Menuju konten utama
Kebijakan Energi

PLTS di Sekolah & yang Harus Dilakukan DKI untuk Transisi Energi

Pemprov DKI diharapkan tidak hanya memasang saja, tapi juga harus mengawal program PLTS di sekolah.

PLTS di Sekolah & yang Harus Dilakukan DKI untuk Transisi Energi
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) SDN 14 Duren Sawit, Jakarta Timur Rabu (15/2/2023). SDN 14 ini merupakan konsep green building yang dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta. (Tirto.id/Riyan Setiawan)

tirto.id - Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berjejer di atas rooftop Sekolah Dasar Negeri (SDN) 14 Duren Sawit, Jakarta Timur. Totalnya 40 kotak, terdiri dari dua bagian. Dengan luas per kotak 1x1 meter.

SDN Duren Sawit 14 terletak di Jalan Madrasah II, RT 009/010, Jakarta Timur. Jarak dari Mall Buaran sekitar 300 meter. Lokasinya juga masih dekat dari Banjir Kanal Timur (BKT).

Siang itu, sekitar pukul 12.00 WIB, Senin (20/2/2023), saya diajak ke rooftop oleh Kepala Sekolah SDN Duren Sawit 14, Muktiati (54) dan Penanggung Jawab PLTS cum Guru Olahraga, Hadi Kurniawan (28). Lokasinya berada di paling atap bangunan tiga lantai itu.

Hadi menjelaskan, PLTS ini bertipe on grid. Istilah untuk menyebut sistem PLTS yang berfungsi untuk mengubah energi dari panas matahari menjadi energi listrik. Biasanya digunakan pada bangunan rumah, kantor, atau pabrik.

“Jadi ini tidak pakai baterai. Bisa digunakan saat ada matahari saja. Kalau nggak ada matahari, kami pakai listrik dari PLN," kata Hadi kepada Tirto di lokasi.

Ia menjelaskan mekanisme PLTS tersebut beroperasi. PLTS menyerap panas dari matahari, lalu disalurkan melalui inverter.

Nantinya panas yang diterima akan diubah menjadi arus listrik searah DC dan oleh inverter diubah menjadi arus bolak-balik AC. Setelahnya baru kemudian disinkronkan dengan arus listrik dari PLN.

Ia juga menunjukkan inverter tersebut kepada saya. Saat itu pukul 12.32 WIB, inverter menerima daya sebesar 4.599 Watt. Pernah juga mencapai 5.000-an Watt lebih bila pancaran panas matahari begitu terik.

Energi panas matahari itu menghasilkan listrik yang kemudian disalurkan ke perabotan yang membutuhkan listrik untuk beroperasi, seperti lampu, kipas angin, AC, hingga lift.

Di SDN Duren Sawit 14 ini, memiliki 12 ruang kelas; satu ruang guru; satu ruang kepala sekolah; satu aula; dan ruangan lainnya sebagai fasilitas penunjang. Total terdapat sekitar 80 lampu yang tersebar di ruang kelas, ruang guru, hingga taman.

Per ruang kelas, memiliki maksimal dua kipas angin, ruangan lainnya menggunakan AC sebagai pendingin ruangan. “Jadi segala sesuatu yang menggunakan tenaga listrik, bisa dialirin pakai energi PLTS ini," ujarnya.

Ia menuturkan, PLTS tersebut merupakan salah satu solusi paling efektif untuk efisiensi biaya listrik karena mampu menghemat pengeluaran bulanan secara signifikan.

PLTS SDN 14 Duren Sawit

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) SDN 14 Duren Sawit, Jakarta Timur Rabu (15/2/2023). SDN 14 ini merupakan konsep green building yang dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta. (Tirto.id/Riyan Setiawan)

Hadi memperlihatkan ringkasan bulanan energi listrik yang dihasilkan dari PLTS melalui aplikasi PLN Mobile dan SEMS Portal. Ia mengatakan jika tanpa PLTS, kebutuhan listrik di sekolahnya bisa mencapai 4204,5 kWh (kilowatt hour).

