Menuju konten utama

Polri Kerahkan 960 Personel Brimob Berjaga di Sorong dan Manokwari

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan telah ada kesepakatan dari masyarakat bahwa hari ini tidak ada lagi massa turun ke jalan.

Polri Kerahkan 960 Personel Brimob Berjaga di Sorong dan Manokwari
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama.

tirto.id - Pasukan Brimob dari lima Polda dikerahkan untuk pengamanan usai aksi di Papua. Mereka mengantisipasi adanya aksi massa, serta menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah setempat.

"Ada pasukan BKO ke Manokwari dan Sorong Kota. Situasi secara umum sudah kondusif dan kegiatan masyarakat sudah kembali normal," ucap Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo ketika dihubungi Tirto, Rabu (21/8/2019).

Ia menambahkan, telah ada kesepakatan dari masyarakat bahwa hari ini tidak ada lagi massa turun ke jalan. Aparat gabungan TNI dan Polri serta pemda setempat pun membersihkan sisa-sisa aksi. Berikut jumlah personel Brimob yang dikerahkan per hari ini:

BKO ke Manokwari:

190 personel Brimobda Polda Sulawesi Utara;

190 personel Brimobda Polda Maluku;

190 personel Brimobda Polda Sulawesi Tenggara

BKO ke Sorong Kota:

200 personel Brimobda Polda Sulawesi Selatan;

190 personel Brimobda Polda Bali.

Polri juga mendata kerusakan fasilitas publik akibat aksi unjuk rasa yang terjadi di Manokwari dan Sorong, Papua Barat.

Sebelumnya masyarakat setempat turun ke jalan, menolak bentuk diskriminasi apapun terhadap mereka, Senin (19/8/2019).

"Untuk data sementara, di Sorong hampir 15 fasilitas publik mengalami kerusakan. Di Manokwari ada 10 fasilitas publik yang rusak. Semua masih didata," kata Dedi, Selasa (20/8/2019).

Ia tak mengungkapkan secara rinci apa saja fasilitas publik yang rusak lantaran masih didata oleh tim yg berada di lapangan.

Sementara, Peneliti senior Human Rights Watch (HRW) di Indonesia, Andreas Harsono menilai pemerintah harus turun tangan menyelesaikan persoalan rasialisme yang acap kali tersasar pada masyarakat Papua dan diidap oleh masyarakat di luar Pulau Cendrawasih.

“Presiden Jokowi dan kepala-kepala daerah tersebut harus mendidik soal rasialisme bahwa menyebut orang hitam sebagai 'monyet' adalah tidak baik, tidak menghormati orang dengan kulit hitam,” kata Andreas saat dihubungi reporter Tirto.

Persoalan yang mendasar terjadi di Papua ialah rasialisme. Hal ini kemudian menyebabkan pemiskinan terhadap para etnik Papua itu sendiri. Ia sesali lantaran hal tersebut diakui dalam sidang umum PBB.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari