Menuju konten utama

Polda Metro Jaya Tak Hadiri Sidang Praperadilan Buni Yani

Polda Metro Jaya selaku pihak termohon tidak menghadiri hari kelima sidang praperadilan Buni Yani dengan agenda pembacaan kesimpulan Majelis Hakim, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/12/2016). Buni diketahui ditetapkan sebagai tersangka kasus penyebar kebencian soal suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam video kampanye Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama di Kepulauan Seribu.

Polda Metro Jaya Tak Hadiri Sidang Praperadilan Buni Yani
Tersangka kasus dugaan penyebaran kebencian Buni Yani menunjukkan surat permohonan Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (5/12). Buni Yani mendaftarkan sidang praperadilan terkait penetapan status tersangka oleh pihak Polda Metro Jaya dalam kasus pengunggah Video Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Polda Metro Jaya selaku pihak termohon tidak menghadiri hari kelima sidang praperadilan Buni Yani dengan agenda pembacaan kesimpulan Majelis Hakim, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/12/2016). Buni diketahui ditetapkan sebagai tersangka kasus penyebar kebencian soal suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam video kampanye Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama di Kepulauan Seribu.

Para awak media dan kuasa hukum Buni sudah menunggu lebih dari satu jam dari jadwal sidang praperadilan yang ditetapkan pukul 10.00 WIB, namun Polda Metro Jaya tak kunjung datang. Akhirnya, Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Sutiyono memulai persidangan pada pukul 11.00 WIB dengan hanya menerima kesimpulan dari pihak kuasa hukum Buni.

"Sebenarnya sidang kesimpulan ini tidak wajib," kata Sutiyono saat membuka sidang.

Setelahnya, melalui kuasa hukumnya, pihak Buni pun menyerahkan berkas kesimpulannya setebal 28 halaman kepada hakim, dan sidang langsung ditutup, dan hanya berjalan tak lebih dari setengah jam.

"Dikarenakan termohon tidak hadir Majelis Hakim menerima berkas kesimpulan untuk dipelajari dan akan dilanjutkan dengan agenda putusan," ujar Sutiyono.

Sementara itu pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian dalam pembelaannya tetap menyatakan apa yang dilakukan kliennya merupakan hak dalam berpendapat yang dijamin oleh negara dan undang-undang. Sebab video awal kampanye tersebut diunggah malah oleh akun resmi Pemprov DKI Jakarta sehingga bisa diakses dan dikomentari oleh publik.

“Sudah seharusnya Pak Buni bebas jeratan hukum,” kata Aldwin di PN Jaksel, Senin, (19/12/2016).

Ia meneruskan, caption yang ditulis Buni di akun Facebooknya hanya semacam kutipan, bukan transkrip dari video kampanye Ahok yang memang dapat dikategorikan masuk dalam tindak pidana.

“Ini pendapat pribadi termasuk hak dong apalagi tak menyebut Ahok di sana,” katanya.

Aldwin pun mengulang pernyataan dua orang ahli yang diajukan sebelumnya, dimana dalam pasal 28 ayat 2 yang disangkakan kepada Buni tak ada unsur copy write, dan publik berhak mengakses apa saja.

Sidang akan kembali dilanjutkan pada Rabu (21/12/2016) pukul 14.00 WIB dengan agenda putusan majelis hakim. Pihak Buni sendiri masih optimis akan memenangkan praperadilan, sembari terus berusaha selama seminggu belakangan menyiapkan bahan-bahan praperadilan.

“Tiap hari kuasa hukum kumpul pukul 21.00 WIB bisa sampai pukul 02.00 dini hari.” kata Irfan Iskandar, selaku salah satu tim kuasa hukum Buni.

Baca juga artikel terkait PRAPERADILAN BUNI YANI atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Hukum
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Agung DH