Menuju konten utama

Pose Salam Metal Bupati Purbalingga untuk Sembunyikan Rasa Malu

Pose jari bersimbol salam metal yang dilakukan Bupati Purbalingga, Tasdi di Gedung KPK dianggap pengamat sebagai upaya menahan rasa malu ketika ditangkap oleh KPK.

Pose Salam Metal Bupati Purbalingga untuk Sembunyikan Rasa Malu
Bupati Purbalingga Tasdi (tengah) mengacungkan salam saat tiba di gedung KPK dengan pengawalan tim penyidik KPK di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (5/6/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Bupati Purbalingga, Tasdi terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Senin malam (4/6/2018). Ia tiba di gedung KPK pada Selasa pagi untuk menjalani pemeriksaan.

Ada yang unik dari aksi Tasdi saat menuju gedung KPK, yakni menunjukan simbol metal dengan tangan kanannya kepada kamera. Sontak tindakan tersebut menjadi perbincangan karena tak lazim untuk seorang yang mengalami OTT oleh KPK.

Menanggapi hal tersebut, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan, pose metal yang dilakukan Tasdi untuk menyembunyikan rasa malu.

"Saya kok melihat dia sedang menyembunyikan rasa malu dan takutnya," ucap Dadang kepada Tirto, Selasa (5/6/2018).

Baca: OTT Purbalingga: KPK Tangkap Bupati dan Sejumlah Orang Terkait Suap

Dadang juga mengatakan bahwa tindakan Tasdi sebagai bentuk penggiringan opini kepada publik dan rakyat Purbalingga bahwa dirinya tidak bersalah. Caranya dengan menunjukan kalau dirinya tampak tegar ketika ditangkap KPK.

"Itu juga bisa dilihat oleh publik sebagai ekspresi menolak apa yang dituduhkan publik padanya. Ini zaman demokrasi, sebagai politisi dia harus tampil tegar di depan publik atau konstituennya," ucap Dadang.

Hilangnya Budaya Malu pada Pejabat yang Terjerat Korupsi

Berbeda dengan Dadang, Sosiolog dari Universitas Nasional, Nia Elvina menyatakan tindakan yang dilakukan Bupati Purbalingga membuktikan mulai hilangnya budaya malu di kalangan para pejabat negara dan politisi.

Selain itu, kata Nia, tindakan Tasdi juga membuktikan bahwa partai kehilangan ideologi sehingga para kadernya mudah terjerat korupsi.

"Pemasalahan mendasarnya ada di parpol kita. Parpol kita ini kan sekarang kehilangan haluan atau ideologi," ucap Nia kepada Tirto hari ini.

Nia menambahkan, hal tersebut juga menciptakan para pejabat yang tidak memiliki moralitas tinggi sehingga tidak malu walaupun sudah ditangkap oleh lembaga anti korupsi tersebut.

"Misalnya katakanlah ketika terjerat kasus korupsi, dia sangat malu sehingga tidak mau diliput oleh publik atau wartawan," ucapnya.

Fenomena ini harus segera ditanggulangi karena masyarakat Indonesia masih menganut budaya patron-klien. Menurut Nia, budaya patron-klien akan membuat masyarakat bisa meniru elite.

"Misalnya masyarakat akan menganggap biasa orang yang melakukan tindakan korupsi," ucap Nia.

Dampak lebih besarnya, kata Nia, masyarakat menganggap bahwa tindakan korupsi bukan sebagai perilaku menyimpang sehingga berpotensi membuat tindakan korupsi semakin merajalela.

"Praktik korupsi semakin masif karena akan ada pergeseran nilai, jadi orang melakukan korupsi dan tidak malu ketika ditangkap itu dianggap sebagai hal yang wajar oleh masyarakat," tutup Nia.

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Hukum
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Alexander Haryanto