Menuju konten utama

Pilwali Surabaya: Eri Cahyadi, Kubu Birokrat Risma Memikat Megawati

Megawati Soekarnoputri menjatuhkan pilihan kepada Eri Cahyadi yang punya sejumlah kesamaan dengan Tri Rismaharini.

Pilwali Surabaya: Eri Cahyadi, Kubu Birokrat Risma Memikat Megawati
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri memiliki momen yang mengharukan dengan Wakil Walikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana, saat pengumuman calon kepala daerah (Cakada), Rabu (2/9/2020). foto/Humas PDIP

tirto.id - Teka-teki jagoan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk Pemilihan Kepala Daerah di Surabaya Jawa Timur terjawab sudah. Eri Cahyadi dan Armuji terpilih sebagai calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Surabaya 2020-2025.

"Rekomendasi Kota Surabaya diberikan kepada Eri Cahyadi dengan Armuji," kata Ketua DPP PDIP Bidang Politik, Puan Maharani, Selasa (2/9/2020), dua hari sebelum masa pendaftaran Pilkada Surabaya dibuka.

Puan mengatakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menginstruksikan agar DPD PDIP Jawa Timur segera melakukan konsolidasi dengan kandidat. PDIP percaya diri pasangan ini dapat memenangkan Pilwalkot Surabaya dan melanjutkan kepemimpinan Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana, yang juga disokong mereka, selama hampir 10 tahun terakhir.

Eri lahir di Surabaya pada 27 Mei 1977. Ia lulusan sarjana dari di Fakultas Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Setelahnya ia berkiprah panjang sebagai birokrat.

Kariernya dimulai sebagai ASN di Dinas Bangunan Kota Surabaya pada 2001. Kariernya terus menanjak hingga menempati berbagai jabatan strategis seperti Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Cipta Karya Ruang dan Tata Ruang, lalu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) dan Plt Kadinas Kebersihan dan Ruang Terbuka (DKRTH) pada 2018.

Dengan latar belakang ini, tidak mengherankan jika Eri adalah birokrat yang diperhitungkan.

Lebih dari itu perjalanan kariernya mirip dengan Risma. Saat dicalonkan, ia adalah Kepala Bappeko Surabaya. Risma pernah menduduki jabatan tersebut sebelum akhirnya menjadi Wali Kota Surabaya dua periode.

Risma juga mengawali karier dari bawah, yakni Kabag Bina Pembangunan 2002, Kadinas Kebersihan dan Pertamanan 2005, dan terakhir Kepala Bappeko 2008.

Sehari sebelum pengumuman, Risma memberi sinyal bahwa ia mendukung Eri. Kendati tak menyebut nama, ia menyebut calon penggantinya harus bisa meneruskan program-program yang sudah dijalankan selama ini. Maka tak heran jika Eri disebut-sebut sebagai 'kubu Risma'.

Anggapan tersebut semakin kuat karena putra sulung Risma, Fuad Benardi, mendukung Eri. "Banyak warga mendesak saya untuk membuat aksi dukungan kepada Pak Eri Cahyadi sebagai penerus ibu saya," katanya, mengutip Antara.

Ia menggalang dukungan untuk Eri dengan menarik relawan dar masyarakat--yang ia klaim mencapai ribuan. Ia juga menempelkan banyak spanduk di kampung-kampung sejak akhir Agustus. "Kami bentuk kampung relawan dengan gebrakan pertama memasang spanduk dukung serentak."

Salah satu spanduk tertulis: "Dengan Restu Bu Risma, Kampungku Dukung Eri Cahyadi Menjadi Wali Kota Surabaya, Bukan Yang Lain."

Dinamika Menjelang Pengumuman

Perlakuan PDIP di Surabaya terbilang khusus. Nama kandidat diumumkan pada gelombang kelima atau terakhir sebelum masa pendaftaran. Pengumuman calon kandidat sempat ditunda beberapa kali.

Menurut Megawati, ia berkali-kali ditanya Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto, apakah sudah ada calon atau belum. Anak biologis Presiden ke-1 Indonesia Soekarno itu selalu menjawab, "ya, terserah saya lah."

Apa yang terjadi sebelum itu juga menarik disimak, misalnya, sempat ada upaya pemalsuan informasi rekomendasi sehari sebelumnya. Megawati mengatakan nama Puti Guntur Soekarno sempat disebut sebagai Cawalkot Surabaya.

"Sampai [surat rekomendasi] dipalsukan dan heboh, viral yang dicalonkan Mbak Puti. Itu ponakan saya, putrinya Pak Guntur. Tega-teganya coba. Rekomendasi sampai dipalsu. Ada barcode khusus di surat. Yang tahu saya dan Mas Prananda (putra Megawati)," ujar Megawati saat pengumuman calon.

Nama kandidat yang mereka usung tersimpan dalam amplop bersegel yang baru dibuka saat pengumuman.

Megawati eksplisit menyebut ada ketegangan di Surabaya menjelang pengumuman. "Kenapa, sih, Surabaya heboh," katanya.

Ketegangan muncul karena ada isu rivalitas antara Eri, yang birokrat, dengan Whisnu Sakti Buana, kader partai. Whisnu adalah kandidat kuat lain yang digadang-gadang akan dipilih PDIP. Jika Eri dekat dengan Risma, Whisnu dikabarkan merupakan jagoan Hasto.

Seolah mengonfirmasi rivalitas, Megawati menenangkan Whisnu saat Eri yang dipilih.

"Aku terima kasih banget lho sama Whisnu. Jangan ada yang bilang Ibu Mega itu membuang yang samanya Whisnu. Tidak," kata Megawati.

Hasto juga membantah ada tarik-menarik dukungan antara dua nama tersebut. "Tidak ada tarik tambang politik di internal partai," katanya. "Yang ada adalah menarik rakyat agar bebas dari belenggu kemiskinan, ketidakadilan, dan kebodohan."

Ia lalu menegaskan: "Semua taat sepenuhnya kepada keputusan ketua umum Megawati Soekarnoputri."

Dengan pengumuman ini, Megawati meminta agar kader PDIP solid. Kader yang tak solid akan dipecat. "Siapa pun saya pecat kalau tidak ada soliditas. Itu hak prerogatif. Saya minta kepada kalian seluruh [kader] PDIP untuk memenangkan Kota Surabaya kembali," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PILKADA SURABAYA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Politik
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino