Menuju konten utama

Polemik Penindakan Lalu Lintas: Tilang Manual Meski Ada ETLE

Tilang elektronik dinilai bagus dan program ini jangan disetop, tapi tetap perlu pembenahan dan efisiensi.

Polemik Penindakan Lalu Lintas: Tilang Manual Meski Ada ETLE
Petugas menunjukkan contoh surat tilang dari sistem tilang elektronik (ETLE) Mobile yang diluncurkan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/12/2022).ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri kembali memberlakukan tilang bersamaan dengan program tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE). Hal ini diungkapkan Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, di gedung DPR, Jakarta, Selasa, 16 Mei 2023.

“Pelanggaran-pelanggaran dilakukan di mana tidak terjangkau kamera ETLE. Sekali lagi, tindakan tilang manual semata-mata untuk meminimalisasi terjadinya kecelakaan lalu lintas, terjadinya pelanggaran,” kata Ramadhan.

Jadwal pemberlakuan tilang manual di tiap daerah berbeda-beda, maka polisi perlu menyosialisasikan hal tersebut. Kemudian, tidak semua ruas jalan dipasang kamera pengawas jalan raya. Inilah yang juga menjadi alasan tilang manual kembali dilakukan.

“Kami mendengar masukan dan saran dari masyarakat dan ahli transportasi bahwa masih diperlukan tilang manual. Kenapa? Untuk menjangkau potensi-potensi pelanggar lalu lintas bersumber jadi kecelakaan," terang Ramadhan.

Bahkan tilang elektronik ia klaim efektif, hanya saja belum semua daerah menerapkan tilang bersistem daring itu. Ramadhan juga bilang adanya kamera bukan untuk mencari kesalahan, tapi demi menekan pelanggaran dan kecelakaan. Hal ini yang merupakan bagian perlindungan masyarakat.

Tugas Polri ialah memelihara kamtibmas, melindungi dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum dalam perlalulintasan; termasuk menindak si pelanggar aturan jalan raya. Penegakan hukum, kata Ramadhan semata-mata wujud kepolisian melindungi publik.

Dalam penerapan ETLE memang masih banyak kendala, seperti anggaran pengiriman surat konfirmasi yang terbatas, mekanisme blokir ETLE yang masih manual, anggaran pengembangan ETLE Korlantas Polri yang belum optimal, maupun SDM ETLE yang terbatas.

Berdasar data kepolisian, dalam penerapan penindakan, per Desember 2022, ada 42.852.990 kendaraan yang tertangkap kamera ETLE, 1.716.453 di antaranya sudah tervalidasi data oleh petugas di balik meja dan sudah diteruskan dalam bentuk pengiriman surat konfirmasi kepada pemilik kendaraan.

Selain itu, terdapat 636.239 data yang sudah terkonfirmasi melakukan pelanggaran. Adapun proses konfirmasi terkendala dengan alamat pemilik kendaraan tidak valid dan tidak ada penelusuran pengiriman surat konfirmasi.

Selanjutnya, dari 636.239 data itu, 268.216 di antaranya terbayar usai pemilik kendaraan terkonfirmasi dan diberikan blanko tilang serta kode bayar. Jika ditemukan ada petugas yang terbukti melakukan pungli, maka akan ditindak berupa sanksi disiplin, sanksi kode etik, hingga sanksi pidana.

Juru Bicara Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti berkata, tilang manual masih diperlukan, karena berdasarkan evaluasi ternyata bila hanya mengandalkan ETLE tidak dapat menjangkau pengawasan dan penegakan hukum di jalan.

“ETLE maupun ETLE mobile jumlahnya masih terbatas. Sehingga banyak terjadi pelanggaran lalu lintas, bahkan kecelakaan lalu lintas,” kata Poengky kepada reporter Tirto, Rabu (17/5/2023).

Untuk menjaga agar penerapan tilang manual tidak disalahgunakan, kata Poengky, maka perlu kerja sama masyarakat untuk mengawasi dan jangan mencoba memberikan tawaran damai berupa uang atau barang kepada polisi lalu lintas.

Kompolnas juga mendorong penggunaan kamera tubuh bagi anggota Polantas yang bertugas di lapangan untuk mencegah pelanggaran.

PEMANTAUAN PELANGGAR LALULINTAS ACEH

Dirlantas Polda Aceh Kombes Pol. Dicky Sondani (kiri) memantau pelanggar lalulintas melalui monitor di ruangan Regional Traffic Management Center Direktorat Lalulintas Polda Aceh, Aceh, Jumat (24/9/2021). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.

Tilang Elektronik Tak Efektif?

Tilang ETLE yang diberlakukan tentun masih uji coba, kata pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto. Ia menilai, masih banyak kendala pelaksanaan akibat kultur masyarakat dan aparat yang belum siap.

“Kultur masyarakat yang permisif pada pelanggaran, menafikan tilang ETLE yang memberi sanksi pada pelanggar secara tidak langsung. Akibatnya tilang tersebut tidak memberi efek jera," ujar Bambang kepada reporter Tirto.

Ditambah ada kendala identitas kendaraan yang tidak sesuai dengan identitas pemilik. Sisi aparat, tilang ETLE juga seolah mengurangi peran mereka dalam melakukan penindakan, sehingga patroli di jalanan yang bisa memberi efek pencegahan juga berkurang, ini mengakibatkan pelanggaran makin marak.

Maka harus ada evaluasi terkait tilang ETLE. Program ETLE harus terus berjalan, tapi operasi di jalanan tetap harus dijalankan, tentu dengan modifikasi menggunakan teknologi digital guna meminimalisasi pelanggaran polisi.

“Dobel tindakan itu tak menjadi masalah bila pengguna jalan raya tertib lalu lintas. Harapannya memang akan memberi efek jera bagi pelanggar," terang Bambang.

Salah satu cara mengantisipasi pelanggaran yang dilakukan oleh Polantas, maka petugas di jalan raya bisa mengenakan kamera tubuh.

Sisi publik, kata Bambang, penggunaan kamera untuk merekam pelanggaran atau pungli yang dilakukan personel bandel bisa terus dilakukan. "Toh sekarang ada aplikasi Propam Presisi untuk mengadukan personel bandel penyalahgunaan kewenangan," lanjut dia.

Teknologi adalah Penunjang

Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyatakan, ETLE untuk di Indonesia, secara umum, perangkat keras atau perangkat lunak pun belum siap. Meski ada ETLE statis dan dinamis. Ditambah anggaran yang masih terbatas.

Ide tilang elektronik memang bagus, program ini jangan setop namun tetap perlu pembenahan dan efisiensi.

“Tapi tetap harus diawasi karena ini juga rawan diselewengkan. Kelemahannya, belum semua daerah sinyalnya bagus, perangkatnya ada. Kamera-kamera (ETLE statis) di daerah untuk memantau lalu lintas kendaraan, belum 'menangkap' (pelanggaran)," ucap dia kepada Tirto, Rabu (17/5/2023).

Kelemahan ini akhirnya membuat tilang manual tetap berlaku. Apalagi ada saja ulah pengendara agar tak ditilang, misalnya dengan menggunakan pelat nomor palsu ketika program ganjil-genap berlaku.

“Tilang manual harus tetap ada. Di negara maju pun tilang manual tetap masih ada. Dalam kondisi tertentu mereka tetap bertindak, tidak semua serba elektronik," tutur Djoko.

ETLE terus ditingkatkan, tapi polisi dan masyarakat juga harus taat peraturan; tidak saling akal-akalan. Perihal ETLE untuk mengurangi potensi pelanggaran yang bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas, Djoko bilang, kamera adalah alat bantu untuk memperjelas peristiwa. Faktor lain yang diperlukan ialah pendidikan lalu lintas.

“Bangsa ini berupaya agar orang tertib di jalan, itu hal mendasar. Tidak bisa kerjaan polisi saja, karena ini menyangkut moral dan etika bangsa. Saya menyorot sisi pendidikan. Pendidikan negara ini mestinya mengajarkan tertib berlalu lintas sejak dini," jelas Djoko.

Seingat Djoko, pada 2016 polisi telah membuat modul untuk pendidikan berlalu lintas, tapi sampai sekarang tak digunakan.

“Ada buku dan modulnya, tapi kalau tidak ada kurikulum pendidikan berlalu lintas, maka itu sia-sia. (Semestinya) ada kurikulum karakter, salah satunya berlalu lintas. Karena berlalu lintas juga menentukan karakter. Bangsa-bangsa yang maju, pasti masyarakatnya tertib berlalu lintas,” kata dia.

Baca juga artikel terkait TILANG ELEKTRONIK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz