Menuju konten utama

Potensi Lonjakan Kasus COVID-19 dari Transmisi Lokal Varian B117

COVID-19 varian B117 telah masuk Indonesia dan diprediksi telah menyebar ke komunitas. Bukan tak mungkin kasus terus bertambah setelahnya.

Potensi Lonjakan Kasus COVID-19 dari Transmisi Lokal Varian B117
Warga lansia (lanjut usia) antre mengikuti vaksinasi COVID-19 massal dosis pertama untuk lansia di Mal Palembang Icon, Sumatera Selatan, Selasa (16/3/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.

tirto.id - Kasus COVID-19 varian B117 yang ada di Indonesia tidak hanya berasal dari negara lain, namun juga transmisi lokal. Epidemiolog memprediksi varian yang lebih gampang menular ini sudah berlipat ganda di komunitas yang lebih luas dan membentuk klaster sehingga berpotensi menciptakan lonjakan kasus seperti yang pernah terjadi di Inggris ketika B117 pertama kali muncul.

Transmisi lokal B117 diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (15/3/2021). “Dua di antaranya berasal dari Saudi Arabia dan juga sudah ada yang berasal dari transmisi lokal,” katanya.

Dua kasus asal Arab Saudi yang dimaksud Budi merupakan pekerja migran asal Karawang, Jawa Barat yang pada 2 Maret 2021 lalu diumumkan pemerintah terkonfirmasi B117. Dua kasus itu masing-masing berasal dari pengambilan sampel swab pada 4 dan 7 Februari 2021.

Empat tambahan lainnya diumumkan Budi pada Senin 8 Maret 2021. Masing-masing ada di Palembang, dari hasil pengambilan sampel pasien positif COVID-19 pada 11 Januari 2021; kemudian di Kalimantan Selatan hasil pengambilan sampel 6 Januari 2021; dua lagi yakni di Balikpapan hasil dari pengambilan sampel 12 Februari 2021; dan di Medan hasil pengambilan sampel pada 28 Januari 2021.

Ada satu kasus baru lagi yang diunggah pada 14 Maret 2020 ke laman Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID), inisiatif sains global dan sumber utama yang menyediakan akses terbuka ke data genom virus influenza dan Corona yang bertanggung jawab atas pandemi COVID-19. Dengan demikian total kasus terkonfirmasi B117 menjadi tujuh, tersebar di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Kasus terbaru dikonfirmasi oleh Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Subandrio. Ia bilang kasus terakhir berstatus “seorang travelertanpa penjelasan berasal dari mana pasien tersebut.

Potensi Lonjakan

Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan apa yang terjadi di Inggris sangat mungkin terulang di Indonesia. Di sana, B117 yang pertama kali ditemukan pada September 2020 mengakibatkan lonjakan kasus pada Desember 2020 hingga Januari 2021. Berdasarkan laporan pemerintah pada Januari 2021, B117 telah menyebar dengan cepat dan bahkan menjadi varian dominan.

“Kalau melihat fenomena di negara lain, 2-3 bulan sejak kasus pertama itu dia akan mengalami lonjakan dan B117 menjadi dominan strain,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Senin. “Tentu artinya juga akan mengalami jumlah kasus lebih banyak dan beban faskes juga meningkat,” tambahnya.

Tahap awal untuk menjadi strain dominan tak lain adalah ia sudah menyebar di komunitas. Mengingat B117 dilaporkan telah masuk Indonesia pada awal Maret lalu berasal dari pemeriksaan pasien di Januari 2021, Dicky menyimpulkan “sudah ada transmisi di komunitas dan cenderung ada klaster yang menyebarkan B117 ini, yang terbukti sudah di mana-mana (ditemukan di Jawa, Sumatera dan Kalimantan).”

Potensi lonjakan kasus semakin tinggi karena untuk mengidentifikasi B117 tak cukup hanya dengan tes polymerase chain reaction (PCR), melainkan harus dilakukan whole genome sequencing (WGS) terhadap sampel swab. Dicky bilang hal ini sulit sebab WGS di Indonesia masih sangat terbatas.

WGS menurut IASLC Thoracic Oncology adalah “analisis dari seluruh urutan DNA genom sel pada satu waktu” yang dapat “memberikan karakterisasi genom yang paling komprehensif.” Pemeriksaan dilakukan dengan mencocokkan detail material genetik virus menggunakan PCR atau primer bagian dari virus itu sendiri.

Oleh sebab itu yang lebih penting menurutnya adalah dengan merespons ancaman penyebaran maupun potensi yang ditimbulkan dari B117 atau varian baru lainnya. Respons yang paling efektif kata dia adalah 3T (tracing, testing, treatment) dan 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi) yang maksimal.

Menkes Budi membenarkan bahwa hingga Desember 2020 pemeriksaan WGS masih sangat minim, yakni hanya 172. Sebagai perbandingan, negara-negara lain dalam setahun bisa melakukan 10-20 ribu WGS. “Kita ngetesnya kurang banyak karena kita ketahui strain ini masuk dari Saudi Arabia [berasal dari] tenaga migran yang masuk di bulan Januari [2021]. Jadi sebenarnya sudah cukup lama masuknya,” kata Budi.

Jika penyebaran B117 ini tak terbendung, maka bukan tidak mungkin pula dapat terjadi mutasi baru seperti halnya yang menjadi varian B.1351 di Afrika Selatan yang mengakibatkan pandemi gelombang kedua dan B.1.128 yang mengakibatkan penularan gelombang kedua di Brasil.

“Selama varian terus menyebar, potensi mutasi selalu ada. Mutasi terus berjalan karena memang marwahnya virus RNA adalah bermutasi,” kata peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium COVID-19 Genomics UK Riza Arief Putranto kepada reporter Tirto, Kamis (4/3/2021).

Menkes Budi mengatakan setelah varian baru ini ditemukan otoritas kesehatan terus meningkatkan kuantitas pemeriksaan WGS. Sejak Januari, Kemenkes telah bekerja sama dengan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Indonesia (Kemenristek/Brin) untuk mengintegrasikan 15 laboratorium. Hasilnya kini pemeriksaan WGS meningkat menjadi 547.

Selain itu ia juga mengatakan respons lain untuk membendung varian B117 tetap sama, yakni dengan memaksimalkan 3T dan 5M.

Baca juga artikel terkait VARIAN BARU COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino