Menuju konten utama

Polemik Rute Kereta Jakarta-Cikarang

Pro kontra mengiringi dibukanya rute KRL baru Jakarta-Cikarang.

Polemik Rute Kereta Jakarta-Cikarang
Pekerja menyelesaikan pembangunan peron untuk stasiun kereta rel listrik, di Stasiun Kereta Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2017). ANTARA FOTO/Risky Andrianto

tirto.id - PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) resmi mengoperasikan rute Jakarta-Cikarang, Minggu (8/10/2017). Kehadiran KRL Lintas Cikarang ini mendapat respons positif dari masyarakat pengguna KRL jalur biru (rute Bekasi).

Volume pengguna KRL di Stasiun Bekasi Timur, Tambun, dan Cibitung mencapai lebih dari 5.000 pengguna, sementara di Stasiun Cikarang jumlahnya mencapai lebih dari 8.000 pengguna pada hari pertama beroperasinya rute baru ini. Jumlah tersebut diprediksi bertambah.

"PT KCI memperkirakan jumlah ini akan semakin bertambah per hari Senin ini, mengingat para pengguna yang menggunakan KRL untuk bekerja maupun beraktivitas rutin lainnya akan mulai ikut naik KRL," kata VP Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Eva Chairunisa, dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (9/10/2017).

Eva memprediksi jumlah penumpang akan mencapai dua kali lipat di masa depan. Namun, jumlah tersebut masih tetap lebih sedikit dibandingkan rute Jakarta-Bogor yang mencapai 70 persen dari total penumpang PT KCI.

"Bogor itu paling padat, tapi dia (rute Jakarta-Cikarang) pasti akan meningkat juga," kata Eva.

Data yang diperoleh Tirto, volume rata-rata penumpang KCI mencapai 953.932 penumpang di hari kerja. Sementara di hari libur rata-rata 884.623. Jumlah penumpang tertinggi mencapai 1.065.522 penumpang pada 19 Juni 2017. Sekitar 69,95 persen penumpang KCI merupakan penumpang relasi Bogor/Depok. Posisi kedua di tempati rute Bekasi sebesar 13,46 persen, kemudian diikuti Rute Serpong 11,87 persen dan Tangerang 4,72 persen.

Merasa Beruntung

Sejumlah penumpang menyambut positif kehadiran rute Jakarta-Cikarang. Mereka mengaku bisa beraktivitas lebih mudah dan irit ongkos untuk beraktivitas ke ibu kota.

Dinar (22) merupakan salah satu penumpang KRL rute baru tersebut. Mahasiswa di salah satu universitas di kawasan Jakarta Selatan itu mengaku jarak tempuhnya dari rumah ke kampus jadi jauh lebih dekat. Jarak dari rumahnya ke stasiun kereta juga semakin dekat.

"Sebenarnya sih menguntungkan buat saya karena lebih mempersingkat waktu dari rumah ke stasiunnya," kata Dinar kepada Tirto.

Kini, Dinar tidak perlu berangkat ke Stasiun Bekasi untuk naik kereta. Ia cukup berjalan ke Stasiun Cibitung untuk berangkat ke kampus. Dulu, sebelum ada Stasiun Cibitung, Dinar selalu bangun jam 4 pagi. Jarak tempuh dari rumahnya ke Stasiun Bekasi sekitar 30 menit. Ia pun harus berburu waktu untuk tiba di Stasiun Bekasi sebelum pukul 6 pagi agar tidak terlambat masuk kuliah. Kini, ia bangun jam 5 dan masih bisa sampai kampus sebelum jam 8.

"Aku naik kereta jam 5.52 dari Cibitung, transit di Manggarai jam 7.05, sampai kampus jam 7.30," kata Dinar.

Pengeluaran Dinar juga jauh lebih irit setelah rute baru dioperasikan. Sebelum stasiun Cibitung dibuka, Dinar harus merogoh kocek hingga Rp 31 ribu. Pengeluaran tersebut terdiri dari Rp 4.000 untuk beli tiket Stasiun Bekasi-Stasiun Universitas Pancasila, dan ongkos ojek online Rp 27 ribu. Kini, Dinar hanya perlu Rp 10 untuk sampai kampus. Rp 5.000 untuk ojek online, dan sisanya untuk ongkos kereta.

Hal senada diungkapkan oleh Rani (23). Senada dengan Dinar, ongkos Rani jadi jauh lebih murah. Waktu tempuh pun berkurang drastis.

"Saya harus menempuh perjalanan 11 Km untuk sampai ke Stasiun Bekasi. Sedangkan untuk ke Stasiun Tambun saya hanya butuh 2 Km," kata Rani saat dihubungi Tirto.

Rani, yang sehari-harinya bekerja sebagai karyawan swasta, mengatakan bahwa sejak rute baru ini dibuka, ia tidak lagi mengendarai motor. Sebelumnya Rani berangkat ke Stasiun Bekasi menggunakan sepeda motor dan memarkirkannya di sana. Rani juga tidak lagi perlu bayar ongkos sewa lahan parkir.

Untuk menyambut antusiasme Dinar, Rani, dan ribuan orang penglaju lain, KCI telah menyiapkan berbagai fasilitas. Di seluruh stasiun telah tersedia gate elektronik dan mesin Point of Sales (POS). Petugas, mulai dari passenger service, loket, announcer stasiun, hingga pengamanan juga telah siap siaga di seluruh stasiun lajur baru ini. Khusus di Stasiun Bekasi Timur dan Cikarang PT KCI malah menyediakan layanan pos kesehatan.

Baca juga:

Tidak Sepenuhnya Bahagia

Meskipun jarak tempuh dan ongkos jadi lebih murah, tidak sepenuhnya kehadiran rute Jakarta-Cikarang membawa dampak positif. Dinar bercerita, keadaan KRL blue line jauh lebih berdesakan. Dinar menilai penumpang pada hari pertama ini sangat membludak.

"Parah. [Di Stasiun] Cibitung tadi mau keluar saja nggak bisa. benar-benar parah," keluh Dinar.

Berdasarkan pengamatannya, selain tidak bisa keluar, penumpang juga tidak bisa masuk ke gerbong. Pintu kereta tidak bisa menutup lantaran gerbong kelebihan muatan. Masinis bahkan harus sampai turun untuk mendorong penumpang agar bisa masuk ke gerbong.

Situasi di dalam jauh lebih parah. Penumpang yang duduk pun sampai terjepit oleh penumpang yang berdiri. Dinar menilai, kepadatan gerbong di jalur ini jauh lebih parah ketimbang rute Jakarta-Bogor.

Dinar bercerita, penumpang di Stasiun Cibitung tidak banyak. Penumpang baru membludak ketika kereta memasuki Stasiun Tambun. Di sana, penumpang sudah mulai berdesakan. Jumlahnya semakin meningkat begitu memasuki Stasiun Bekasi. Penumpang terus bertambah hingga sampai Stasiun Jatinegara. "Manggarai baru turun banyak dan itu turunnya juga susah banget," kata Dinar.

Rani juga mengakui hal serupa. Ia yang menaiki kereta 10 gerbong mengatakan, penumpang bahkan sempat membuka jendela karena sesak. Tidak ada sirkulasi udara di dalam gerbong.

Tidak berhenti sampai situ, kereta juga mengalami keterlambatan. Kereta Cikarang seharusnya berangkat pukul 5.42, tetapi baru berangkat pada 5.59.

"Ketika sampai Bekasi ada dua KRL standby, tapi semua orang memilih masuk ke KRL Cikarang dikarenakan keterlambatan jadwal tadi. Sejak dari Bekasi sudah penuh sesak, bahkan saya yang duduk saja bisa terhimpit," kata Rani.

Rani menilai Double-Double Track (DDT) rute Jakarta-Cikarang lebih baik diselesaikan daripada langsung mengaktifkan rute Jakarta-Cikarang. Ia mengingatkan, rute Jakarta-Cikarang masih berbagi dengan kereta daerah sehingga rute perjalanan KRL masih tersendat. Menurut Rani, pengaktifan DDT bisa membuat rute KRL tidak terganggu.

"Tapi balik lagi, pengaktifan jalur sampai Cikarang bisa membuat masyarakat lebih memilih naik moda transportasi umum. Hanya tidak diimbangi dengan fasilitas yang ada sehingga ada kesan ruter ini terlalu dipaksakan untuk launching," kata Rani.

Eva tahu ada sejumlah kendala yang terjadi dari rute baru ini. Ia menerangkan, kepadatan terjadi karena kereta api digunakan di saat bersamaan dan di waktu padat (peak hour). Pihak KCI akan mengantisipasi ini dengan penambahan armada.

"Pelan-pelan akan kita tambah jumlah perjalanannya. Kalau sekarang belum bisa kami maksimalkan karena memang juga masih bergabung dengan kereta api jarak jauh," kata Eva.

Selain itu, pihak KCI juga berencana menambah rangkaian kereta. Kereta yang digunakan saat ini masih menggunakan 8-10 gerbong. Menurut Eva KCI akan menambah gerbong menjadi 12. "Hanya saja untuk saat ini kami masih dengan sistem atau mekanisme yang kami gunakan saat ini. Kebijakannya seperti itu," kata Eva.

Baca juga artikel terkait KERETA API atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Rio Apinino
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti