Menuju konten utama

Potensi Alexander-Arnold Menjadi Gelandang Sekelas Steven Gerrard

Trent Alexander-Arnold memang lebih sering diplot jadi bek kanan, tapi dia menyimpan potensi untuk jadi calon gelandang top seperti idolanya, Steven Gerrard.

Potensi Alexander-Arnold Menjadi Gelandang Sekelas Steven Gerrard
Pemain Liverpool, Trent Alexander-Arnold mengeksekusi tendangan bebas dalam pertandingan Liga Primer Inggris melawan Newcastle di stadion Anfield, Inggris, Sabtu, 14 September 2019. Rui Vieira/AP

tirto.id - Jamie Carragher, mantan pemain Liverpool yang kini jadi pandit di BT Sport, melontarkan komentar menarik sebelum pertandingan The Reds melawan Red Star Salzburg pekan lalu. Carragher menyebut fullback kanan Liverpool, Trent Alexander-Arnold punya potensi untuk menjadi seorang gelandang hebat di masa depan.

“Dia barangkali menyentuh bola lebih banyak ketimbang pemain lain [sebagai bek] karena strategi Klopp, tapi aku benar-benar bisa menyaksikan kualitasnya seandainya dipasang sebagai gelandang,” jelasnya.

Carragher punya dasar atas penilaiannya itu. Menurutnya, Arnold terbukti punya visi dan kemampuan mengumpan jempolan. Terbukti musim lalu dia jadi satu-satunya bek sepanjang sejarah EPL yang bisa mencetak 12 assist dalam satu musim.

Kemampuan olah bola Arnold, menurut Carragher juga tidak kalah ciamik ketimbang para pemain tengah lain. Arnold, di matanya bahkan punya potensi untuk bersaing dengan gelandang jenius Manchester City, Kevin De Bruyne suatu saat nanti.

“Anda lihat, dari posisinya De Bruyne bisa melepaskan umpan yang lebih variatif ketimbang Arnold, bukan cuma crossing. Mungkin hal itu juga akan kita lihat [dari Arnold] suatu saat nanti,” tutur Carragher.

Carragher bukan satu-satunya pemerhati sepakbola yang punya gagasan ini. Jurnalis The Guardian, Paul Doyle memiliki pandangan yang tidak beda jauh soal potensi Arnold menjadi gelandang kelas satu. Bukan hanya dilandasi variabel umpan, tapi juga karena kemampuan lain si pemain.

Menurut hitung-hitungannya, dari delapan pekan awal musim ini Arnold telah membuat total 27 tekel. Dari seluruh fullback di EPL, cuma Patrick van Aanholt (Crystal Palace) yang punya rapor lebih baik dari Arnold, yakni 34 tekel. Kemampuan ini, menurut Doyle akan sangat berguna untuk membantu peran gelandang bertahan Liverpool lain, Fabinho.

“Barangkali sekarang satu-satunya kendala Klopp [belum menjadikan Arnold gelandang] adalah karena Liverpool belum punya fullback lain yang bisa dijadikan pengganti Arnold,” tandasnya.

Menjadi Penerus Steven Gerrard

Segala perbincangan mengenai potensi pergeserannya menjadi gelandang, turut memantik Arnold sendiri untuk angkat bicara. Dalam wawancara terbarunya dengan The Independent, penggawa Timnas Inggris tersebut bilang, saat ini dia masih menikmati bermain sebagai bek kanan.

Kendati demikian, Arnold tak menutupi ketertarikannya andai suatu saat pelatihnya, Jurgen Klopp mau menggesernya untuk menjadi gelandang.

“Dalam sepakbola ada banyak posisi, banyak tipe pemain, mungkin dari situ dia [Carragher] berpendapat. Mungkin saja suatu saat hal itu akan terwujud,” kata Arnold.

Ada dua alasan mengapa Arnold membuka peluang dimainkan sebagai gelandang.

Pertama,karena posisi ini memang salah satu pos yang rutin ditempati Arnold saat masih di akademi Liverpool. Sebelum mentas ke skuat utama, secara matematis dia bahkan lebih sering tampil sebagai gelandang tengah ketimbang fullback.

Kedua, gelandang adalah posisi yang ditempati legenda Liverpool, Steven Gerrard. Arnold, yang lahir dan tumbuh sebagai fans Liverpool, adalah pengagum nomor satu Gerrard.

“Aku benar-benar berpatokan pada Gerrard. Semua tentang dia, aku mengaguminya. Aku selalu mempelajari caranya bermain bola dan ingin menjadi sepertinya,” ujar Arnold.

