Menuju konten utama

Polisi Petakan Peran 10 Tersangka Demo Ricuh di Deiyai

Polisi petakan 10 tersangka pada kerusuhan di Deiyai, Papua. Peaku pun merampas senjata aparat.

Polisi Petakan Peran 10 Tersangka Demo Ricuh di Deiyai
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo saat memberikan keterangan pers pengungkapan kasus tindak pidana terorisme di Divhumas Polri, Jakarta, Selasa (23/7/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd.

tirto.id - Polda Papua menetapkan 10 tersangka ihwal demonstrasi di depan Kantor Bupati Deiyai, Deiyai, Papua. Para pelaku diduga merusak, melawan petugas, serta merampas amunisi dan senjata api milik aparat. Polisi pun mulai memetakan peran-peran para tersangka dalam aksi perampasan senjata api dengan pembunuhan satu prajurit TNI.

"Nanti akan dikembangkan secara spesifik peran masing-masing," kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Selasa (3/9/2019).

Saat ini, Para tersangka dijerat dengan pasal berbeda-beda. Polisi kini menjerat para tersangka dengan Pasal 170 KUHP, Pasal 1 Undang-Undang 12 Darurat Tahun 1951, serta Pasal 212 KUHP. Akan tetapi, Dedi tak merinci jumlah tersangka dengan penerapan masing-masing pasal.

Dedi hanya mengatakan, total tersangka konflik Papua berubah menjadi 48 orang. Ke-48 orang tersebut terdiri atas 28 tersangka di Jayapura, 10 tersangka di Timika dan 10 tersangka di Deiyai. Untuk total tersangka kerusuhan di Papua Barat ada 24 orang yakni 7 tersangka di Sorong, 8 tersangka kerusuhan Manokwari dan 9 tersangka di Fakfak.

Sebagai informasi, setidaknya ada tujuh warga sipil yang tewas tertembak dalam aksi demonstrasi tolak rasisme di Deiyai, menurut Yones Douw, ketua departemen keadilan dan perdamaian Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua.

Tujuh warga sipil tersebut masing-masing bernama Alpius Pigai (20 tahun), Derikson Adii (21), Hans Ukago (27), Marinus Ikomouw (35), seorang bermarga Pakege, dan dua korban lain yang masih tertahan di Rumah Sakit Umum Daerah Paniai.

Douw berkata kepada Tirto, peristiwa penembakan terjadi pada Rabu pekan ini, 28 Agustus. Sekitar pukul 7 pagi sampai 11 siang waktu setempat, ribuan massa—Douw menyebut sekitar 3.000-an—yang tergabung dalam Aksi Front Rakyat Anti Rasisme Deiyai berkumpul di lapangan sepakbola Waghete, Deiyai, Papua.

Mereka lantas berjalan kaki menuju kantor bupati. Bupati Deiyai saat itu tak ada. Pada pukul 12.30, mereka melakukan orasi-orasi di halaman kantor. “Sebelum massa tiba, aparat sudah datang duluan," ujar Douw. Pada pukul 2 siang, terjadi penembakan di bagian kaki salah satu demonstran bernama Karel Kotouki, 67 tahun.

Penembakan itu membuat panik dan “membangkitkan emosi massa," ujar Douw. Dampaknya, kantor bupati yang kosong itu dilempari oleh massa. Masyarakat menembakkan panah ke arah aparat keamanan. Sementara aparat keamanan, terdiri dari polisi dan TNI, memecah kerumunan massa dengan menembakkan gas air mata.

Baku serang itu, pada satu keadaan yang menentukan, menyebabkan “tiga warga sipil tewas ditembak di tempat," ujar Douw. Sementara dari pihak aparat keamanan, ada enam personel yang menjadi korban luka panah.

"Satu anggota TNI AD gugur dan lima anggota Polri terluka [akibat] panah," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Hotel Mercure, Jakarta Utara, Rabu lalu (28/8).

Anggota TNI AD yang tewas bernama Sertu Rikson Edi Chandra (38 tahun) dari Kodam II/Sriwijaya. Rikson bertugas di kesatuan Batalyon Kavaleri (Yonkav) 5/Dwi Pangga Ceta (DPC) Karang Endah dan menjabat Komandan Ranpur AVLB Tonhar Kima Yonkav 5/DPC.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Andrian Pratama Taher