Menuju konten utama

Potensi Konflik Kepentingan Kejaksaan dalam Penuntasan Mafia Bola

Berkas kasus pengaturan skor ditangani oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rachmad, yang saat ini bergabung dalam komite PSSI.

Pelaksana Tugas Ketua Umum PSSI Djoko Driyono (kanan) bersama Wakil Ketua Umum PSSI Iwan Budianto (kiri) menyampaikan keterangan pers sesusai penutupan Kongres PSSI 2019 di Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1/2019). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/pd.

tirto.id - Satuan Tugas Anti Mafia Sepak Bola Polri telah menetapkan 15 tersangka kasus pengaturan pertandingan sepakbola di Liga Indonesia. Satgas juga telah melimpahkan lima berkas perkara untuk enam tersangka, yang saat ini masih dievaluasi oleh Jaksa Peneliti sekaligus Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Hasil penelitian berkas perkara ini nantinya dituangkan dalam bentuk surat petunjuk memuat pendapat hukum jaksa, apakah menyerahkan kembali ke polisi untuk melengkapinya atau berkas dinyatakan lengkap sehingga bisa diteruskan ke proses pengadilan.

Jika yang terjadi adalah opsi pertama, berkas perkara kasus ini masih mungkin bolak-balik antara jaksa peneliti dan penyidik polisi.

Di pengadilan, jaksa berwenang menuntut pelaku pengaturan pertandingan sepakbola secara maksimal atau sebaliknya. Selain itu, dalam persidangan, jaksa perlu membuktikan tindak pidana para terdakwa pengaturan pertandingan Liga Indonesia.

Singkat kata, peran jaksa sangat krusial untuk membongkar kasus-kasus mafia sepakbola Liga Indonesia.

Karena kasus pengaturan skor ini masuk pidana umum, seluruh rangkaian pra-penuntutan hingga penuntutan dilakukan oleh tim Jaksa Penuntut Umum, yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), saat ini dijabat oleh Noor Rachmad. Tugasnya dibantu oleh Daru Tri Sadono, Koordinator Jampidum.

Masalahnya, pada saat yang sama, Noor Rachmad dan Daru Tri Sadono diangkat sebagai penasihat dan anggota Komite Adhoc Integritas PSSI.

Komite itu dibentuk PSSI pada 21 Januari 2019 untuk mengatasi problem-problem pengaturan skor di Indonesia, yang baru mengadakan rapat perdana pada 13 Februari. Sementara Satgas Anti Mafia Bola dibentuk pada 21 Desember 2018 dan telah berhasil menindaklanjuti berbagai laporan dan temuan untuk membongkar praktik curang dalam sepakbola Indonesia.

Kehadiran dua pejabat Kejaksaan Agung ini berpotensi memunculkan konflik kepentingan dalam menangani kasus pengaturan pertandingan sepakbola di Liga Indonesia, terutama karena Noor Rachmad dan Daru Tri Sadono ada dalam bidang pidana umum yang akan menangani berkas-berkas kasus mafia bola.

Kekhawatiran ini merujuk keterangan Ketua Komite Adhoc Ahmad Riyadh. Kepada media di Senayan, Jumat (1/2/2019), ia menyebut perlu relasi antara PSSI dan Kejaksaan Agung.

"Sebagian ada yang memerlukan tindakan administratif, surat-menyurat antara PSSI dan Kejaksaan Agung atau personelnya. Ini dalam rangka membantu PSSI menjaga, baik sekarang dan yang akan datang, dan yang kemarin, mengenai integritas," ujar Riyadh.

Tidak terlalu jelas apa yang dimaksud "tindakan administratif" atau "surat-menyurat antara PSSI dan Kejaksaan Agung dan personelnya" itu. Terlebih selama ini memang tak ada kewenangan atau pekerjaan Kejaksaan Agung yang bersinggungan dengan PSSI.

Anggota Komisi Kejaksaan Ferdinand Andi Lolo berjanji mengawasi potensi konflik kepentingan ini. Komisi Kejaksaan juga akan berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pengawasan.

"Komisi Kejaksaan juga melakukan pengawasan walau tidak bisa masuk ke dalam teknis, kecuali memang ada laporan mengenai penyalahgunaan kekuasaan atau menggunakan pengaruh secara tidak benar," katanya.

Lolo memandang Kejaksaan Agung harus bisa melihat isu pengaturan skor sebagai perkara besar karena diperhatikan oleh rakyat Indonesia.

"Karena rakyat kita sangat mencintai bola. Kejaksaan Agung pasti berpikir dua kali untuk bermain-main dalam perkara ini," katanya kepada reporter Tirto, Kamis (21/2/2019).

Tirto berusaha menghubungi Noor Rachmad untuk meminta komentarnya tapi belum ada respons sampai artikel ini dirilis.

Perkembangan Kasus

Kepolisian telah menetapkan tersangka terhadap Joko Driyono, pelaksana tugas Ketua Umum PSSI, yang diduga berperan dalam kasus pengaturan skor di sejumlah pertandingan sepakbola nasional.

"Dia mengatur jadwal, mengatur perangkat pertandingan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Selasa (19/2/2019).

Meski ada dugaan begitu, penyidik belum bisa menyimpulkan Jokdri--panggilan terkenal Joko Driyono, sebagai orang di balik skandal pengaturan skor.

"[Kesimpulan] harus berdasarkan fakta hukum. Tidak boleh terburu-buru. Asas praduga tidak bersalah harus dijunjung tinggi," jelas Dedi.

Jokdri diduga berupaya menghilangkan sejumlah barang bukti. Ia menyuruh tiga orang mengambil barang bukti dari ruang Komisi Disiplin PSSI di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Ruang itu sudah dipasangi garis polisi. Ketiga orang suruhan Jokdri menerabasnya.

Jaksa Agung Prasetyo menyatakan komitmennya memberantas mafia bola di Indonesia.

"Kalau ditanya komitmen, kami tentu sama dengan Satgas. Kami ingin berusaha memperbaiki iklim olahraga melalui penegakan hukum," kata Prasetyo, Rabu (20/2/2019).

Prasetyo menyebut Kejaksaan sudah menerima lima berkas perkara dari Satgas Anti Mafia Bola. Masing-masing berkas telah diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum berisi lima Jaksa.

"Kami enggak grasak-grusuk," kata Prasetyo. "Kami selalu akan melihat fakta dan bukti sejauh mana derajat kesalahan masing-masing terdakwa ... itu menjadi dasar penuntutan kita."

"Yang pasti, kami akan serius tangani kasus ini supaya bikin jera mereka yang masih coba-coba melakukan atau main-main dengan olahraga," lanjutnya.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGATURAN SKOR atau tulisan lainnya dari Gilang Ramadhan

tirto.id - Hukum
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Zen RS
-->