Menuju konten utama

Politikus PAN Desak Menhan dan Panglima TNI Akhiri Polemik

Komisis I DPR RI mendesak Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo segera mengakhiri polemik terkait Permenhan Nomor 28 Tahun 2015 secara baik-baik.

Politikus PAN Desak Menhan dan Panglima TNI Akhiri Polemik
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (kiri) berbincang dengan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kanan) sebelum mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/2/2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais mendesak agar Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo segera menuntaskan polemik terkait Permenhan Nomor 28 Tahun 2015 secara baik-baik.

Polemik keduanya, menurut politikus Partai Amanat Nasional (PAN), itu berpotensi melemahkan sektor pertahanan nasional.

Desakan Hanafi itu berkaitan dengan kekecewaan Gatot, yang merasa kewenangannya sebagai panglima TNI terpreteli oleh penerbitan Permenhan Nomor 28 Tahun 2015. Kekecewaan Gatot ini berbuntut pada kritiknya ke masalah pembelian Helikopter AW-101 jenis angkut untuk TNI Angkatan Udara yang berlangsung tanpa sepengetahuan dia.

“Jadi saya ingin ini tidak berkepanjangan dan menjadi titik lemah pertahanan kita gitu. Sehingga sebaiknya ada cara yang lebih soft ya. Tidak mengumbar ke publik dan diselesaikan secara efektif antara ketiga stakeholder ini, antara Menhan, Panglima TNI, dan juga Komisi I,” ujar Hanafi di Kompleks Parlemen, Senayan pada Selasa (7/2/2017).

Menurut Hanafi inti perdebatan di masalah ini ialah Manteri Ryamizard menganggap Permenhan Nomor 28 Tahun 2015 absah sebagai aturan pemerintah. Sedangkan, Gatot menilai Permenhan itu tak sejalan dengan regulasi di atasnya, yakni UU Nomor 15 tentang TNI.

Perdebatan ini, menurut Hanafi, berujung pada kritik Gatot terhadap pengadaan Helikopter AW-101.

Sementara Ryamizard menganggap pembelian helikopter tersebut sudah sesuai aturan karena melalui Sekretariat Negara.

Menurut Hanafi, permasalahan ada pada tingkat kementerian di pemerintah. Helikopter AW-101, yang dipesan awalnya memang oleh Setneg, dibatalkan oleh Presiden Joko Widodo. Tapi, belakangan pembelian helikopter tersebut tetap berjalan dengan dalih untuk keperluan TNI Angkatan Udara. Menhan dan Panglima TNI sendiri mengaku tidak tahu mengenai pembelian ini.

Ketidakjelasan ini membuat Gatot menyatakan kekecewaan terhadap Permenhan Nomor 28 Tahun 2015 dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI Senin kemarin.

“Artinya Komisi I duduk bersama dengan Panglima, dengan Menhan untuk membenahi ini. Karena terus terang ‘kan selama ini tidak ada masalah. Baru pada periode pak Jokowi ini kemudian masalah ini muncul,” ujar dia.

Ia menjelaskan, dengan adanya Permenhan Nomor 28 Tahun 2015, kewenangan Kemenhan teramat luas. Mulai dari strategi sampai pembelian Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) harus melalui izin Kemenhan. Sementara Panglima TNI, menurut pasal 15 UU TNI, berwenang menentukan pengadaan Alutsista yang dianggap strategis sesuai perencanaan yang sudah disetujui Kemenhan.

Hanafi berpendapat seharusnya masalah ini bisa diselesaikan dengan segera agar tafsiran antara Permenhan dan Undang-Undang, yakni dalam hal kewenangan Panglima TNI, bisa selaras.

Hanafi menilai masalah perdebatan ada pada ketentuan di Permenhan Nomor 28 Tahun 2015 bahwa Kemenhan mempunyai kuasa sebagai pengguna anggaran dan berkuasa menunjuk pengguna anggaran.

“Nah, di sini yang saya kira disconnection (tak nyambung),” paparnya.

Ia menambahkan perdebatan terkait kewenangan pengadaan Alutsista ini bukan satu-satunya masalah.

“Itu baru salah satu contoh saja. Ya contoh yang lain saya kira itu domain eksklusifnya Panglima dan Menhan lah ya. Ya tapi, bahwa problem-problem semacam ini muncul di beberapa tempat, iya. Dan ini terus terang malu lah kita kalau terbuka begitu,” ujarnya.

Sebelumnya, anggota Komisi I DPR RI lainnya, Andreas Pareira juga menyatakan menanti penjelasan Kemenhan terkait Permenhan Nomor 28 Tahun 2015. Ia berharap peraturan ini tidak menimbulkan perbedaan pendapat berkepanjangan.

“Tadi (rapat pada Senin kemarin) minta penjelasan dari Menhan untuk lebih menjelaskan soal itu, tapi mereka belum memiliki bahan yang cukup sehingga kita tunda dalam rapat berikut untuk memberikan penjelasan yang lebih komprehensif. Sehingga kita coba mensinkronkan jangan sampai ini melanggar UU yang menimbulkan friksi,” pungkas Andreas.

Baca juga artikel terkait PENGADAAN ALUTSISTA atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom