Menuju konten utama

PM Matteo Renzi Mundur Setelah Kalah dalam Referendum Italia

Matteo Renzi mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri Italia setelah kalah suara dalam jajak pendapat terkait reformasi konstitusi. Referendum Italia itu mulanya berupaya untuk merombak birokrasi.

PM Matteo Renzi Mundur Setelah Kalah dalam Referendum Italia
Perdana Menteri Italia Matteo Renzi dan Ketua Komite Olimpiade Italia Giovanni Malago tiba untuk menghadiri konferensi pers di Chigi Palace di Roma, Italia, Rabu (12/10). ANTARA FOTO/REUTERS/Tony Gentile.

tirto.id - Perdana Menteri Italia Matteo Renzi menyatakan telah mengundurkan diri setelah menderita kekalahan berat dalam referendum soal rencana untuk mereformasi konstitusi, demikian informasi yang dihimpun dari BBC News, Senin (5/12/2016).

Dalam sebuah konferensi pers larut malam, ia mengatakan ia mengambil tanggung jawab dari hasil referendum ini. Renzi juga menegaskan bahwa kubu “Tidak” yang memenangkan referendum ini harus segera membuat proposal yang jelas.

Sebuah jajak pendapat yang dikeluarkan RAI menunjukkan sebanyak 42 hingga 46 persen memilih untuk melakukan reformasi konstitusi, sementara 54-58 persen menyatakan suara “Tidak”.

Adapun proyeksi awal berdasarkan titik penghitungan resmi menyatakan kekalahan yang lebih luas. Mulanya, suara di posisi “Ya” berkisar 39-43% dan “Tidak” berjumlah sebanyak 57-61%.

"Semoga berhasil untuk kita semua," kata Mr Renzi wartawan. Dia mengatakan akan memberitahu soal pengunduran dirinya saat pertemuan kabinet pada Senin (5/12/2016) sore. Kemudian ia segera mengajukan pengunduran diri kepada Presiden Italia setelah dua setengah tahun menduduki jabatan ini.

Sebelumnya, Renzi berniat mengadakan reformasi yang memangkas birokrasi Italia sehingga dapat membuat negara itu lebih kompetitif.

Pemungutan suara dihelat guna mempertanyakan rencana untuk merampingkan parlemen. Namun, rencana itu justru dilihat secara luas sebagai kesempatan untuk mendaftar ketidakpuasan rakyat terhadap perdana menteri.

Adapun pendukung suara “Tidak” ini didukung oleh pihak populis yang melihat referendum sebagai barometer sentimen antikemapanan di Eropa.

Pemimpin oposisi Matteo Salvini, dari anti-imigran Liga Utara, mengatakan bahwa jika jajak pendapat telah dikonfirmasi, referendum ini akan menjadi "kemenangan rakyat terhadap kekuasaan yang kuat dari tiga-perempat dunia".

Sementara itu, para pemimpin sayap kanan di Eropa segera memberikan reaksinya setelah hasil referendum keluar. Pemimpin Front Nationale di Perancis, Marine Le Pen, menyatakan ucapan selamat untuk Liga Utara.

"Orang Italia telah mengingkari Uni Eropa dan Renzi. Kita harus mendengarkan kehausan ini untuk kebebasan bangsa," tulis Le Pen lewat akun Twitter-nya.

Segera setelah jajak pendapat ini keluar, Euro dilaporkan jatuh terhadap dolar. Kondisi itu pun menimbulkan kekhawatiran atas stabilitas keuangan pada ekonomi zonaeuro terbesar ketiga ini.

Menurut informasi dari BBC, kampanye suara “Tidak” ini telah dipelopori oleh kelompok antikemapanan Gerakan Bintang Lima yang dipimpin oleh Beppe Grillo.

Bersama anti-imigran Liga Utara, pihak populis ini mulanya ingin referendum pada apakah Italia harus menjaga euro.

Keinginan untuk melakukan referendum muncul saat pemungutan suara Brexit di Inggris pada bulan Juni lalu. Hal itu juga bertepatan dengan munculnya anti-imigran Front Nasional di Perancis dan pihak populis di tempat lain. Bahkan terjadi kurang dari sebulan setelah pemilihan Donald Trump di Amerika Serikat.

Sebanyak 50 juta orang Italia memiliki hak untuk memilih dalam referendum dan banyak pemilih sudah muak dengan tahun stagnasi ekonomi.

Baca juga artikel terkait ITALIA atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari