Menuju konten utama

Polisi Harusnya Lihat Lagi Bukti Lama Perkosaan Anak di Luwu Timur

Dalam kasus dugaan perkosaan 3 anak di Luwu Timur, penyidik mesti memeriksa kembali petunjuk yang pernah ada, bukan meminta bukti baru.

Polisi Harusnya Lihat Lagi Bukti Lama Perkosaan Anak di Luwu Timur
Ilustrasi Penganiayaan. foto/istockphoto

tirto.id - Polri bakal membuka kembali penyelidikan dugaan pemerkosaan tiga anak oleh ayah kandungnya di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, bila ada bukti baru. Bahkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar selaku kuasa hukum Lydia, ibu para korban, dipersilakan jika ingin memberikan petunjuk-petunjuk lainnya.

Namun Direktur LBH Makassar Muhammad Haedir menilai upaya kepolisian yang meminta bukti baru tak tepat.

“Semua bukti-bukti harusnya dicatat, diambil dalam proses penyelidikan. Tidak bisa bukti-bukti diambil bukan dalam penyelidikan, karena ada mekanismenya, ada berita acara,” kata Muhammad Haedir, dalam konferensi pers daring, Selasa (12/10/2021).

Berkaitan dengan bukti baru, sebenarnya ada dua bukti yang harus ditindaklanjuti oleh Polres Luwu Timur yakni asesmen psikologi yang dilakukan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Makassar dan surat rujukan puskesmas ke rumah sakit di Luwu Timur.

Di dalam surat rujukan itu menyebutkan bahwa korban mengalami pelecehan sehingga ada kerusakan pada vagina.

“Bukti ini bisa diambil oleh polisi dalam proses penyelidikan,” jelas Haedir.

Termasuk jika Lydia ingin memvisum tiga anaknya menggunakan tenaga medis independen. Semua hal ini berpilin, bila polisi ingin bukti baru maka segera membuka dan melanjutkan kembali penyelidikan kasus yang menimpa tiga bocah ini.

Direktur LBH APIK Sulawesi Selatan Rosmiati Sain menegaskan bahwa visum adalah kewenangan penyidik, namun bukan berarti bukti-bukti yang pernah diserahkan Lydia dua tahun lalu tidak ditindaklanjuti oleh polisi.

“Pada saat itu [bukti] tidak direspons, tidak jadi bahan pertimbangan saat gelar [perkara]. Sehingga perkara tidak diteruskan karena dianggap tidak cukup bukti,” kata dia.

Penyidik mesti memeriksa kembali petunjuk yang pernah ada, tak cukup membuka kembali perkara, namun wajib meneliti bukti-bukti itu.

Semua ini bermula pada 9 Oktober 2019, Lydia mengadukan peristiwa yang menimpa buah hatinya ke Polres Luwu Timur. Seorang petugas polisi wanita mengantarkan ketiga anaknya ke sebuah puskesmas untuk visum, tanpa pendampingan.

Ketiga bocah dimintai keterangan oleh penyidik berseragam, tanpa didampingi Lydia, nihil penasihat hukum, pekerja sosial ataupun psikolog. Lydia diminta menandatangani berita acara pemeriksaan tapi dilarang membacanya terlebih dulu. Lima hari berselang, Polres Luwu Timur memberitahukan perkembangan hasil penyelidikan, mengabarkan laporannya telah diterima dan akan diselidiki oleh Aipda Kasman.

Lantas ia menyambangi markas kepolisian itu guna menanyakan hasil visum ketiga anaknya, sekaligus, dengan inisiatifnya sendiri, memberikan satu celana dalam berwarna merah muda yang terdapat bercak darah. 18 Oktober, polisi mengabarkan hasil visum dari puskesmas dan menurut seorang penyidik mengklaim “tidak ditemukan apa-apa.” Di hari itu pula penyidik meminta keterangan Lydia tanpa didampingi penasihat hukum.

Lagi-lagi atas inisiatifnya sendiri pada 1 November, Lydia membawa satu celana dalam yang terdapat cairan hijau dan satu celana legging yang terdapat bercak darah ke Polres Luwu Timur. Dua tahun berselang, kepolisian mengklaim penanganan proses hukum mulai dari penerimaan laporan, penyelidikan, perkara ini berjalan sesuai prosedur.

"Hasil pemeriksaan atau visum ketiga anak tersebut tidak ada kelainan dan tidak tampak adanya tanda-tanda kekerasan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, Jumat (8/10/2021).

Baca juga artikel terkait PEMERKOSAAN ANAK DI LUWU TIMUR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto