Menuju konten utama

Polisi Mabuk Ditagih Bayar, Marah, lalu Tembak Mati TNI & 2 Sipil

Seorang polisi melepaskan timah panas, dan tiga tewas diduga buntut dari penolakan pelaku saat ditagih Rp3 juta oleh pelayan setelah mabuk-mabukan di kafe.

Polisi Mabuk Ditagih Bayar, Marah, lalu Tembak Mati TNI & 2 Sipil
Ilustrasi pembunuhan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Brigadir Kepala Cornelius Siahaan mengamuk dalam kondisi mabuk. Pangkal persoalannya adalah dia enggan membayar tagihan minuman yang jumlahnya mencapai Rp3 juta. Seorang petugas keamanan membantu pelayan untuk menagih tapi gagal. Adu mulut tidak terhindarkan.

Dalam situasi demikian Cornelius mengeluarkan senjata api yang kerap dibawa saat berdinas sebagai anggota buru sergap Polsek Kalideres Jakarta Barat. Ia memuntahkan timah panas ke pelbagai arah. Tiga orang di hadapannya tergeletak dan satu terluka.

Cornelius meninggalkan lokasi dengan berjalan sambil terus menenteng senpi.

Penembakan terjadi di RM Kafe di Jalan Lingkar Luar Barat, Cengkareng, Jakarta Pusat. Kafe yang berubah jadi rumah makan ini telah melanggar protokol kesehatan dua kali sebelum kasus penembakan. Sekali pelanggaran didenda Rp5 juta, pelanggaran kedua disanksi tutup 1x24 jam.

Cornelius berhasil ditangkap pada Kamis (25/2) dini hari. Ia sudah meringkuk dalam tahanan dan menjadi tersangka pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun sebagaimana Pasal 338 KUHP. Sanksi pemecatan juga menanti setelah hukuman berkekuatan tetap.

Gerak cepat polisi yang juga menangkap polisi ini dibarengi dengan permintaan maaf dari Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran. Fadil meminta maaf secara terbuka kepada keluarga korban dan anggota diperintahkan membantu pemakaman.

Satu dari tiga korban tewas adalah anggota TNI, mitra utama Polri.

"Sebagai atasan tersangka, saya menyampaikan permohonan maaf yang setinggi-tingginya kepada masyarakat, kepada keluarga korban, dan kepada TNI AD," kata Fadil, kemarin.

Peristiwa pagi buta itu menewaskan Pratu Martinus Riski Kardo Sinurat yang berasal dari Kostrad TNI AD. Dia memang menyambi keamanan kafe di luar jam tugas. Dialah yang membantu pelayan menagih uang tapi malah ditembak peluru.

Korban meninggal lain adalah pegawai bernama Feri Saut Simanjuntak dan kasir Manik. Sementara korban terluka bernama Hutapea, manajer kafe.

Seperti polisi, TNI pun nampaknya tahu persis kasus ini dapat berujung ke kerusuhan antar aparat sebagaimana yang sering terjadi. Oleh karena itu Kepala Penerangan Kodam Jaya Letkol Inf Herwin memerintahkan prajurit TNI tetap solid, tidak terprovokasi, apalagi membuat-buat isu seputar penembakan.

Demi mencegah terulang kembali kerusuhan, dia bilang TNI dan Polri akan patroli bersama.

Dari sisi Polri, untuk mengantisipasi hal serupa terulang, Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengatakan bakal menginstruksikan seluruh anggota untuk menghindari tempat hiburan malam, mabuk-mabukan, dan menyalahgunakan narkoba.

Sambo sudah dua kali mengultimatum polisi agar tidak menyeleweng. Peringatan pertama ia keluarkan berkaitan dengan kasus eks Kapolsek Astanaanyar, Kompol Yuni Purwanti Kusuma Dewi, yang mengonsumsi narkoba.

Propam juga akan memeriksa ulang prosedur pemakaian senjata api oleh seluruh anggota Polri agar penembakan tidak terulang. Pemeriksaan mencakup tes psikologi, jam terbang latihan menembak, dan profil perilaku anggota.

Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mendesak atasan pelaku ikut diperiksa karena tidak dapat memastikan anak buahnya memakai senpi dengan serta yang berakibat fatal. "Kasus ini bukan konflik TNI-Polri. Siapa saja bisa jadi korban karena ini akibat anggota arogan dan tidak disiplin memakai senpi," kata Bambang.

Sementara Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, mendesak Polri transparan dalam penyidikan "dan memberikan sanksi tegas terhadap anggotanya yang melakukan hal tersebut, apalagi telah menghilangkan nyawa orang."

Pembunuhan dalam kondisi tidak sadar ini telah menambah daftar panjang kekerasan oleh polisi. Polisi menjadi pelaku tindak kekerasan kepada warga pada 921 kasus, termasuk dugaan pelanggaran hak asasi manusia dari 2019 sampai 2020, menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Setahun sebelumnya, polisi juga diduga paling banyak menyiksa orang, kebanyakan untuk mendapat pengakuan pelaku. Sejumlah 52 orang jadi korban.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN POLISI atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino