

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra mengatakan polisi menyarankan Pemprov DKI agar fungsi jalan dikembalikan untuk lalu lintas. Namun saran itu tak dipenuhi, sehingga kepolisian bersikap tak menempatkan personel di Jalan Jati Baru Raya.

"Di Jati Baru tidak ada anggota, di simpang-simpang saja. Karena kita kan belum setuju [kebijakan ini]," ujar Halim kepada Tirto, Rabu (28/3/2018).

Pada kebijakan penutupan Jalan Jati Baru Raya sengat jelas tak ada ketidakselarasan antara Pemprov DKI-Polri. Menurut pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna akar masalahnya ada pada komunikasi yang tidak berjalan dengan baik.

"Selama ini memang semua usulan itu datangnya dari Pemprov DKI. Jadi di sini hanya persoalan bagaimana cara mengkomunikasikannya," kata Yayat kepada Tirto.

Yayat menegaskan perlu ada komunikasi antara Pemprov DKI dan Polri. Apalagi urusan jalan merupakan kewenangan kepolisian berdasarkan UU Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Pengajar di Teknik Planologi, Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti ini menyarankan Anies Baswedan, sebagai gubernur Pemprov DKI Jakarta harus memulai menjalin komunikasi ke kepolisian.

"Menurut saya mari kita duduk selesaikan bersama persoalannya," katanya.

Rekomendasi Ombudsman

Kebijakan penutupan Jalan Jati Baru Raya oleh Pemprov DKI Jakarta sejak awal menuai kritik karena dianggap menyalahi aturan. Belum lama Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Jati Baru Raya Tanah Abang menyebutkan telah terjadi maladministrasi. Ombudsman sebagai lembaga negara mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik oleh penyelenggara negara, BUMN, BUMD, hingga swasta atau perorangan.

"Sesuai ketentuan Pasal 128 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa terhadap penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas harus dengan seizin Polri," bunyi salah satu kesimpulan Ombudsman RI Jakarta Raya.

Kesimpulan Ombudsman RI Jakarta Raya itu tertuang juga dalam saran atau tindakan korektif untuk Pemprov DKI. Dalam salah satu sarannya, Ombudsman ingin Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengembalikan fungsi Jalan Jati Baru Raya sebagai lalu lintas angkutan jalan dan pedestrian bagi pejalan kaki.

Gubernur Anies mengetahui bahwa kebijakannya mendapat catatan dari lembaga negara ini. Sikap Ombudsman terhadap kebijakan Anies di Tanah Abang juga sempat ditanggapi oleh sejumlah pihak dengan kecurigaan. Anies juga sempat merespons dengan melakukan pembelaan dengan menyebut perbedaan antara Ombudsman RI dengan Ombudsman RI perwakilan DKI Jakarta Raya. Namun, belakangan Anies siap merespons Ombudsman RI perwakilan DKI Jakarta Raya.

"Saya garis bawahi, kita tidak ingin merespons parsial, kita akan respons lengkap. Kita menghargai dan institusi Ombudsman rekomendasinya adalah rekomendasi yang kredibel," ujar Anies dikutip dari Kompas, Rabu (28/3).

Ihwal rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman perwakilan DKI Jakarta Raya, bisa di klik di sini.

Baca juga artikel terkait PENATAAN TANAH ABANG atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino