Menuju konten utama

Ponsel Refurbished, antara Iming-Iming Harga Murah & Risiko Buntung

Ponsel daur ulang dan bekas pajangan dilepas ke pasar dengan strategi diskon hingga 90 persen. Bagaimana konsumen bersikap?

Ponsel Refurbished, antara Iming-Iming Harga Murah & Risiko Buntung
Pagelaran Indocomtech 2018 di JCC akan berlangsung hingga 4 November 2018 dari pukul 10.00 WIB sampai dengan 21.00 WIB. tirto.id/Ringkang Gumiwang

tirto.id - Apa yang Anda bayangkan saat ada produk gawai lansiran anyar diobral dengan harga sangat miring? Gelaran Indocomtech 2018 yang sudah berakhir sejak Minggu (4/11) sempat menjajakan produk-produk gadget dengan diskon hingga 90 persen.

Papan iklan besar bertuliskan ‘Super Sale Discount Hingga 90 Persen’ cukup membetot perhatian pengunjung di arena JCC, Jakarta. Antrean pun tak bisa dihindari. Amel, 23 tahun, warga asal Bekasi rela mengantre untuk mendapatkan iPad R2 seharga Rp2,99 juta. Ia harus menebus dengan mengantre kurang lebih 2,5 jam.

“Enggak masalah [lama ngantre]. Yang penting dapat iPad R2 dengan harga murah. iPad R2 itu harga normalnya itu bisa sampai Rp6 jutaan. Nah, saya dapat diskon setengahnya,” kata Amel kepada Tirto.

Namun, Amel sedikit mengganjal di pikiran. Gawai yang dibeli tidak disertai dengan garansi. Ini karena iPad R2 yang dibelinya adalah barang EoL (end of life) atau barang yang masa garansi sudah habis. Selain barang EoL, barang cuci gudang yang umumnya bekas pajangan dan bekas perbaikan alias refurbished maupun rekondisi.

Akibat kondisi yang bukan lagi baru, ponsel dengan jenama papan atas seperti Samsung Galaxy A3 (2017) dijual hanya Rp1,49 juta, harga normalnya Rp3,99 juta. Samsung Galaxy A5 (2017), harganya Rp4,59 juta hanya dijual Rp2,19 juta. Samsung Galaxy Note FE (2017) dijual lebih miring dari seharusnya Rp7,99 juta tapi dibanderol jadi hanya Rp5,9 juta. Samsung Galaxy Note 8, harga dibanderol hanya Rp8,99 juta dari sebelumnya Rp12,9 juta.

Harga iPhone 6 (64 GB) dipatok hanya Rp3,49 juta dari seharusnya Rp9,49 juta. iPhone 6s dipatok Rp5,99 juta turun 19 persen dari sebelumnya Rp7,39 juta. iPhone 7 (128 GB) dipatok hanya Rp7,69 juta dari harga normal Rp12,29 juta. iPhone X (64 GB), hanya sempat dijual Rp13,49 juta, padahal harga di pasar umum Rp17,9 juta.

Risiko Ditanggung Konsumen

Harga murah kerap menjadi daya tarik yang kuat bagi konsumen saat membeli ponsel bekas. Apalagi jika barang yang hendak dibeli, adalah barang dengan merek ternama, dan keluaran terbaru. Namun, harga murah tentunya memiliki sejumlah risiko.

Dari ketiga barang yang dijual saat cuci gudang, ponsel bekas perbaikan atau rekondisi menjadi yang paling berisiko, terutama dari sisi kualitas. Alasannya sederhana, "penyakit" lama dari ponsel rekondisi sewaktu-waktu bisa kambuh. Sedangkan untuk ponsel bekas pajangan, risikonya lebih rendah dibandingkan ponsel bekas perbaikan atau rekondisi. Risiko adalah kondisi fisik yang sudah tak mulus 100 persen.

Sedangkan gadget bekas EoL bisa menjadi barang dengan risiko paling rendah. Barang EOL umumnya masih berkualitas baik karena masih disegel. Namun, barang EOL umumnya lansiran lama, sehingga kurang cocok bagi pembeli yang selalu update dengan gawai. Ketiga jenis barang bekas tersebut tidak memiliki garansi sesuai dengan aturan prinsipal atau pemilik dari masing-masing jenama.

“Namun yang pasti, kami menjual barang yang masih (bisa) digunakan. Kami enggak jual barang rongsokan. Untuk itu, pembeli harus cek sebelum membeli,” kata Amelia Allen, Sekretaris Perusahaan PT Erajaya Swasembada kepada Tirto.

Penjual gawai seperti Erajaya tentu akan menjamin barang rekondisi atau bekasnya bisa digunakan. Erajaya salah satu penjaja barang diskon dalam gelaran "Super Sale Discount Hingga 90 Persen" lalu. Namun, sebagai konsumen harus tetap jeli, yang paling utama memastikan bahwa ponsel yang dibeli dalam kondisi bisa beroperasi, sinyal aktif, suara speaker terdengar, bisa di-charger, kamera ponsel aktif dan lain sebagainya.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga mengingatkan risiko membeli ponsel bekas ditanggung sepenuhnya oleh konsumen, bukan distributor. “Tidak jadi soal (menjual ponsel bekas) asalkan penjual itu memberikan keterangan sebenar-benarnya. Yang salah itu, jika ponsel bekas diklaim sebagai ponsel baru,” Wakil Ketua YLKI Sudaryatmo kepada Tirto.

Infografik Handphone bekas

Pasar Ponsel Bekas Masih Diminati

Ponsel bekas yang dijual distributor resmi atau pedagang umum lainnya memang punya kelebihan harga yang terjangkau sehingga konsumen tertentu masih mencarinya. Menurut data Counterpoint’s Refurbished Smartphone, jumlah permintaan ponsel bekas kategori refurbished di pasar global tumbuh 13 persen menjadi 140 juta unit pada 2017. Menariknya, pertumbuhan permintaan ponsel baru hanya tumbuh 3 persen pada periode yang sama.

Barang refurbished adalah sisa unit smartphone yang belum terjual, lalu dikumpulkan untuk diremajakan atau diperbaiki, dan kemudian dijual lagi di pasaran. Kelebihan dari barang refurbished ini adalah harganya yang murah.

“Rendahnya pertumbuhan ponsel baru salah satunya yang menyebabkan pertumbuhan ponsel refurbished meningkat 13 persen,” kata Direktur Riset dari Counterpoint Technology Market Research Tom Kang.

Menurut Counterpoint, inovasi yang lamban membuat ponsel yang diluncurkan pada dua tahun lalu masih bisa bersaing dengan ponsel baru dari sisi desain maupun fitur. Apple dan Samsung menjadi merek yang mendominasi pasar ponsel refurbished. Kedua merek tersebut menyumbang sekitar 75 persen dari pasar refurbished, di mana Apple sebagai pemimpinnya.

Bagi sebagian orang membeli ponsel bekas dalam kondisi refurbished, bukan masalah. Adanya keinginan membeli ponsel keluaran terbaru dengan harga miring dan fitur lengkap tak bisa diabaikan oleh pebisnis. Namun, konsumen tentu juga tak abai dan jeli saat memutuskan membeli barang bukan baru, meski itu dijual oleh distributor resmi.

Baca juga artikel terkait INDOCOMTECH 2018 atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra