Menuju konten utama

Ponpes Tak Mau Bantuan dalam RUU Pesantren Ganggu Kemandirian

Menurut Roziki, RUU Pesantren harus mengakomodir sumber pendanaan yang berasal dari APBN ataupun APBD.

Ponpes Tak Mau Bantuan dalam RUU Pesantren Ganggu Kemandirian
Sejumlah santri beraktivitas di kompleks rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Pondok Pesantren Syubbanul Wathon Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (28/2/2019). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/foc.

tirto.id - Komisi VIII DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan perwakilan pesantren dari beberapa daerah di Indonesia. Mereka diundang untuk memberikan usulan ataupun harapan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Agama yang sedang dibahas DPR RI.

Dalam rapat yang hanya sedikit dihadiri anggota Komisi VIII DPR RI itu, para perwakilan pesantren berharap RUU Pesantren dan Pendidikan Agama bisa menjadikan derajat pesantren lebih baik lagi dari sekarang. Melalui RUU ini, pemerintah diharapkan bisa menjamin independensi dan otonomi pesantren.

"Kalau dulu sebelum ada RUU kami ni merdeka dalam menentukan ciri khas pesantren, kurikulum dan seterusnya maka adanya RUU ini kami mengharapkan justru dilindungi dan selalu diperkuat keberadaan-keberadaan pesantren," jelas Ahmad Roziki, perwakilan ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2019).

Menurut Roziki, RUU Pesantren ini juga harus mengakomodir sumber pendanaan yang berasal dari APBN ataupun APBD. Menurut Roziki, besaran dananya harus sama seperti lembaga pendidikan nasional lainnya.

Sebab, kata Roziki, dana pesantren tak boleh rendah dari lembaga pendidikan nasional karena pesantren telah banyak melahirkan tokoh-tokoh besar.

"Sehingga keberlanjutannya adalah pesantren ini berhak mendapatkan 20 persen dana pendidikan itu. Atau kalau mau dinaikkan ya monggo ya, cuma intinya dia di kedudukan yang sama dengan pendidikan yang lain," ucapnya.

Ia mengatakan, selama ini anggaran pesantren berasal dari Kementerian Agama (Kemenag), namun masih belum signifikan. Untuk itulah, ia menuntut agar RUU Pesantren ini memperjelas soal pendanaan, mulai dari alokasi anggarannya dan sumber pendanaannya.

"Jadi bahasanya di RUU itu pemerintah akan memasok dalam pendanaan semampunya. Lah ini yang kami tanda kutip, bahasa semampunya itu memberi hak porsi yang sama, atau di bawah dari lembaga pendidikan yang sudah ada," jelasnya.

Tak jauh berbeda, perwakilan Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Agus Budiman berharap RUU Pesantren ini tak boleh mengganggu ciri khas kemandirian yang selama ini dimiliki pesantren.

"Kalau dapat bantuan harus ini-itu, nah ini ternyata kan malah menghilangkan kemandirian kekhasan pesantren. '[Pesantren] sampeyan tak bantu tapi ubahlah kurikulum begini', ini namanya kehadiran yang mengganggu," kata Agus.

Menurut dia, bantuan-bantuan yang akan digelontorkan pemerintah tak boleh disertai dengan banyak syarat yang justru mengganggu sistem kemandirian yang dimiliki pesantren.

"Jangan sampai kehadiran pemerintah di pesantren itu maunya membantu tapi justru melemahkan pesantren," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait RUU PESANTREN atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Alexander Haryanto