Menuju konten utama

Polisi Seharusnya Isi Formulir Penggunaan Kekuatan Usai Aksi 22 Mei

Amnesty International Indonesia menyatakan anggota Polri seharusnya mengisi formulir penggunaan kekuatan untuk melaporkan tindakan mereka saat menindak massa pada aksi 21-22 Mei 2019.  

Polisi Seharusnya Isi Formulir Penggunaan Kekuatan Usai Aksi 22 Mei
Massa melakukan perlawanan ke aparat di depan kantor Bawaslu di kawasan Thamrin, Jakarta, Selasa (21/5/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pras.

tirto.id - Peneliti Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat menyatakan tindakan aparat kepolisian saat aksi massa terjadi pada 21-22 Mei 2019 di Jakarta bisa dianggap sah jika dilakukan benar-benar sesuai standar operasional prosedur yang berlaku.

Oleh karena itu, Polri harus mengukur akuntabilitas penggunaan kekuatan oleh aparat kepolisian dalam aksi itu, seperti pemakaian gas air mata, tindakan kekerasan terhadap massa hingga penggunaan peluru karet dalam menangani kericuhan massa.

Papang mencontohkan salah satu prosedur yang diatur Polri ialah anggota kepolisian harus mengisi formulir penggunaan kekuatan untuk melaporkan tindakan keras yang dilakukan untuk mengendalikan massa.

“Diwajibkan mengisi Formulir Penggunaan Kekuatan (A): Perlawanan Kendali dan Formulir Penggunaan Kekuatan (B): Anev Pimpinan yang merupakan lampiran dari Perkap Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian,” kata Papang di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat pada Minggu (26/5/2019).

Selain mematuhi standar operasional prosedur, menurut Papang, anggota kepolisian harus menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai nilai utama dan kewajiban konstitusional negara.

Setiap anggota Polri, lanjut Papang, terikat pada standar internal HAM yang diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16/2006 tentang Pengendalian Massa, Perkap Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkap Nomor 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

“Semuanya mengadopsi standar HAM Internasional tentang penggunaan kekuataan dan kode perilaku aparat penegak hukum,” ujar Papang.

Namun, Papang meragukan Polri mengukur akuntabilitas tindakan anggotanya. Ia menduga anggota kepolisian yang bertugas mengamankan aksi massa 21-22 Mei tidak mengisi formulir penggunaan kekuatan.

Kewajiban pengisian formulir penggunaan kekuatan itu diatur dalam pasal 14 ayat 3, 4 dan 5 Perkap Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf d, e dan f Perkap tersebut, tindakan yang perlu dilaporkan dalam formulir itu ialah, mulai dari kekerasan dengan tangan kosong, penggunaan senjata tumpul, gas air mata hingga senjata api.

Dia pun menyoroti adanya dugaan aparat kepolisian menyerang massa yang tidak melakukan tindakan kekerasan.

"Prinsip itu jelas menyatakan tindakan kepolisian yang dibenarkan itu hanya boleh ditujukan untuk mereka yang melakukan kekerasan dan bukan kepada peserta aksi yang tidak melakukan kekerasan," ucap Papang.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom