Menuju konten utama

Polda Metro Tolak Rehabilitasi Nama 4 Pengamen Korban Salah Tangkap

Polda Metro Jaya menolak merehabilitasi nama baik empat pengamen Cipulir yang menjadi korban salah tangkap.

Polda Metro Tolak Rehabilitasi Nama 4 Pengamen Korban Salah Tangkap
Ilustrasi Tuntutan Korban Salah Tangkap.

tirto.id - Polda Metro Jaya menolak tuntutan yang dimohonkan oleh empat pengamen Cipulir korban salah tangkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Salah satu tuntutan yang ditolak adalah terkait rehabilitasi nama baik.

Kuasa hukum Polda Metro Jaya, AKP Budi Novianto menyatakan kepolisian selaku termohon 1 dalam perkara ini, menolak tuntutan merehabilitasi nama baik empat pengamen tersebut melalui media elektronik dan konvensional.

"Hal tersebut sangat mengada-ngada dan berlebihan karena rehabilitasi nama baik terhadap harkat dan martabat para pemohon telah diatur dalam pasal 97 KUHAP," ujar Budi dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019).

Dia beralasan, berdasar pasal 97 KUHP, rehabilitasi bisa diberikan apabila pengadilan menjatuhkan vonis bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum melalui putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Perintah rehabilitasi, lanjutnya, semestinya dicantumkan dalam putusan bebas tersebut. Akan tetapi, kata dia, tidak ada putusan pengadilan yang memerintahkan kepolisian merehabilitasi nama baik para pemohon.

"Sehingga telah cukup alasan bagi yang mulia hakim yang mengadili dan memutuskan perkara a quo untuk menyatakan bahwa seluruh dalil para pemohon adalah dalil yang tidak benar dan menyatakan menolak seluruh permohonan para pemohon," ujarnya.

Gugatan tersebut dilayangkan oleh empat pengamen, yakni Fikri, Fatahillah, Arga atau Ucok, Pau yang menjadi korban salah tangkap oleh Unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya. Pada 2013, mereka ditangkap dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak di Cipulir, Jakarta Selatan.

Pengacara 4 pengamen Cipulir, Oky Wirata Siagian menyampaikan kliennya ditangkap dan dipaksa mengaku melakukan pembunuhan, serta mendapatkan siksaan dari polisi.

"Dengan bermodalkan pengakuan dan 'skenario' rekayasa hasil penyiksaan, mereka kemudian diajukan ke pengadilan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sehingga harus merasakan dinginnya jeruji penjara sejak masih kanak-kanak," kata Oky.

Meskipun sempat dipenjara, pengadilan akhirnya memutuskan mereka tidak terbukti melakukan pembunuhan. Putusan Mahkamah Agung (MA) Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016 menyatakan 4 pengamen tersebut tidak bersalah.

Baca juga artikel terkait KORBAN SALAH TANGKAP atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom