Menuju konten utama

Polri Sebut Satu Korban Tusuk di Fakfak, Papua Sedang Dirawat

Masyarakat Papua marah lantaran mahasiswa asal Papua di Surabaya mendapatkan perlakuan diskriminatif ketika pengepungan asrama mereka, Sabtu (16/8).

Polri Sebut Satu Korban Tusuk di Fakfak, Papua Sedang Dirawat
Warga melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kabupaten Nabire, Papua, Kamis (22/8/2019). ANTARA FOTO/Arys/wpa/hp.

tirto.id - Polri membenarkan ada satu korban tusuk di Fakfak, Papua Barat. Peristiwa itu terjadi dalam aksi massa yang menolak adanya tindakan rasisme dan diskriminasi warga Papua.

"Ya, dan saat ini sedang dalam perawatan intensif kedokteran," ucap Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Kamis (22/8/2019).

Namun, Asep memastikan bahwa aksi yang berlangsung di Papua dan Papua Barat tidak menyebabkan adanya korban meninggal. Saat ini polisi masih mencatat kerugian akibat aksi itu.

"Sampai hari ini korban meninggal dunia tidak ada. Kalau infrastruktur ada beberapa yang rusak seperti bangunan kompleks pasar dan juga beberapa kompleks pemerintah," lanjut dia.

Hingga kini, ada 12 Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau sekitar 1.200 personel Polri di Papua yang diterjunkan usai aksi pecah Senin (19/8) lalu. Masyarakat Papua marah lantaran mahasiswa asal Papua di Surabaya mendapatkan perlakuan diskriminatif ketika pengepungan asrama mereka, Sabtu (16/8).

Para pelajar itu dicaci, dilabeli 'monyet' oleh ormas dan aparat, mereka diminta keluar dari asrama untuk bertanggung jawab karena dituduh merusak tiang yang terpasang bendera merah-putih.

43 mahasiswa digelandang ke Mapolres Surabaya untuk diperiksa terkait dugaan perusakan tiang bendera itu. Pada Sabtu (17/8) tengah malam, mereka dibebaskan karena tidak cukup bukti. Peristiwa itu memicu kekesalan masyarakat di Papua dan Papua Barat.

Di Jayapura, lautan manusia berdemo jalan kaki sepanjang 18 kilometer dari Waena, pusat keramaian di kota itu, menuju kantor gubernur; menuntut rasialisme terhadap orang Papua harus dihentikan.

Gubernur Papua Lukas Enembe bahkan tegas berkata bahwa "kami bukan bangsa monyet, kami manusia."

Di Manokwari, situasinya lebih panas. Gedung parlemen daerah dibakar. Pohon di tepi jalan ditebang. Ban dibakar. Melumpuhkan aktivitas dan mobilitas warga.

Di Sorong, sebuah kota pantai di ujung kepala burung Papua, fasilitas publik seperti bandara dirusak. Mobil-mobil di lahan parkir bandara itu dirusak, Penerbangan lumpuh dalam beberapa jam. Jalan raya turut lumpuh.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto