Menuju konten utama

Polemik Heru Copot Marullah dari Sekda DKI, Melanggar UU ASN?

Keputusan Heru mencopot Marullah dari sekda DKI menuai polemik. Benarkah langkah Heru melanggar UU ASN?

Polemik Heru Copot Marullah dari Sekda DKI, Melanggar UU ASN?
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan) melantik Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (kiri) di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (17/10/2022). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.

tirto.id - Pencopotan jabatan Marullah Matali sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) DKI oleh Penjabat Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono menuai polemik. Heru pun dihujani kritik atas pencopotan Marullah tersebut.

Heru mengangkat Uus Kuswanto sebagai Pj Sekda DKI. Sementara Marullah Matali dimutasi menjadi Deputi Gubernur Bidang Kebudayaan dan Pariwisata. Uus dan Marullah dilantik di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (2/12/2022).

“Kami mengapresiasi dan berterima kasih kepada Bapak Marullah Matali atas kinerjanya, pengorbanannya, dalam memimpin ASN di DKI Jakarta. Semoga amanah baru ini bisa semakin menyempurnakan pelayanan kita kepada masyarakat," kata Heru.

Surat pengambilan sumpah jabatan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 139/TPA Tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pelantikan ini juga merujuk pada Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.6/8607/SJ, perihal Persetujuan Pengangkatan Penjabat Sekretaris Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, serta Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1174 Tahun 2022 tentang Pengangkatan sebagai Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Heru mengatakan sekda definitif akan ditentukan lewat proses lelang jabatan terbuka atau open bidding. Proses pendaftaran posisi sekda akan dimulai pada Rabu (7/12/2022). Nantinya, nama-nama yang sudah lolos seleksi akan dipilih oleh Presiden Jokowi.

HERU BUDI DILANTIK SEBAGAI PENJABAT GUBERNUR DKI JAKARTA

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (kanan) berjabat tangan dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kedua kanan) disaksikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kedua kiri) dan mantan Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria (kiri) usai dilantik di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (17/10/2022). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.

Diduga Langgar UU ASN

Sontak, langkah Heru tersebut menuai kritik. Anggota DPRD DKI, Mohamad Taufik menilai langkah Heru mencopot Sekda Marullah merupakan tindakan gegabah. Pasalnya, hal itu diduga melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Ini negara punya aturan hukum. Semua kebijakan harus berdasarkan peraturan dan hukum yang berlaku," kata Taufik dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/12/2022).

Anggota DPRD DKI itu menjelaskan, dalam UU ASN khususnya Pasal 116 ayat (1) ditegaskan, bahwa pejabat pembina kepegawaian dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun terhitung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali pejabat pimpinan tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.

“Sekarang Marullah melanggar aturan hukum tidak? Kan, tidak. Jangan seenaknya saja," ucapnya.

Menurut dia, dalam ayat (2) UU ASN juga ditegaskan, penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum dua tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan presiden.

Eks Wakil Ketua DPRD DKI ini mengingatkan Heru bahwa Presiden Jokowi bisa digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI hanya karena mengeluarkan Keppres tanpa melalui kajian matang.

Selain itu, lanjut Taufik, Heru juga menabrak aturan dalam Permendagri Nomor 91 Tahun 2019 tentang Penunjukan Penjabat Sekretaris Daerah. Pasal 2 Permendagri 91/2019 menyatakan bahwa penunjukan penjabat sekretaris daerah dilakukan dalam hal: a. jangka waktu tiga bulan terjadinya kekosongan sekretaris daerah terlampaui; dan b. sekretaris daerah definitif belum ditetapkan.

Karena itu, Taufik menduga pencopotan Marullah dari jabatan Sekda DKI dilakukan hanya berdasarkan pertimbangan politis atau ketidaksukaan Heru. Apalagi, Sekda DKI sekaligus ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang memegang peranan strategis dalam menyusun APBD.

“Pj Gubernur DKI yang terhormat, ikuti UU ASN dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 91 Tahun 2019. Jangan dibiasakan menerjang aturan,” kata dia.

Lebih lanjut, Taufik merasa miris dan sangat prihatin atas terjadinya Sekda DKI dimutasi sebagai deputi. Secara konsekuensi yuridisnya jika secara fakta hukum terbukti, maka SK Pj Gubernur DKI mengandung unsur cacat hukum. Bahkan, keberlakuannya tidak sah dan batal demi hukum.

“Saya sampaikan ini, karena Heru pejabat yang taat aturan dan hukum, bukan seorang pejabat pemberani,” kata dia.

Terkait ini, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) menyebut Penjabat Gubernur Jakarta Heru mencopot atau memutasi Marullah dari Sekda DKI sesuai dengan Surat Edaran Mendagri Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022.

Dalam surat edaran tersebut, Pj Gubernur diperbolehkan memutasi pegawai jika mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

“Sebagaimana tertulis di SE Mendagri di atas," kata Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BKN, Satya Pratama kepada reporter Tirto, Rabu (7/12/2022).

Diduga Malaadministrasi

Direktur Eksekutif Publica, Teguh P Nugroho menyatakan, hal ini bukti dari dampak pemberlakuan Surat Edaran Mendagri Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022 yang memberikan izin kepada Pj atau Plt untuk mutasi pejabat atau ASN di institusinya.

Menurut Teguh, hal itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Pasal 132A ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa Pj Gubernur dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya dan surat edaran sifatnya hanya mengikat secara internal.

Hal tersebut dikarenakan SE Mendagri tidak masuk kedalam jenis dan hierarki perundangan di Indonesia yang berlaku, khususnya sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

“Ada potensi malaadmintrasi yang dilakukan oleh Pj Gubernur DKI dalam mutasi sekda ini karena tidak compliance [patuh] dengan peraturan perundangan yang berlaku," kata Teguh kepada Tirto, Rabu (7/12/2022).

Kepala perwakilan Ombudsman Jakarta 2018-2021 ini menuturkan, ketentuan dalam PP tersebut untuk mencegah terjadinya abuse of power para Penjabat Gubernur yang diangkat Kemendagri dan tidak memiliki legitimasi dari rakyat pemilih.

“Apalagi Heru menjadi Pj Gubernur dalam rentang waktu yang cukup lama yakni dua tahun," ucapnya

Oleh karena itu, ia meminta Ombudsman selaku lembaga pengawas pelayanan publik yang bisa melakukan pembuktian terjadi tidaknya malaadmintrasi harus turun tangan dengan kewenangan mereka untuk melakukan investigasi atas prakarsa sendiri.

Jika terbukti ada malaadmintrasi, maka Ombudsman dapat meminta Pj Gubernur untuk membatalkan keputusannya. Jika menolak, maka sesuai perintah UU, Ombudsman dapat meminta Mendagri Tito Karnavian untuk memberikan sanksi mendidik kembali Pj atau bahkan sampai mengganti Pj.

“Ini penting, jangan sampai pejabat yang dipilih oleh kementerian, memiliki kewenangan sama tinggi dengan yang dipilih masyarakat," tegasnya.

Ia khawatir, semua Pj Gubernur bisa menjadi mesin politik untuk mengganti para pejabat di daerah yang dapat memenangkan kandidat tertentu.

“Pelayanan publik seharusnya tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik,” kata dia.

Selain itu, menurut dia, Mendagri Tito Karnavian juga berpotensi menjadi pihak yang melakukan malaadmintrasi karena mengeluarkan SE Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022 yang memberikan izin kepada Pj atau Plt untuk mutasi pejabat atau ASN di institusinya.

Sama seperti halnya Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang telah dikeluarkan Ombudsman terkait keputusan Mendagri mengangkat Pj yang berasal dari TNI-Polri aktif.

“Kalau Mendagri tidak mengindahkan, ya Ombudsman menyerahkan hasil LAHP-nya ke Presiden dan ke Komisi II DPR sebagai mitra Kementerian Dalam Negeri,” tuturnya.

Sementara itu, Anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI, Abdul Ghoni menilai, Heru sama sekali tidak menghargai putra Betawi karena mencopot jabatan Marullah sebagai Sekda DKI. Ketua Umum Forkabi ini menyatakan, pencopotan Marullah membuat warga Betawi sangat kecewa.

“Saya sebagai putra Betawi dan juga Ketua Umum Forkabi kecewa sama Heru. Heru tidak boleh semena-mena. Harus ada etika. Saya tersinggung,” kata Ghoni melalui keterangan tertulis, Senin (5/12/2022).

Dia menuturkan, sejak Gubernur Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Djarot, hingga Anies Baswedan, Sekda DKI selalu putra daerah, yakni Betawi. “Heru harusnya punya etika dan tata krama. Ini sama saja, Heru tak memiliki etika dan tata krama," tegasnya.

Selain Marullah, Heru juga mencopot empat Direksi PT Jakarta Propertindo (Jakpro), yakni Widi Amanasto dari jabatan direktur utama, Gunung Kartiko dari jabatan direktur bisnis, Muhammad Taufiqurrachman dari jabatan direktur dukungan bisnis, dan Leonardus W Wasono Mihardjo dari jabatan direktur keuangan dan TI; Komisaris PT LRT Jakarta, Tatak Ujiyati; dan Direktur Utama MTT, Mohamad Aprindy.

ANIES BASWEDAN BERTEMU HERU BUDI HARTONO

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) berjabat tangan dengan Kasetpres Heru Budi Hartono (kanan) usai melakukan pertemuan di Balai Kota Jakarta, Rabu (12/10/2022). ANTARA FOTO/ Firdaus Winanto/wpa/wsj.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mengatakan, Heru mencopot Marullah sebagai Sekda DKI dan sejumlah jajarannya memiliki kepentingan politik.

Ia mengatakan Heru ingin menyingkirkan orang-orang mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan di tubuh Pemprov DKI. Tujuannya, untuk mengamankan kepentingan politik Presiden Jokowi pada Pilpres 2024.

“Makanya orang-orang Anies dihabisi yang menjalankan agenda mereka. Jika nanti Anies jadi capres bisa kalah di DKI, maka didegradasi dulu lewat Heru dan orang-orangnya sebagai kepanjangan tangan pusat. Itu politik belakang layar," kata Ujang kepada Tirto, Rabu (7/12/2022).

Heru Minta Jangan Disalahpahami

Menanggapi polemik ini, Heru minta pengangkatan Marullah sebagai Deputi Gubernur Bidang Kebudayaan dan Pariwisata jangan disalahpahami. Ia mengaku membutuhkan peran Marullah untuk menangani sejumlah agenda kegiatan pada 2023.

Heru menyebutkan DKI Jakarta akan menjadi tuan rumah beberapa event besar, termasuk Pekan Olahraga Nasional (PON) 2023. Jakarta juga akan menjadi tuan rumah pertemuan gubernur dan wali kota ASEAN.

“Jadi jangan disalahpahamkan. Saya membutuhkan Pak Marullah dalam skala yang lebih besar," kata Heru di Gedung DPRD DKI, Senin (5/12/2022).

Kemudian peran penting Marullah akan bergantian memimpin rapat koordinasi dengan pemerintah pusat untuk persiapan teknis pertemuan kepala negara ASEAN itu. Mulai dari sarana dan prasarana, tempat pertemuan hingga tempat wisata yang akan dikunjungi dan jamuan makan malam.

“Kalau saya didampingi deputi, sekda dan seluruh jajaran, kami bisa selesaikan,” ucap Heru.

Baca juga artikel terkait SEKDA DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz