Menuju konten utama

PKS Dukung Sikap PDIP Tunda Amendemen UUD 1945 terkait PPHN

PKS sepakat dengan fraksi PDIP menunda rencana amandemen terbatas UUD 1945 terkait PPHN.

PKS Dukung Sikap PDIP Tunda Amendemen UUD 1945 terkait PPHN
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Antara/Dok. Humas MPR

tirto.id - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sepakat dengan fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menunda rencana amendemen terbatas UUD 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Alasannya, saat ini kondisi politik sudah tidak kondusif, apalagi ada kekhawatiran amendemen itu berpotensi akan ditunggangi oleh pihak-pihak yang ingin mengubah UUD guna menunda pemilihan umum atau pemilu dan atau memperpanjang masa jabatan presiden.

“Ini sikap yang bijak, sekalipun FPDIP MPR RI semula mendukung amendemen terbatas UUD untuk menghadirkan PPHN sesuai rekomendasi dari Pimpinan MPR periode sebelumnya,” kata Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid, MA melalui keterangan tertulis yang diperoleh Tirto pada Minggu (20/3/2022) siang.

“PKS mendukung sikap terakhir FPDIP ini, karena bersesuaian dengan sikap Fraksi PKS MPR, yang bahkan sejak periode yang lalu sudah menolak mengamendemen UUD untuk menghadirkan PPHN. FPKS MPR RI berpendapat untuk hadirkan PPHN cukup melalui UU yg diperkuat,” tambah HNW, sapaan akrabnya.

Dia menuturkan bahwa UUD 45 sebelum perubahan memang tidak mengatur secara rinci dan tegas soal tata cara perubahan terhadap UUD, tetapi UUD Negara Republik Indonesia (NRI) 1945 Pasal 37 ayat (1), (2), (3) & (4) yang berlaku semenjak tahun 2002 sudah mengatur dengan sangat jelas dan tegas terkait rincian tata cara usulan perubahan terhadap UUD NRI 1945.

HNW melanjutkan, sehingga sejak proses usulan amendemen harus jelas dan definitif termasuk materi yang ingin diamendemen agar menutup celah dapat hadirnya agenda yang disusupkan. Menurut dia, tetap saja banyak pihak yang khawatir adanya “penumpang gelap” yang ingin mengembalikan Indonesia ke zaman prareformasi.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi VII itu melihat beberapa pekan ini, santer sekali terbaca adanya manuver usulan perubahan UUD 1945 untuk penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan Presiden dengan memakai momentum usulan perubahan terbatas terhadap UUD.

“Kondisi politik yang sedang tidak kondusif, apalagi sekarang sudah masuk ke tahun politik menjelang pelaksanaan Pemilu 2024, maka kekhawatiran adanya pihak yang mencoba menyusupkan agenda penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden sangat wajar diwaspadai,” kata HNW.

“Dan disikapi dengan tegas, seperti oleh FPDIP MPR RI, agar manuver-manuver yang tak sesuai dengan konstitusi itu dapat dikoreksi dan diakhiri,” imbuh dia.

Selain itu, HNW menyebut mayoritas pimpinan MPR RI termasuk Ketua MPR memang telah menyatakan tidak ada agenda amandemen UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden.

Dengan FPDIP mengusulkan penundaan amandemen terkait PPHN, maka dia menilai akan lebih meyakinkan masyarakat apabila usulan terbuka dari fraksi tersebut juga diikuti dan secara terbuka dinyatakan juga oleh fraksi-fraksi di MPR dari partai-partai koalisi.

“Agar dengan demikian maka semua pihak segera menghentikan manuver dan segera fokus menyukseskan pelaksanaan UUD NRI 1945 dan UU Pemilu yang telah menjadi kesepakatan antara KPU, pemerintah dan DPR, bahwa pemilu diselenggarakan pada 14 Februari 2024 tidak ditunda. Dan karenanya masa jabatan presiden juga tidak ditambah,” ujar HNW.

Lebih lanjut, dia juga mendukung wacana agar masyarakat mengawal MPR supaya tetap bisa menjaga konstitusi termasuk yang terkait dengan ketentuan pembatasan masa jabatan presiden maupun pemilu lima tahun sekali. Serta, untuk mewaspadai adanya gerakan-gerakan yang tetap ingin memaksakan agendanya memperpanjang masa jabatan presiden, sekalipun itu inkonstitusional.

Menurut HNW, gerakan itu tentu saja bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi yang merupakan amanat reformasi. Kemudian agar tak terulang kembali pengalaman kelam bangsa Indonesia sebelumnya, karena tidak tegasnya aturan soal masa jabatan presiden dan pemilu yang telah diatur lima tahun sekali.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menegaskan posisinya dan sikap PKS untuk konsisten terus menjaga amanat reformasi serta konstitusi, dan bersama dengan masyarakat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan konstitusi. Juga mengkritisi dan menolak gerakan inkonstitusional yang menginginkan pemilu ditunda atau masa jabatan presiden diperpanjang.

“Agar ada keteladanan patuhi dan laksanakan konstitusi, sehingga rakyat masih bisa percaya dengan lembaga-lembaga negara dan demokrasi untuk keselamatan NKRI,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait AMENDEMEN UUD 1945 atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Politik
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Maya Saputri