Menuju konten utama

Potensi Kerugian Negara Akibat Serangan Siber Capai Rp14,2 Triliun

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat serangan siber mencapai Rp14,2 triliun.

Potensi Kerugian Negara Akibat Serangan Siber Capai Rp14,2 Triliun
Ilustrasi Kebocoran Data. foto/Istockphoto

tirto.id - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat serangan siber (scyber security) mencapai Rp14,2 triliun. Hal ini menjadi tantangan besar bagi keamanan siber di berbagai sektor khususnya industri perbankan dan keuangan.

"Kondisi keamanan siber Indonesia ada isu yang perlu kita perhatikan bahwa potensi kerugian ekonomi Indonesia dari dampak serangan siber itu Rp14,2 triliun," ujar Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata BSSN Edit Prima, Jakarta, Senin (3/5/2022).

Ada dua tantangan dihadapi untuk mewujudkan keamanan siber di Indonesia. Pertama peningkatan risiko siber secara signifikan. Kedua, ketidaksiapan industri.

Sebagai contoh, sejak 2020 hingga 2021 berbagai kasus kebocoran data menimpa market place, instansi pemerintah, sektor keuangan, dan data e-Hac. Sebab itu, upaya penguatan ekosistem keamanan siber terus dilakukan pemerintah dengan menyiapkan berbagai regulasi agar bisa menciptakan ekosistem keamanan siber yang efektif.

"BSSN berkoordinasi dengan stakeholder dan kementerian/ lembaga terkait telah mengusung tiga peraturan atau regulasi. Yang pertama, perlindungan infrastruktur informasi vital, ini dalam status menunggu penetapan bapak Presiden. kemudian manajemen krisis siber dan strategi keamanan siber nasional yang dalam proses penyusunan," ungkapnya.

Director of Delivery & Operation Telkomsigma I, Wayan Sukerta menuturkan, digital banking yang terus berkembang dan sudah masuk di era digital banking 4.0 menjadi ancaman serius bagi perbankan jika tidak mengamankan data nasabah dan bank itu sendiri.Tingginya ketergantungan internet, transaksi dan layanan digital jadi salah satu meningkatkan risiko serangan siber.

"Data OJK dan BSSN menyebutkan pada Januari sampai September 2021 ada 920 juta serangan dengan kerugian yang cukup besar. Dari total itu, 21,8 perssn menyerang sektor perbankan dan keuangan. Sementara 58 persen serangan siber menggunakan malware, 11 persen trojan, dan sebagainya," jelas I Wayan.

Oleh sebab itu, pelaku industri perbankan dan keuangan harus meningkatkan dan mengelola keamanan siber secara menyeluruh.

"Dalam digital security saat ini harusnya bank proactive, machine learning, rich (kaya akan kemampuan tools yang banyak), dan masuk secara indepth. Kalau kita hanya berbasis reactive pintu sudah keburu bobol dan melakukan recovery-nya jauh lebih rumit dan berdampak besar pada reputasi risk," ucapnya.

Baca juga artikel terkait BSSN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin