Menuju konten utama

PKS: Pembahasan RUU Minuman Beralkohol Macet Karena Pemerintah

"Kemarin harusnya tanggal 12 ada pembahasan RUU Minol dengan pemerintah. Tapi mereka mengajukan surat minta ditunda dan belum diatur lagi."

PKS: Pembahasan RUU Minuman Beralkohol Macet Karena Pemerintah
Sejumlah minuman keras oplosan diperlihatkan saat rilis pengungkapan kasus minuman keras oplosan di halaman Polres Jakarta Selatan, Rabu (11/4/2018). ANTARA FOTO/ Reno Esnir

tirto.id - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Minuman Beralkohol (Minol) yang belum rampung sampai hari ini dinilai karena pihak pemerintah yang kurang kooperatif.

Anggota Pansus RUU Minol dari F-PKS, Abdul Fikri Faqih menyatakan terhambatnya pembahasan RUU yang telah dimulai sejak 2015 tersebut karena pemerintah, dalam hal ini kementerian perdagangan, kurang kooperatif dengan DPR.

"Kemarin harusnya tanggal 12 ada pembahasan RUU Minol dengan pemerintah. Tapi mereka mengajukan surat minta ditunda dan belum diatur lagi," kata Faqih kepada Tirto, Jumat (13/4/2018).

Pemerintah, kata Faqih, tidak menyebutkan secara pasti alasan permintaan penundaan pembahasan. Ia menduga pemerintah memang enggan merampungkan RUU ini karena terkait masalah perhitungan pendapatan negara.

"Kalau hasil kajian kami, pendapatan cukai dari minol masih di bawah rokok. Tidak signifikan," kata Faqih.

Sementara itu, laporan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyatakan tren pendapatan cukai minol sebesar Rp 3-5 triliun per tahun dari 2011-2016. Penurunan sempat terjadi pada 2015 sebesar 5% akibat aturan pembatasan penjualan minol di minimarket. Namun, pendapatan kembali normal di tahun setelahnya.

Sementara, pendapatan cukai rokok pada 2017 sebesar Rp 116 triliun atau naik 6,09 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mendapatkan Rp109 triliun.

Sampai saat ini, kata Faqih, pembahasan masih berkutat soal nama. Menurutnya, terdapat tiga usulan nama untuk RUU ini, yakni RUU Pembatasan dan Pengawasan Minol, RUU Larangan Minol, dan RUU Minol.

Namun, kata Faqih, soal nama bukanlah hal utama yang mesti diperdebatkan. Sebab, isi RUU ini menurutnya mengakomodasi tentang pengawasan, pembatasan dan pelarangan.

"Nanti diatur mekanisme izin, penanggungjawab dan larangannya apa saja. Intinya UU ini nanti untuk mengumpulkan peraturan-peraturan yang sudah ada tapi masih berserak," kata Faqih.

Selama ini peraturan soal minol hanya tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 6 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol, dan sejumlah Perda.

"Semua akan kami rapikan. Agar dasar hukumnya jadi jelas kalau sudah UU," kata Faqih.

Anggota Komisi X DPR ini menjelaskan pembatasan tersebut meliputi tempat penjualan, seperti di hotel berbintang, bandara dan tempat-tempat lain yang telah memiliki izin. Sementara untuk minol yang dilarang adalah seperti minol oplosan yang belakangan banyak menelan korban jiwa.

"Kalau sudah ada UU ini polisi kan bisa bertindak memberantas minol oplosan. Bukan lagi satpol-PP atau petugas bea cukai saja," kata Faqih.

Faqih berharap pemerintah lebih kooperatif dengan DPR untuk merampungkan RUU Minol dalam masa sidang DPR kali ini. Karena, menurutnya, semakin ditunda, semakin banyak generasi muda yang menjadi korban minol oplosan.

"Saya minta pemerintah punya komitmen juga menyelamatkan generasi bangsa," kata Faqih.

Baca juga artikel terkait MIRAS atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yulaika Ramadhani