Menuju konten utama

Pilkada 2018 Dinilai Belum Perhatikan Hak Pilih Kelompok Rentan

Menurut Komnas HAM, hak pilih kelompok rentan masih kurang diperhatikan KPU dan Bawaslu.

Pilkada 2018 Dinilai Belum Perhatikan Hak Pilih Kelompok Rentan
Dua Komisioner Komnas HAM yang juga Tim Pemantau Pilkada 2018 Amiruddin (kiri) bersama Munafrizal Manan memberikan pemaparan tentang catatan kritis terkait persiapan penyelenggaraan Pilkada 2018, di kantor Komnas HAM, Rabu (9/5/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan, pelaksanaan Pilkada 2018 belum diselenggarakan dengan baik, terutama dari segi pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat rentan. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah di Evaluasi Pelaksanaan Pilkada dalam Perspektif HAM, Senin (6/8/2018).

Kelompok rentan yang dimaksud Komnas HAM adalah penyandang disabilitas, tahanan, warga binaan di lembaga pemasyarakatan, pasien rumah sakit, serta warga minoritas Syiah Kabupaten Sampang. Menurut Komnas HAM, hak pilih kelompok rentan masih kurang diperhatikan KPU dan Bawaslu.

“Berdasarkan pantauan yang dilakukan Komnas HAM, Pilkada 2018 belum diselenggarakan dengan baik. Hasil temuan lapangan ditemukan masih adanya perbedaan standar pelayanan dan pemenuhan hak pilih kelompok rentan dengan alasan terkait dokumen e-KTP atau Surat Keterangan (SUKET) yang belum diselenggarakan dengan baik”, kata Hairansyah, Senin (6/8/2018).

Ia mengatakan, dokumen e-KTP atau SUKET merupakan salah satu syarat agar masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan dapat menggunakan hak suara di Pilkada, sementara masih banyak tahanan dan warga binaan yang belum memiliki e-KTP atau SUKET, sehingga mereka tidak dapat menggunakan hak pilih. Hal ini yang menurut Komnas HAM harus jadi perhatian KPU dan Bawaslu.

Contoh konkret perbedaan perlakuan ini dialami langsung oleh para tahanan penghuni Rutan Medaeng. Dari 2.700 penghuni rutan, hanya 24 yang tercantum dalam DPT. Namun kemudian, sebanyak 446 orang bisa masuk ke dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTB) dengan membawa KTP ke TPS.

Hal serupa juga terjadi di LP Medan, dari jumlah penghuni sebanyak 3.244 orang hanya 183 yang bisa menggunakan hak pilih.

Contoh lain, menurut Wakil Ketua Komnas HAM, hak pilih bagi pasien rumah sakit juga masih menjadi persoalan yang serius pada Pilkada 2018. Hal ini terkait dengan buruknya koordinasi antara KPUD kabupaten/kota dengan dinas kesehatan serta manajemen rumah sakit sehingga tidak ada pendataan pemilih yang berdampak kehilangan hak pilihnya.

“Jika pun terdapat fasilitas untuk memilih bagi para pasien rumah sakit, implementasinya belum maksimal”, kata Hairansyah.

Di RS Kariadi Semarang, dari sekitar 2.000 pasien dan petugas medis hanya dilayani oleh 6 TPS, dengan surat suara total 125 buah.

Komnas HAM berharap, untuk Pilkada selanjutnya, KPU dapat bekerja sama dengan Bawaslu dan Kemendagri agar mengusahakan persyaratan utama bagi kelompok rentan agar dapat menggunakan hak suaranya.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Larasati Ayuningrum

tirto.id - Politik
Reporter: Larasati Ayuningrum
Penulis: Larasati Ayuningrum
Editor: Dipna Videlia Putsanra