Menuju konten utama
Advertorial

Pos Indonesia Melawan Disrupsi

Sebagai sebuah keharusan, POSGIRO MOBILE dihadirkan PT Pos Indonesia untuk mempertahankan bisnis sekaligus mendukung strategi nasional dalam meningkatkan Inklusi Keuangan

Pos Indonesia Melawan Disrupsi
Karyawan PT Pos Indonesia menunjukan aplikasi POSGIRO Mobile, Bandung, Jumat (15/3/2019). FOTO/Dok. Pos Indonesia

tirto.id - Dulu, pernah ada suatu masa di mana kehadiran Pak Pos menjadi bagian dari kegembiraan banyak orang. Sedikit bukti: di Inggris, selain diabadikan The Beatles lewat lagu riang Mr. Postman, kehadiran Pat Clifton dan kucingnya dalam serial Postman Pat juga menjadi salah satu tontonan menarik BBC1 sepanjang dua dasawarsa (1981-2002). Sedangkan di Indonesia, peran penting seorang tukang pos tampak dalam potongan lagu Surat Cinta milik Vina Panduwinata. Hari ini kugembira/melangkah di udara/Pak Pos membawa berita/dari yang kudamba...

Namun, itu dulu. Masa-masa demikian berlalu sudah manakala Revolusi 4.0 memaksa semua orang—terutama pelaku bisnis—menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Di era sekarang, barang siapa yang masih berpegang pada cara-cara lama dan menihilkan peran teknologi digital, akan jatuh pada “disrupsi”.

Istilah tersebut diserap dari nomina bahasa Latin "diruptio". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V (KBBI V), disrupsi berarti “hal tercabut dari akarnya”. Dalam konteks bisnis kekinian, disrupsi merujuk pada gangguan yang dialami oleh industri konvensional akibat masuknya industri berbasis digital sehingga struktur pasar berubah. Salah satu perusahaan besar yang mengalami disrupsi adalah PT Pos Indonesia.

“Periode 2000-2008 merupakan masa paling suram dari bisnis PT Pos Indonesia. Bisnis surat pada periode itu menurun drastis. Maraknya layanan pesan singkat (SMS) melalui ponsel dan internet telah menggantikan peran ‘Pak Pos’,” tulis editor Tirto, Suhendra, dalam Akhir Tidur 'Pak Pos' yang Dibangunkan Zaman.

Dalam konteks itulah penyesuaian cara berbisnis mesti dilakukan oleh perusahaan BUMN tersebut. Terlebih, alih-alih para pengirim surat seperti yang terjadi di masa lalu, pengguna jasa pos hari ini justru didominasi oleh para pedagang daring (e-commerce player).

Digitalisasi Layanan

Saat ini, PT Pos Indonesia memiliki dua tulang punggung bisnis, yakni sektor kurir logistik dan jasa keuangan (financial services). Kontribusi sektor kurir logistik untuk PT Pos Indonesia sebesar 60% sedangkan sektor jasa keuangan berkontribusi 35%. Adapun 5% sisanya datang dari sektor lain.

Untuk menunjang bisnis logistik, rak sortir konvensional dikonversi menjadi mesin automatic sorting center (ASC). Dampaknya, dengan menggunakan mesin ASC, penyortiran bisa menghasilkan kurang lebih 3.000 parsel per jam.

Sedangkan untuk meningkatkan layanan jasa keuangan, Pos Indonesia juga meluncurkan POSGIRO MOBILE. Ihwan Sutardiyanta, Direktur Jaringan dan Teknologi PT Pos Indonesia, menyebut produk tersebut hadir untuk menjawab tantangan di era digital yang serba menuntut kemudahan. “Ini sekaligus menjadi upaya perseroan dalam mendukung strategi nasional dalam meningkatkan Inklusi Keuangan di Indonesia,” katanya.

Infografik Advertorial Transformasi Pos Indonesia

Infografik Advertorial Transformasi Pos Indonesia

Maraknya perusahaan financial technology (fintech) di era disrupsi ini, menurut Ihwan, membuat positioning Pos Indonesia terus mengalami tekanan. Kehadiran POSGIRO MOBILE diharapkan membuat Pos Indonesia mampu berkompetisi merebut pasar sektor layanan jasa keuangan. “Jika pertumbuhan pada sektor jasa keuangan sebelumnya tergerus hingga hanya tumbuh 3 persen saja, dengan adanya POSGIRO MOBILE kami optimis pertumbuhannya mencapai 20-25 persen.”

Layanan Giropos, seperti halnya Weselpos, sudah hadir dan melayani masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun lalu. Selain itu, layanan Giropos digunakan juga untuk mendukung program-program pemerintah berupa penyaluran dana ke berbagai wilayah di Indonesia.

“Layanan Giropos ini kemudian didigitalisasi, direvitalisasi dengan menghadirkan teknologi yang setara dengan layanan perbankan. Kami membeli Core Banking System (CBS) untuk backbone layanan ini, di mana dengan teknologi ini, kami akan mengintegrasikan Layanan Keuangan dan Layanan Pos lainnya dalam 1 platform,” papar Ihwan.

POSGIRO MOBILE memberikan kemudahan dalam mengakses layanan keuangan secara mobile kapan saja dan di mana saja, seperti: (1) Layanan Bill Payment: Pembayaran berbagai Tagihan: Listrik, PDAM, Cicilan Motor, Mobil, BPJS, Pembelian pulsa, token atau voucher (kurang lebih 400 biller); (2) Pengiriman Uang melalui layanan Weselpos Instan; (3) Pengelolaan Keuangan melalui Layanan Giropos: menyimpan dana di rekening Giropos; (4) Fasilitas Scan QR Code untuk pembayaran/pembelian via merchant/Micro Payment dengan basis Rekening Giropos.

Kehadiran aplikasi tersebut diharapkan dapat melengkapi jaringan dan titik layanan (Point of Sales) Pos Indonesia dalam bentuk Kantor Pos, Agen Pos, Mobile Postal Service, dan lain-lain, yang tersebar di kira-kira 58.700 titik di seluruh Indonesia.

Sementara bagi Deputi Perlindungan BNP2TKI Anjar Prihanto, keberadaan POSGIRO MOBILE akan berdampak baik bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bekerja di luar negeri. Terlebih, berdasarkan data Bank Dunia, pada 2017, transaksi remittance atau pengiriman uang dari TKI di luar negeri ke Indonesia mencapai US$8,7 miliar atau sekitar Rp120 triliun. Menurut Anjar, potensi remittance Indonesia adalah termasuk yang terbesar di dunia.

“Ini merupakan potensi yang luar biasa. Dari sisi ekonomi juga merupakan direct consumption yang akhirnya akan bisa mendongkrak perekonomian di daerah-daerah,” kata Anjar.

Baca juga artikel terkait POS INDONESIA atau tulisan lainnya dari Advertorial

tirto.id - Bisnis
Penulis: Advertorial
Editor: Advertorial