Namun terhitung September 2022, sejak pertama SDN Duren Sawit 14 menggunakan PLTS, sekolah ini menerima energi matahari yang menghasilkan listrik: September 2022 85,2 kWh; Oktober 2022 117 kWh; November 2022 150 kWh; Desember 2022 62,7 kWh; Januari 2023 152 kWh; dan Februari 2023 200,4 kWh.

Selama enam bulan ini, jika diakumulasi SDN Duren Sawit 14 telah menghemat energi listrik sebanyak 768,5 kWh. Sementara itu, listrik yang digunakan dari PLN sebesar 20.481,1 kWh. Jika tidak menggunakan PLTS, maka total listrik yang digunakan selama enam bulan sebanyak 21249,6 kWh.

"Biasanya kami bayar listrik bisa Rp3 jutaan. Sekarang setelah pakai PLTS jadi Rp2,5 juta," ujarnya.

Ia juga menunjukkan jumlah tagihan listrik pada Januari sebesar Rp2.554.200.

Dalam aplikasi tersebut, juga disebut penggunaan PLTS selama enam bulan itu setara berhasil mengurangi 6,94 ton CO² Refuction, menanam 380 tanaman, dan menghemat penggunaan baru bara 2,81 ton.

Selain untuk menyalurkan energi listrik, Hadi mengatakan, PLTS tersebut juga digunakan sebagai media pembelajaran para siswa. "Pernah mas untuk pembelajaran siswa kelas 4 sampai 6," imbuhnya.

SDN Duren Sawit 14 merupakan salah satu dari empat sekolah yang diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta 2017-2022, Anies Baswedan dengan konsep green building. Yakni tiga sekolah lainnya, SDN Grogol Selatan 09, Jakarta Selatan; SDN Ragunan 08 Pagi, 09 Pagi, 11 Petang, Jakarta Selatan; dan SMAN 96 Jakarta, Jakarta Barat.

Pemprov DKI membangun sekolah tersebut dengan konsep net zero carbon hemat energi saat beroperasi dan sebagian besar kebutuhan energinya dipasok dari sumber energi terbarukan. Sehingga, secara emisi karbon yang dihasilkan sangat minim.

Dalam mengoperasikan itu semua, Hadi mengatakan, Pemprov DKI juga memberikan pelatihan kepada perwakilan guru yang ada di sekolah itu. Dari SDN Duren Sawit 14, Hadi menjadi delegasi sekaligus bertanggung jawab untuk mengelola PLTS di lembaga pendidikan tersebut.

Para guru dari perwakilan sekolah tersebut diberikan pengetahuan mengenai penggunaan fasilitas energi terbarukan seperti PLTS. Mereka dilatih selama tiga hari: satu hari teori, selebihnya praktik langsung mengoperasikan PLTS.

"Saya kan sebelumnya nggak tahu tentang AC dan DC, jadi dipelajari dulu dasarnya, jadi ke lapangan dikasih tahu panel surya, inverter, hingga cara maintenance," ucapnya.

Sejauh ini, ia mengaku tidak ada kendala yang berarti selama mengoperasikan PLTS untuk menyalurkan kebutuhan listrik di SDN Duren Sawit 14. Hanya perlu dibersihkan jika terdapat benda atau kotoran yang menempel di PLTS.

“Karena nanti kalau ada debu atau benda akan menghalangi sinar matahari ke PLTS-nya," tuturnya.

"Selain itu, jika terjadi korsleting atau kebakaran, diimbau agar mematikan panel DC-nya saja. Kalau panel surya ini sih infonya nggak perlu diapa-apain, paling maintenance saja, paling 20 tahun sekali, itu doang, jadi lebih hemat lah," jelas dia.

Kepala Sekolah SDN Duren Sawit 14, Muktiati mengatakan, selain selain PLTS, pihaknya juga memanfaatkan energi terbarukan dari alam.

SDN Duren Sawit 14 menerapkan bangunan terbuka, sehingga sirkulasi udaranya baik dan tidak panas, sehingga ruangan sekolah minim menggunakan kipas angin dan AC yang memakai energi listrik.

“Karena green building untuk mengurangi karbon, jadi memang banyak jendela dibuka semua, ada ventilasi di sini, kaca dibuka semua, jadi tidak terlalu panas," kata Muktiati.

Sesekali juga para murid diajak belajar di lantai 3 dengan konsep ruangan terbuka beralaskan rumput sintetis. Di sana, mereka tak memerlukan kipas angin atau AC untuk pendingin ruangan. Tetapi dari hembusan angin sepoi-sepoi yang melintas dari sekitar.

Ketika saya menghampiri sekitar pukul 12.49 WIB, terlihat seorang guru mengajar 13 siswa di salah satu ruangan terbuka yang beralaskan rumput sintetis itu.

Pemprov DKI Jakarta membangun sekolah net zero di empat lokasi dengan menggunakan APBD senilai Rp126 miliar. Keempat sekolah negeri itu merupakan percontohan menuju target Jakarta menuju kota emisi nol pada 2050.

Keempat sekolah ini juga menerima Sertifikat Greenship Net Zero dari Green Building Council Indonesia dan menjadi sekolah negeri pertama yang mendapatkan sertifikat tersebut. Selain keempat sekolah itu, DKI telah memiliki 98 sekolah yang menggunakan PLTS untuk mengaliri kebutuhan listrik di sekolah.

PLTS SDN 14 Duren Sawit

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) SDN 14 Duren Sawit, Jakarta Timur Rabu (15/2/2023). SDN 14 ini merupakan konsep green building yang dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta. (Tirto.id/Riyan Setiawan)

Manfaat PLTS

PLTS memiliki banyak sekali manfaat untuk membantu kehidupan manusia yang dapat menyediakan energi listrik yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Jenis panel surya ada 1 kWp, 2 kWp, 4 kWp dan sebagainya.

PLTS mampu mengolah panas matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik. Listrik ini yang kemudian bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari serta menyalakan peralatan elektronik dan sebagainya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, PLTS dapat mengurangi penggunaan listrik dari PLN. Ia mengatakan 1 kWp PLTS dapat menghasilkan rata-rata 4 kWh per hari.

“Jadi PLTS itu bisa jadi subtitusi energi listrik dari PLN,” kata Fabby kepada Tirto, Senin (20/2/2023).

Sementara itu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hadi Priyanto mengatakan, PLTS juga ramah lingkungan sehingga ekosistem bumi bisa lebih terjaga. Dengan menggunakan energi listrik yang dihasilkan dari energi alternatif sinar matahari, bumi akan terhindar dari emisi karbon, polusi udara, hingga pemanasan global.

1 kWp energi surya dapat mengurangi emisi CO2 sebanyak 9 ton per tahunnya. Untuk industri, pabrik dan juga gedung komersial, PLTS atap yang diaplikasikan semakin besar sehingga emisi gas karbondioksida juga berkurang semakin banyak. Misalnya saja, dengan penggunaan daya 200 kWp, emisi CO2 yang dikurangi ini sebesar 1,8 ribu ton.

Pemanfaatan Panel Surya Atap secara maksimal juga dapat secara bersamaan menjadi sebuah langkah mitigasi perubahan iklim dan mengatasi polusi udara melalui transisi energi bersih.

Sebagai salah satu langkah mitigasi perubahan iklim, DKI Jakarta memiliki target pengurangan gas emisi rumah kaca sebesar 30% pada 2030. Komitmen ini dituangkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) No. 131 tahun 2012 mengenai Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK).

Sektor energi menjadi penyumbang terbesar dalam program pengurangan emisi gas rumah kaca. Berdasarkan laporan pemantauan aksi RAD-GRK DKI Jakarta pada November 2018, tercatat capaian pengurangan emisi GRK di 2016 terhadap target 2030 total sebesar 22,16% dengan 85,6% berasal dari aksi di sektor energi.

“Jadi PLTS ini mampu mengurangi emisi karbon yang menyebabkan krisis iklim," kata Hadi kepada Tirto, Senin (20/2/2023).

Ia mengatakan, PLTS tidak seperti PLN yang menggunakan bahan bakar dari batu bara yang merusak lingkungan. Jika dilihat dari hilir, batu bara saja diperoleh dari hasil eksploitasi alam atau perut bumi. Untuk mengambil batu bara pun kerap melakukan deforestasi atau pembabatan hutan.

"PLTS juga energi yang tak akan habis. Berbeda dengan batu bara yang bisa habis suatu saat," ucapnya.

Berdasarkan data PT PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (PLN Disjaya), pertumbuhan konsumsi listrik di Jakarta sampai November 2021, jmlah mengalami pertumbuhan menjadi 29,87 Terra Watt Hour (TwH), naik dari November 2020 yang hanya mencapai 29,50 TwH.

"Jika dibiarkan, penggunaan batu bara untuk PLN akan terus meningkat dan mencemari lingkungan," tutur dia.

PLTS SDN 14 Duren Sawit

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) SDN 14 Duren Sawit, Jakarta Timur Rabu (15/2/2023). SDN 14 ini merupakan konsep green building yang dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta. (Tirto.id/Riyan Setiawan)

Greenpeace bersama Tropical Renewable Energy Research Center (TREC) pernah melakukan riset mengenai PLTS Atap di Jakarta. Berdasarkan data PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jakarta Raya 2020, telah diklasifikasikan sesuai dengan kelompok pengguna listrik. Sektor rumah tangga sebanyak 4.291.310 unit; bisnis 288.010 unit; industri 5.910 unit; dan pemerintah 15.617 unit.

Dari keempat kategori tersebut akan dihitung berapa total potensi pemanfaatan Panel Surya Atap di DKI. Dengan asumsi tingkat pendapatan berbanding lurus dengan kapasitas terpasang, golongan tarif yang dihitung sebagai potensi memasang Sistem Surya Atap adalah golongan 1.300 VA ke atas.

Dari klasifikasi tersebut, potensi yang menggunakan PLTS Atap di rumah tangga sebanyak 2.856.098 unit dengan 6.817.114.600 Volt Ampere (VA); bisnis 256.224 unit dengan 7.043.876.400 VA; industri 5.902 unit dengan 1.910.200.100 VA; dan pemerintahan 5.707 unit dengan 926.500.700 VA. Total 3.123.931 unit dengan 16.697.691.800 VA.

“Potensi penggunaan PLTS Atap di DKI Jakarta berdasarkan data PLN menjadi 67% dari total keseluruhan pelanggan DKI Jakarta dan 86% dari total kapasitas daya di DKI Jakarta,” kata dia.

Greenpeace juga pernah melakukan survei warga DKI Jakarta untuk pemanfaatan Panel Surya Atap terhadap 411 responden. Hasil analisa survei menunjukan, warga Jakarta mayoritas yang berpartisipasi dalam survei adalah warga Jakarta Selatan, pria, umur 40-50 tahun, karyawan swasta, sarjana, pendapatan perbulan Rp5-10 juta, rumah milik sendiri dengan kapasitas 2.200 VA dan tagihan listrik kurang dari Rp1 juta.

“Lebih dari 70% warga DKI Jakarta ingin dapat memiliki Panel Surya Atap, keinginan terendah di area Jakarta Pusat 37 orang dan keinginan terbesar di Jakarta Selatan 165 orang," ujarnya.

Jika skenario itu diterapkan, maka penggunaan Sistem Surya Atap akan ada potensi pengurangan emisi gas rumah kaca. Dengan asumsi jejak karbon per-kWh listrik yang dihasilkan dari panel surya dan PLTU batu bara adalah sebesar 36, 57 gCO2 eq/kWh1 dan 975,2 gCO2 eq/kWh. Maka penggunaan PLTS atap berpotensi mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebesar 96,2%.

Apabila dibandingkan dengan target Pemprov DKI di 2030, maka jumlah potensi pengurangan emisi Gas Rumah Kaca dari ketiga skenario tersebut dalam persen secara berurutan untuk adalah sekitar 13,4%, 17,6% dan 31,1%.

“Jumlah tersebut cukup signifikan, sehingga langkah aksi pengurangan emisi Gas Rumah Kaca dari penggunaan Surya Atap ini patut dipertimbangkan," imbuhnya.

Ia mengatakan berdasarkan laporan tahunan PT Sky Energy tahun 2018 menunjukan bahwa ada beberapa pelaku industri panel surya dalam negeri dengan produksi mencapai 360 MWp/tahun. Kapasitas produksi terbanyak didominasi PT Sky Energy 100 MWp/tahun, sedangkan kapasitas terkecil hanya 10 MWp/tahun.

Kapasitas produksi dalam negeri dengan asumsi Business as Usual (BAU), jika menggunakan skenario pesimistis, maka dibutuhkan waktu 10 tahun, 14 tahun untuk skenario realisasi, dan 23 tahun pada skenario optimistis.

DKI Didorong Ekspansi PLTS

Karena itu, Hadi Priyanto meminta Pemprov DKI tidak hanya memasang saja, tetapi juga harus mengawal program PLTS di sekolah agar tidak menjadi seremonial saja.

“Jangan hanya peresmian pemasangan PLTS, lalu dibiarkan begitu saja tanpa dikawal. Jadi hanya seremonial saja," kata Hadi kepada Tirto, Selasa (21/2/2023).

Termasuk segera merealisasikan 20 sekolah lagi yang dijanjikan oleh Pemprov DKI untuk dibuat dengan konsep green building, termasuk di dalamnya pembuatan PLTS.

Ia mendorong Pemprov DKI melakukan pemasangan PLTS di sekolah lain dan bangunan milik pemerintah lainnya. Bila perlu bangunan milik swasta juga dipasang PLTS agar dampak yang terasa menjadi signifikan.

Mengingat DKI sebagai ibu kota, ia menuturkan, jika penerapan PLTS Jakarta bagus, dapat memotivasi daerah lainnya di Indonesia agar mengikuti program tersebut demi menjadi daerah nol emisi dan berkelanjutan.

Tak hanya itu, kata dia, hal ini juga bisa mendorong agar perumahan milik warga juga bisa menggunakan PLTS. Pemprov DKI telah mengeluarkan Instruksi Gubernur No. 66 Tahun 2019 mengenai perbaikan kualitas udara di Jakarta.

Salah satu poin membahas mengenai penggunaan Panel Surya sebagai salah satu langkah untuk beralih dari ketergantungan terhadap energi fosil yang kotor. Saat ini Jakarta dikelilingi oleh 21 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dalam radius 100 km yang menyebabkan polusi udara lintas batas.

“Kalau pemerintah mau, ya secara political will harus membangun PLTS di bangunan-bangunan lain, pemerintah, swasta, atap-atap Transjakarta juga bisa dipakai. Banyak yang bisa dimanfaatkan, kembali lagi ini balik ke keinginan," tuturnya.

Agar banyak yang menggunakan PLTS dan energi terbarukan lainnya, Pemprov DKI harus membuat kebijakan yang mewajibkan pemanfaatan Panel Surya Atap secara proporsional dengan disertai program penunjang yang menarik. “Seperti pengurangan pajak atau pemberian insentif," imbuhnya.

Kendati demikian, ia mengkritisi kebijakan pemerintah yang selalu berubah-rubah dalam pemasangan PLTS Atap. Awalnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 tahun 2018 mengizinkan penggunaan PLTS Atap sebanyak 65%.

Namun, pemerintah terus merevisi aturan hingga pemasangan PLTS Atap dibatasi maksimum hanya 15% saja. Hal tersebut merujuk pada Permen No 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap.

“Mereka PLN mendorong transisi energi, tapi peraturan mereka sendiri menghambat itu,” kata dia.

Fabby Tumiwa juga mendorong agar Pemprov DKI tidak hanya menerapkan PLTS di sekolah saja, melainkan gedung pemerintahan lainnya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 yang mengamanatkan 30% dari luasan atap gedung pemerintahan harus dipasang PLTS.

“Jadi saya kira kalau pemda patuh terhadap Perpres itu, pemerintah daerah harus dipasang itu. Tak cuma itu, semua fasilitas publik harus dipasang itu juga. Itu amanat Perpres itu," kata Fabby.

Dukungan DPRD dan Upaya Pemprov DKI

Anggota DPRD DKI Komisi B, Anthony Winza menyatakan, mendukung adanya PLTS di lembaga pendidikan, bangunan pemerintah, swasta, hingga warga. Hal tersebut demi terciptanya transisi energi dan realisasi net zero carbon.

“Saya minta adanya insentif yang buat solar panel sendiri. Hanya saja dengan teknisnya seperti apa, berapa kapasitasnya, secara kebijakan itu perlu didorong untuk green energi," kata Anthony kepada Tirto, Senin (20/2/2023).

Politikus PSI itu mengaku terus mendorong adanya PLTS sebagai transisi energi dalam pembahasan di Komisi B DPRD DKI bersama Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans). Ia mendorong agar hal tersebut dapat dieksekusi.

“Karena hasil dari diskusi kami sudah dieksekusi. Di DPRD juga akan melakukan pengawasan agar bisa berjalan lancar. Kami akan kawal dan evaluasi,” kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI, Nahdiana mengatakan, pembangunan 20 sekolah net zero carbon, termasuk di dalamnya dibangun PLTS saat ini masih dalam proses manajemen konstruksi.

"Saat ini memang proses pembangunan [20 sekolah net zero carbon] sedang manajemen konstruksi ya," kata Nahdiana di SMPN 51 Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (10/2/2023).

Nantinya sekolah dengan konsep net zero carbon ini akan terus dibangun di lembaga pendidikan yang ada di Jakarta. Namun, Disdik DKI masih melakukan inventaris.

"Tergantung evaluasi dari manajemen konstruksi itu. Kalau sekolahnya sudah kami berikan titiknya, nanti ya kami umumkan," ujarnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertrans) Pemprov DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan, pihaknya memang akan terus menambah pembangunan PLTS di Jakarta.

Pada 2023, Disnakertrans DKI akan membangun PLTS di sekolah sebanyak 10 lokasi, dengan rincian di Jakarat Pusat dua lokasi; Jakarta Utara dua lokasi; Jakarta Timur dua lokasi, Jakarta Selatan dua lokasi dan Jakarta Barat dua lokasi.

“Jadi masing-masing wilayah dua lokasi dengan kapasitas 20 kWP," kata Andri kepada Tirto, Selasa (21/2/2023).

Selain di sekolah, Disnakertrans DKI juga akan membangun di 21 lokasi seperti Puskesmas 12 lokasi; kantor kecamatan tiga lokasi; GOR tiga lokasi; dan Gedung SKPD tiga lokasi dengan kapasitas-masing 25 kwp dan 30 kWp.

Ia menjelaskan selama 2010-2018, Pemprov DKI Jakarta sudah membangun PLTS di 10 lokasi seperti sekolah, Balai Kota Blok G, Gedung Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Teknis Jatibaru.

Kemudian pada 2019 dibangun di 92 lokasi sekolah, pada 2021 dilakukukan pemasangan PLTS di empat lokasi, bersamaan dengan renovasi sekolah oleh Dinas Pendidikan. Lalu pada 2022 dilakukan pemasangan PLTS di 30 lokasi, 13 di antaranya berlokasi di sekolah.

“Sampai dengan saat ini Pemerintah Provinsi Jakarta sudah memasang PLTS di 136 lokasi dengan kapasitas 3,2 MW," ucapnya.

Disclaimer:

Liputan ini merupakan hasil kerja sama antara Tirto dengan The Society of Indonesian Enviromental Journalists (SIEJ) dan Clean Affordable and Secure Energy for Southeasth Asia (CASE) dalam program Pelatihan bagi Jurnalis Media Online dan Digital “Membangun Narasi Transisi Energi.”

Baca juga artikel terkait PLTS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz