Menuju konten utama

Polisi dan Pemkab Jember Larang Jurnalis Liput Demonstrasi

Polisi dan Pemerintah Kabupaten Jember berupaya melarang jurnalis untuk meliput demonstrasi mahasiswa Papua di Jember karena dianggap memecah keutuhan NKRI.

Polisi dan Pemkab Jember Larang Jurnalis Liput Demonstrasi
Massa yang tergabung dalam Mahasiswa Papua melakukan aksi di Jalan Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Selasa (27/8/2019). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.

tirto.id - AJI Jember mengecam tindakan aparat kepolisian dan pemerintah Kabupaten Jember yang berupaya melarang jurnalis untuk melakukan peliputan demonstrasi mahasiswa Papua di Jember.

Plt. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember, Mahrus Sholih menceritakan, sehari sebelum adanya aksi mahasiswa, pihak kepolisian Jember meminta kepada jurnalis untuk tidak menyiarkan atau memberitakan aksi tersebut karena dianggap mengancam keutuhan NKRI. Pesan tersebut disampaikan melalui grup WhatsApp.

"Kemudian kami anggota AJI menggelar rapat dan membuat keputusan agar semua anggota AJI meliput aksi tersebut dan tidak mengindahkan kepolisian," ujar Mahrus saat dihubungi Tirto, Kamis (29/8/2019).

Namun sebelum aksi itu berlangsung, pihak kepolisian meminta kepada jurnalis anggota AJI agar tidak meliput kegiatan demonstrasi mahasiswa Papua. Meski telah dijelaskan fungsi pers, polisi tetap melarang dan menyodorkan amplop untuk membungkam jurnalis.

Upaya pelarangan untuk meliput aksi mahasiswa Papua itu juga diungkap oleh jajaran pemerintah Kabupaten Jember saat menggelar konferensi pers gerak jalan "Tanggul-Jember Tradisional" (Tajemtra).

"AJI Jember melihat upaya pelarangan itu sebagai preseden buruk bagi kebebasan pers di Jember dan Indonesia," tutur Mahrus.

Dalam Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999 telah disebutkan bahwa kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia. Aturan tersebut juga mengatur semua pihak untuk tidak melarang jurnalis memberikan informasi kepada publik.

"Karenanya, AJI Jember menyatakan sikap, kepada semua pihak untuk tidak melakukan upaya pearangan kepada wartawan dan media dalam hal pemberitaan, serta tidak ada intervensi kepada wartawan dan media dalam hal pemberitaan," kata Mahrus.

Mahrus pun meminta kepada semua jurnalis dan media untuk patuh kepada kode etik dan tidak melakukan diskriminasi dalam melakukan peliputan, serta mengimbau kepada wartawan dan media untuk menerapkan prinsip jurnalisme damai dalam pemberitaan bernuansa konflik.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Widia Primastika
Penulis: Widia Primastika
Editor: Hendra Friana