Menuju konten utama
18 Februari 1930

Pluto: Ditemukan Anak Petani, Tak Lagi Diakui Sebagai Planet

Pluto sempat menyandang gelar "planet" selama lebih dari 70 tahun.

Ilustrasi Mozaik Pluto. tirto.id/Deadnauval

tirto.id - Sebelum 1930, tidak ada yang tahu Pluto ada. Tata Surya beranggotakan hanya delapan planet. Bila diurutkan dari yang terdekat ke Matahari, para planet itu yakni Merkurius, Venus, Mars, Bumi, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Tapi, sejak awal abad ke-20, orang-orang yakin ada planet lain setelah Neptunus. Mereka menyebutnya Planet X.

Percival Lowell punya obsesi menemukan Planet X. Pada 1905, pebisnis sekaligus astronom itu memulai pencarian Planet X bersama pegawai observatoriumnya. Lowell membangun observatorium yang terletak di Flagstaff, Arizona, Amerika Serikat ini pada 1894, awalnya untuk mengamati Mars, mencari tahu apa ada alien di planet itu.

Tapi, penyelidikan Lowell menemui jalan buntu. Dia dan timnya tidak menemukan Planet X. Setahun sebelum meninggal pada 1916, Lowell menerbitkan buku berjudul Memoir on a Trans-Neptunian Planet.

Dua puluh dua tahun selepas Lowell tutup usia, sepucuk surat tiba di observatoriumnya. Pengirimnya ialah Clyde Tombaugh, anak petani dari Kansas. Surat itu berisi hasil pengamatan Tombaugh mengenai Mars dan Jupiter.

Tombaugh tidak punya gelar sarjana, hanya lulusan SMA. Tapi, astronomi adalah hobi nomor satunya. Saking tekunnya, Tombaugh membuat teleskop sendiri dari cermin dan perkakas lain yang ia temukan di kebun keluarganya. Dia sengaja kirim gambar amatannya menggunakan teleskop itu agar mendapat masukan dari para astronom observatorium Lowell.

Pengurus observatorium Lowell takjub membaca isi surat Tombaugh. Walhasil, mereka mengajak Tombaugh untuk menjadi pegawai. Kebetulan, mereka juga lagi butuh astronom pemula untuk mengoperasikan teleskop baru: dilengkapi dengan kamera dan keluarannya adalah foto. Jadi, amatan tidak perlu digambar pakai tangan seperti yang Tombaugh lakukan dengan teleskop bikinannya.

Untuk menemukan planet, teleskop diarahkan merekam bagian langit yang sama pada dua hari berbeda. Jika ada bercak putih yang pindah dalam foto amatan langit di dua hari yang berbeda, patut diduga bercak putih itu adalah planet.

Tombaugh tiba di observatorium Lowell awal Januari 1929 setelah menempuh perjalanan dua puluh delapan jam. Jauh dari dari rumah dan bokek. "Hutan pinus kuning [di Flagstaff] amat beda dengan dataran Kansas bagian barat yang gersang. Saya agak kaget dengan itu semua, semua orang asing, 1.000 mil dari rumah, dan tidak cukup uang di dompet saya untuk tiket pulang...," ujar Tombaugh.

Tapi, lama-kelamaan dia kerasan. Kekhawatirannya pun terbayar.

Pada 18 Februari 1930, hari ini delapan puluh delapan tahun lalu, Tombaugh mengamati secara saksama dua lembar foto. Yang pertama diambil pada 23 Januari 1930, sedangkan yang kedua diambil pada 29 Januari 1930. Tombaugh melihat suatu bercak putih kecil berpindah. Setelah dipelajari lebih lanjut, pada 13 Maret 1930, observatorium Lowell mengumumkan bercak putih itu ialah planet.

Melalui sayembara, planet itu dinamakan "Pluto". Nama Pluto ialah usulan seorang perempuan berusia sebelas tahun bernama Venete Burney.

Namun...

Lama gerak Pluto mengelilingi Matahari sekitar 248 tahun Bumi. Mulanya, massa dan ukuran Pluto dianggap mirip Mars. Tapi, pada 1978, astronom James W. Christy menemukan satelit Pluto, Charon. Ukuran Charon hampir separuh Pluto.

Setelah dihitung lebih rinci menggunakan hukum gerak Kepler, massa Pluto ternyata setara massa Bumi dibagi empat ratus. Diameter Pluto pun kurang dari 1.500 mil. Pluto ternyata jauh lebih kecil dari Bulan.

Lalu pada warsa 1990-an, pelbagai objek lain di sekitar Pluto ditemukan. Objek-objek ini dinamakan Sabuk Edgewoth-Kuiper. Ada pula yang menyebutnya Sabuk Kuiper atau Objek trans-Neptunian. Objek itu antara lain Sedna, Orcus, dan Quaoar. Semuanya lebih kecil dari Pluto, tapi berwujud serupa Pluto, terdiri dari banyak es dan batu.

Pada masa ini lah, sejumlah astronom menentang status "planet" yang disandang Pluto. Salah satu dari mereka ialah Brian Marsden, direktur Biro Pusat untuk Telegram Astronomi di IAU.

Marsden punya alasan. Pluto lebih mirip komet daripada planet. Pasang-cabut prediket "planet" untuk sebuah objek di Tata Surya pun bukan hal yang sulit menurut Marsden.

Pada 1801, bongkahan batu besar luar angkasa ditemukan mengelilingi Matahari dengan lintasan di antara Mars dan Jupiter. Objek itu dinamakan Ceres dan ia diberi prediket planet. Tapi, setahun berikutnya, pelbagai objek serupa ditemukan. Status planet Ceres dicabut pada 1802. Ternyata Ceres hanya satu dari apa yang para astronom kategorikan sekarang sebagai Sabuk Asteroid.

"Jika kamu menyebut Pluto sebagai planet, tidak ada alasan bagimu untuk tidak menyebut Ceres sebagai planet," ujar Marsden.

Para pakar planet terus berdebat mengenai status Pluto hingga abad ke-20 berakhir. Lalu, tiga tahun selepas manusia memasuki milenium baru, Michael Brown menemukan Eris, objek di Sabuk Edgewoth-Kuiper yang berukuran lebih besar dari Pluto. Setelah itu, pertanyaan paling menggema di dunia astronomi pada awal abad ke-21 adalah: Layakkah Pluto menyandang gelar planet?

IAU memanfaatkan Sidang Majelis Umumnya yang ke-26 untuk menetapkan pengertian baku planet sekaligus menentukan status Pluto.

Hasil sidang itu menetapkan benda langit di Tata Surya layak disebut planet jika memenuhi tiga syarat. Pertama, ia mengorbit Matahari. Kedua, memiliki massa yang cukup guna menghasilkan gaya gravitasi sendiri. Ketiga, orbitnya tidak memotong orbit benda langit lain.

Selain itu, sidang juga menetapkan pengertian planet kerdil. Pertama, ia adalah benda langit yang mengorbit Matahari. Kedua, ia memiliki massa yang cukup guna menghasilkan gaya gravitasi sendiri. Ketiga, orbitnya memotong orbit benda langit lain.

Sebab orbit Pluto memotong orbit Neptunus, ia kemudian ditetapkan sidang sebagai planet kerdil.

Infografik Mozaik Pluto Riwayatmu Kini

Infografik Mozaik Pluto Riwayatmu Kini

Apa tindak-tanduk Marsden dan IAU yang mengkudeta status planet Pluto bikin kamu sebal? Kalau iya, kamu tidak sendiri. Tidak semua pakar pecinta astronomi di Bumi lega atau senang dengan ketetapan IAU tersebut.

Dalam sidang pun para anggota IAU berdebat sehingga sidang berjalan alot dan membuat keputusan akhir soal pengertian planet dan status Pluto diambil melalui pemungutan suara. Hanya 424 astronom yang hadir dalam hari terakhir sidang tersebut.

Sedangkan bagi Alan Stern, pengertian planet yang ditetapkan IAU mengerikan, ceroboh, dan tidak akan lolos tinjuan sejawat (peer review). Pimpinan peneliti dalam proyek New Horizons (proyek pengiriman roket riset ke Pluto, diluncurkan Januari 2006, tujuh bulan sebelum Sidang Majelis Umum IAU) itu menyampaikan orbit Bumi, Mars, Jupiter, dan Neptunus tidak sepenuhnya tidak memotong orbit objek lainnya.

Bayangkan bila kamu berada di posisi Stern. New Horizons disiapkan bertahun-tahun untuk menjelajahi Pluto, "planet" terluar dalam Tata Surya. Tapi ketika ia sampai di sana, Pluto telah menjadi "planet kerdil".

Setelah 2006, mereka yang merasa janggal dengan pengertian yang dibuat IAU masih kerap bersuara. Mereka mendesak Pluto diberi status sebagai "planet" lagi. Apakah kamu salah satu dari mereka?

Baca juga artikel terkait PLANET PLUTO atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Teknologi
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Nuran Wibisono