Menuju konten utama

Pilates: Olahraga yang Cocok Untuk Para Pemalas

Saat wabah Influenza menyerang dan membunuh ribuan orang Inggris pada tahun 1918-1919 lalu, para tahanan di Knockaloe berhasil selamat karena menerapkan metode latihan khusus yang diajarkan oleh Pilates.

Ilustrasi pilates. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Edgar Keret tidak suka berolahraga. Namun ketika usia membuat tulang-tulangnya linu dan ototnya kram, penulis asal Israel ini mulai mempertimbangkan jenis olahraga yang tak bikin capai. Lari dan gimnastik tentu langsung dicoretnya. Ia sempat memikirkan aerobik dan sepeda statis, namun itu juga tak kalah melelahkan. Begitu pula bela diri macam kick boxing dan krav maga.

"Ada jutaan hal lain yang bahkan bisa dilakukan orang semalas kamu," sindir istrinya.

"Apa coba? Sebutin satu deh," balas Edgar.

"Pilates."

Nama olahraga itu tak pernah dia dengar sebelumnya. Edgar pun mulai melakukan riset, dan mulai tertarik. Sebab, meski pilates didefinisikan sebagai aktivitas fisik, olahraga ini tidak berbahaya, bisa dilakukan sambil berbaring, dan tetap bisa membuatnya keluar keringat. Pilates juga fokus untuk melatih otot internal, sehingga saat ia hanya tiduran di atas matras orang-orang tidak akan mengetahuinya.

Selain itu, fakta bahwa pilates pernah digunakan untuk merehabilitasi tentara yang terluka selama Perang Dunia Pertama, membuatnya semakin antusias: orang semalas dia tak mungkin akan ditolak saat masuk ke dalam kelas pilates.

Kisah itu kemudian ia tulis dalam buku memoarnya yang berjudul The Seven Good Years, sebagai wujud rasa terima kasih Edgar terhadap aktivitas fisik yang sesuai dengan “gayanya” itu. Yang menarik, tanpa jasa Joseph Hubertus Pilates, Keret barangkali tak akan pernah berolahraga di sepanjang hidupnya.

Lahir di Moenchengladbach, Jerman pada 1883, Joseph Pilates semula terlihat “sangat jauh” dari orang tuanya. Ayahnya adalah seorang pesenam yang juga jago bertinju, sementara ibunya merupakan seorang ahli obat-obatan alami yang senang mempelajari gerak-gerik hewan. Sedangkan Pilates kecil hanyalah seorang anak ringkih dan sakit-sakitan.

Namun, Pilates perlahan mulai berubah karena sering diajak ayahnya ke gym untuk belajar senam dan tinju. Pilates kecil menyukai tinju maupun senam karena mempunyai kecenderungan yang sama: fokus terhadap kekuatan pikiran dan gairah yang dipadukan dengan pergerakan tubuh. Setelah dewasa, Pilates lantas menjadi anak yang kuat sekaligus tangguh.

Setelah mengalami jatuh bangun di Jerman, pada tahun 1914 Pilates mencari peruntungan di Inggris. Tidak seperti di Jerman, tinju legal di Inggris dan ia ingin bekerja di bidang itu. Namun, ia malah tidak beruntung.

Berawal dari terbunuhnya Franz Ferdinand, pewaris tahta Austria-Hongaria, di tangan pemuda Bosnia bernama Gavrilo Princip, Perang Dunia Pertama meledak. Kekaisaran Jerman tergabung di Blok Sentral menjadi musuh Inggris berserta sekutunya, “Germanophobia” melanda Inggris, dan Pilates kesulitan untuk menemukan pekerjaan. Apesnya lagi, setelah sempat mejadi anggota sirkus, Pilates ditangkap karena dianggap sebagai mata-mata Jerman.

Yang menarik, ketidakberuntungan Pilates justru berbuah saat pemerintah Inggris mengasingkannya selama sekitar tiga setengah tahun di Knockaloe, Isle of Man. Di situ, berbekal perpustakaan dengan ribuan buku, ia mencoba mengembangkan metode latihan teratur yang sebelumnya ia terapkan untuk mengatasi rasa lelah –baik badan maupun pikiran-- saat masih menjadi petinju dan pemain sirkus.

Di tempat yang bisa bikin stres para tahanan lain itu, metode latihan teratur Pilates semakin menemui titik terang saat ia menganalisis gerak-gerik kucing.

“Dia (Pilates) melihat mereka (kucing). Ketika mereka tidak punya hal lain untuk dilakukan, mereka akan meregangkan kakinya, melakukan peregangan, hingga otot mereka lentur, dan membuat mereka tampak begitu hidup,” tulis Robert Wenick, dalam tulisannya mengenai Pilates yang berjudul "Learning to be an Aminal".

Lantas, Pilates menerapkan kebiasaan kucing tersebut ke dalam metode latihan teratur yang ia kembangkan dan mempraktikkannya terhadap tahanan-tahanan lain yang sudah tampak malas untuk melanjutkan kehidupan. Dampaknya ternyata luar biasa. Mereka berubah total. Gairah mereka kembali seperti sedia kala, seperti saat masih menjalani kehidupan normal. Bahkan, saat wabah flu menyerang dunia, para tahanan itu baik-baik saja.

Diwartakan BBC, keberhasilan Pilates dalam menjaga kesehatan (mental, fisik, dan pikiran) sekitar 23 ribu tahanan di Knockaloe membuatnya dihormati oleh tahanan lainnya. Prestasinya saat itu dinilai luar biasa.

Setelah itu, Pilates kemudian mendedikasikan hidupnya untuk mengembangkan dan mengajarkan metode latihan teraturnya itu. Sekembalinya ke Jerman, selain menjadi pelatih fisik kepolisian, Pilates juga terus melakukan hitung-hitungan agar metode latihannya itu bisa maksimal. Setelah berada di Amerika, ia akhirnya membuka studio di New York -- studio pilates pertama di Amerika.

Pilates lantas menyebut motodenya itu dengan istilah Contrology, yang kelak akan dikenal kalayak sesuai dengan nama penciptanya: pilates.

“[...] Koordinasi lengkap antara pikiran, tubuh, dan roh [...] Contrology mengembangkan tubuh secara seragam, meperbaiki postur yang salah, mengembalikan vitalitas fisik, menyegarkan pikiran dan meningkatkan semangat,” tulis Pilates dalam esainya yang berjudul Return to Life Through Contrology, mengenai metodenya yang legendaris itu.

Infografik Pilates

Infografik Pilates

Pilates meninggal pada 1967. Namun, hingga kini metode latihan yang mulai ia terapkan di tempat pengasingan tersebut digandrungi banyak orang dan diadopsi secara universal.

Menurut The New York Times, pada 1991, ada 1,7 juta orang Amerika Serikat yang melakukan pilates secara teratur. Pada 2005, jumlahnya meningkat jadi 11 juta orang. Jumlah peningkatan instruktur pilates pun tak kalah mengilap: dari 200 orang hingga menjadi 14 ribu orang.

Adalah adaptasi dan inovasi yang membuat pilates terus tumbuh hingga sekarang. Hal ini tak lepas dari dua prinsip dasar yang diajarkan oleh Joseph Pilates. Pertama, pilates digunakan untuk melatih otot tubuh secara keseluruhan. Kedua, Pilates pernah mengatakan, “Saya melatih tubuh yang ada di depan saya”.

Itu artinya, pelatihan dalam pilates harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh orang yang memakainya. Asalkan masih melatih otot-otot tubuh, apa pun alat yang digunakan atau bagaimana pun caranya, itu masih bisa disebut pilates.

Baca juga artikel terkait PILATES atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Nuran Wibisono