Mereka yang bukan fans Liverpool sekalipun jelas akan tahu bahwa perkataan Arnold bukan bualan. Gol tendangan bebasnya ke gawang Chelsea pada pertandingan EPL, 22 September 2019 lalu membuat semua orang mulai membanding-bandingkan kejeniusan kemampuan bola mati Arnold dengan Gerrard.

“Tidak terlalu penting membanding-bandingkan karena di usia yang muda, saya tidak ada apa-apanya dibanding dia […] Tapi berada di tempat yang sama dengannya [Gerrard], tentu menjadi sebuah kehormatan,” tandas Arnold.

Gagasan Soal Arnold Bukan yang Pertama

Gagasan agar Arnold bertransformasi menjadi gelandang sebenarnya bukan barang baru. Rekan setimnya, Fabinho, pernah mengalami situasi serupa lebih dulu.

Sejak mentas ke level senior, Fabinho mulanya lebih kerap tampil sebagai fullback kanan. Momen yang menandai pergeseran posisi Fabinho terjadi pada tahun 2015 ketika bermain untuk klub Perancis, AS Monaco.

Pelatih Fabinho saat itu, Leonardo Jardim, berjudi dengan menggeser Fabinho karena melihat potensinya sebagai penyapu bola dan pengirim umpan panjang. Dan terbukti hasilnya menjanjikan. Pemain asal Brazil ini menjadi salah satu sosok kunci keberhasilan Monaco menjuarai Liga Perancis 2016.

Saat pelatih Fabinho di Brazil, Tite, menolak melakukan hal yang sama (menjadikan Fabinho sebagai gelandang), Jardim menjadi sosok pertama yang mengkritik kebebalan tersebut.

“Aku tidak akan menempatkan pemain dengan level setinggi itu sebagai bek,” kata Jardim.

Beberapa tahun berselang, Jurgen Klopp menambah telak bukti kebenaran perkataan Jardim. Sejak merekrut Fabinho ke Anfield, Klopp selalu mempercayakan pos gelandang bertahan kepadanya. Dan terbukti, Fabinho tak pernah mengecewakannya.

Musim lalu, saat Fabinho jadi starter dalam 25 laga, Liverpool tak pernah kalah. 21 kali mereka menang dan empat kali imbang.

Seperti dilansir SkySports, Garry Neville dalam salah satu komentarnya menyebut kegemilangan Fabinho, salah satunya adalah karena pengalamannya menjadi seorang fullback yang kerap bermain secara vertikal.

“Kebanyakan holding midfielder bermain dan mengumpan secara horizontal, tapi Fabinho bisa bermain vertikal, itu hal yang unik dari dia,” kata Neville.

Statistik membenarkan pernyataan Neville. SkySports mencatat di EPL musim ini Fabinho telah mencatatkan total 20 umpan vertikal akurat. Di Liverpool angka ini cuma lebih sedikit dari satu orang, dan tentu orang tersebut adalah Trent Alexander-Arnold.

Sebelum kasus pergeseran posisi Fabinho di Monaco, ada satu contoh fullback kanan lain yang sukses setelah digeser jadi gelandang. Dia adalah pemain veteran Jerman dan eks penggawa Bayern Munchen, Philipp Lahm.

Pelatih Bayern saat itu, Pep Guardiola, menggeser Lahm dari bek kanan jadi gelandang karena satu alasan. “Dia bisa memahami pertandingan dengan baik, tidak semua orang bisa,” ujar Guardiola.

Ditempatkan sebagai gelandang bertahan, Lahm melakukan pekerjaan yang menyerupai rutinitas Sergio Busquets di Barcelona. Dia akan menjemput bola ke dalam saat build-up, kemudian mengarahkannya ke jalur yang tepat.

Lahm, mengaku menikmati posisi tersebut. “Semua orang tahu, aku paling senang dimainkan sebagai gelandang,” kata dia seperti dilansir laman resmi Bundseliga.

Kenikmatan itu terbukti punya sumbangsih besar terhadap keberhasilan Bayern, khususnya di kompetisi-kompetisi domestik. Tiga gelar liga domestik sukses diraih Guardiola bersama Lahm.

Gelar domestik, khususnya liga, adalah sesuatu yang saat ini juga sedang diidam-idamkan barisan pendukung Liverpool. Dan menggeser Arnold jadi gelandang—seperti yang dilakukan Guardiola terhadap Lahm—tentu salah satu opsi menjanjikan yang barangkali bisa dijajaki Jurgen Klopp.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Irwan Syambudi