Menuju konten utama

Polisi Setop Penyidikan Terduga Otak Pembakaran Rumah di Makassar

Polrestabes Makassar menghentikan pemyidikan terhadap otak pembakaran rumah yang menewaskan satu keluarga di Makassar, karena pelaku tewas bunuh diri di dalam sel.

Polisi Setop Penyidikan Terduga Otak Pembakaran Rumah di Makassar
Ilustrasi bunuh diri. FOTO/Istock

tirto.id - Polrestabes Makassar menghentikan penyidikan terhadap terduga otak pembakaran sebuah rumah yang menewaskan enam anggota keluarga, karena pelaku melakukan bunuh diri.

Rangga alias Akbar Ampuh (32), mendekam di sel isolasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar karena banyak kasus, salah satunya soal pembakaran rumah. Kemarin, sekitar pukul 09.00 WITA, petugas lapas menemukan dia tewas dengan borgol yang menjerat leher, kaki dan tangannya.

“Sesuai dengan Pasal 109 KUHAP, penyidikan kita hentikan karena korban meninggal dunia,” ujar Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Wirdhanto Hadicaksono, ketika dihubungi Tirto, Selasa (23/10/2018).

Pasal 109 KUHAP ayat (2) poin c menyebutkan penyidikan dihentikan demi hukum apabila ada alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu antara lain karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa.

Kepala Lapas Kelas 1 Makassar, Budi Sarwono yang dikonfirmasi, Senin (22/10/2018), mengatakan, terpidana Akbar mempunyai 3 kasus dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang diputuskan Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Pada 3013 lalu, ia pernah ditahan atas kasus pencurian.

“Ada kasus pembunuhan dengan vonis 10 tahun, kemudian ada kasus pencurian dengan kekerasan dengan vonis 1 tahun 4 bulan penjara, dan kasus pencurian dengan hukuman 8 bulan penjara. Jadi kalau ditotal, terpidana Akbar akan bebas pada tahun 2026,” ungkapnya.

Menurut Wirdhanto, Rangga menghabiskan nyawanya karena diduga mendapatkan tekanan psikis. “Ada dugaan almarhum mendapatkan tekanan psikis soal masalah keluarga serta masalah hukum yang ia hadapi. Dia juga sempat curhat kepada rekannya,” jelas Wirdhanto.

Sebelumnya, Rangga pertama kali ditemukan tewas oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Makassar, Irwan, yang hendak membagikan sarapan bagi para tahanan. Setibanya di sel isolasi, ia membangunkan Iwan Lili, rekan satu sel almarhum.

“Ketika mau membangunkan Rangga, ia ditemukan tewas dengan borgol yang melilitnya, seolah gantung diri,” kata Kasat Reskrim Polrestabes Makassar Kompol Wirdhanto Hadicaksono, ketika dihubungi Tirto, Selasa (23/10/2018).

Dalam peristiwa tersebut, Rangga memasang borgol di tangan kirinya, lalu melintasi kepalanya, dan ujung borgol lainnya direkatkan ke kaki kanan. Ia ditemukan tewas dalam keadaan duduk di tangga yang mengarah ke jamban.

Wirdhanto mengatakan jika korban menarik dan menghentakkan borgol, leher bisa patah sehingga menyebabkan kematian. Selain itu, motif bunuh diri diduga karena Rangga merasa mentalnya tertekan akibat kasus yang menjeratnya.

Borgol yang digunakan, lanjut Wirdhanto, bukan borgol tangan seperti umumnya. Tapi borgol khusus tahanan maksimal. “Menurut keterangan kepala lapas, borgol itu memiliki spesifikasi super maximum security,” ucap dia.

“Ada dugaan almarhum mendapatkan tekanan psikis soal masalah keluarga serta masalah hukum yang ia hadapi. Dia juga sempat curhat kepada rekannya,” jelas Wirdhanto. Ada tiga saksi yang telah diperiksa dari kejadian tersebut, yakni Iwan Lili, Irwan, serta kepala keamanan lapas.

Sebelum mendekam di sel isolasi, Rangga dan Iwan Lili ditahan di Polrestabes Makassar untuk kasus pembunuhan.

Baca juga artikel terkait KASUS PEMBAKARAN RUMAH DI MAKASSAR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Yandri Daniel Damaledo