Menuju konten utama

Polri Respons RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Masuk Prolegnas 2019

Polri memberi tanggapan perihal RUU Keamanan dan Ketahanan (Kamtan) Siber yang direncanakn masuk dalam Prolegnas 2019.

Polri Respons RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Masuk Prolegnas 2019
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (kiri) saat menyampaikan keterangan pers terkait perkembangan terkini kasus penyebaran ujaran kebencian dan berita bohong (hoaks) di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (28/5/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

tirto.id - Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan (RUU Kamtan) Siber masuk menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019, tapi pembagian wewenang dan fungsi antarlembaga belum jelas.

Hal itu dilontarkan oleh Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar. Polri pun merespons hal tersebut.

"Penegakan hukum lini sektornya adalah polisi, tapi pembagian untuk keamanan dari sisi ketahanan siber itu lini sektornya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)," ucap Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (8/8/2019).

Kemudian untuk menganalisis serangan siber dalam dan luar negeri, BSSN akan bekerja sama dengan Polri. Seperti kalau terjadi ilegal akses, ujar Dedi, maka keduanya akan bergerak dibantu dengan peralatan canggih.

Pihak BSSN pun dapat berperan sebagai saksi ahli sebuah perkara yang sedang ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.

Dedi menyatakan, Korps Bhayangkara tentu akan dilibatkan dalam RUU tersebut.

"Tentu saja dilibatkan, seluruh stakeholder terkait pasti dilibatkan. Nanti ada uji publik juga, biar betul-betul (pasti) sebelum disahkan agar diberlakukan," kata dia.

Undang-undang itu ia nilai telah mempertimbangkan irisan kewenangan dan tanggung jawab dari tiap kementerian dan lembaga.

Sementara itu, dalam perspektif hak asasi manusia, Wahyudi selaku Direktur ELSAM menyebutkan, Kebijakan Keamanan Siber (KKS) yang baik harus menempatkan tiga prioritas, yakni perlindungan terhadap jaringan, perangkat, dan individu. Termasuk adanya distingsi yang tegas antara keamanan siber dan kejahatan siber.

“Permasalahan yang mengemuka, termasuk di Indonesia, adalah pemakaian bergantian antara keamanan dan kejahatan siber sangat tidak tepat. Padahal kedua konsep ini berbeda,” jelas Wahyudi.

Menurut Wahyudi, keamanan siber juga harus menggunakan pendekatan teknis guna mengamankan suatu sistem komputer dari serangan dan kegagalan sistem.

Sedangkan prinsip utama dari kejahatan siber adalah mengkriminalisasi tindakan pengaksesan secara tidak sah ke sistem komputer tertentu, untuk mencegah kerusakan atau perubahan sistem dan data di dalam sistem komputer tersebut.

Baca juga artikel terkait PROLEGNAS 2019 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno