Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

PMI Manufaktur Indonesia Sentuh 51,3 Poin pada Desember 2020

PMI Manufaktur Indonesia per Desember 2020 mengalami kenaikan tipis ke level 51,3 poin atau lebih baik dari November yang mencapai 50,6 poin.

PMI Manufaktur Indonesia Sentuh 51,3 Poin pada Desember 2020
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT. Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.

tirto.id - Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Desember 2020 mengalami kenaikan tipis ke level 51,3 poin. Capaian ini lebih baik dari posisi November 2020 yang mencapai 50,6 poin selama November 2020.

“Data PMI terbaru menunjukkan kenaikan dua bulan berturut-turut pada output dan pesanan baru. Jalan masih panjang mengingat gangguan parah yang disebabkan oleh pandemi COVID-19,” ucap Direktur Ekonomi di IHS Markit Andrew Harker dalam keterangan tertulis, Senin (4/1/2021).

PMI Manufaktur merupakan indikator untuk menentukan kinerja industri manufaktur di Indonesia. Jika angkanya di atas 50, maka perusahaan melakukan ekspansi baik meningkatkan produksi, kapasitas maupun tenaga kerja. Kenaikan PMI juga bisa menjadi indikator ada-tidaknya permintaan yang dapat memengaruhi kinerja manufaktur.

Menurut IHS Markit, perbaikan PMI Manufaktur pada Desember 2020 ini didukung banyaknya pesanan baru yang muncul. Kenaikannya cukup tajam selama 2 bulan terakhir. Meski demikian, pesanan baru yang berasal dari ekspor masih turun tajam.

Kenaikan pesanan baru ini akhirnya mendorong peningkatan output produksi. Aktivitas pembelian bahan baku juga menunjukkan kenaikan seiring meningkatnya jumlah pesanan baru.

IHS Markit mencatat pada Desember 2020 sejumlah perusahaan melaporkan kesulitan pembelian bahan baku. Di sisi lain waktu pengiriman pemasok semakin panjang hingga menyentuh 7 bulan.

Sayangnya peningkatan produksi dan input ini masih belum diikuti peningkatan pada faktor tenaga kerja. IHS Markit justru mencatat tren sebaliknya yaitu adanya pengurangan ketenagakerjaan. Penyebabnya kapasitas produksi sejumlah perusahaan masih tercatat cukup banyak bersisa dan penumpukan pekerjaan juga masih dalam tren berkurang.

“Dari segi yang kurang positif, tingkat kapasitas di sektor tersebut begitu rendah sehingga terjadi penurunan ketenagakerjaan lebih lanjut,” ucap Andrew.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI MANUFAKTUR atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz