Menuju konten utama

Pieter Erberveld Dieksekusi Mati di Kampung Pecah Kulit

VOC menyita tanah milik Pieter Erberveld. Ia lalu berencana melawan, namun segera diketahui. Erberveld kemudian ditangkap dan dihukum mati.  

Pieter Erberveld Dieksekusi Mati di Kampung Pecah Kulit
Header Mozaik Eksekusi Mati Pieter Erberveld. tirto.id/Tino

tirto.id - Jalan Pangeran Jayakarta yang terletak di kawasan Jakarta Barat kini dikenal sebagai kawasan bisnis retail. Pada abad ke-18, wilayah ini adalah kawasan elite dengan nama Jacatraweg.

Di kawasan itu, sekitar Sungai Ciliwung, berdiri rumah-rumah bergaya arsitektur Belanda dan Eropa. Di sanalah tempat tinggal Pieter Erberveld, seorang Indo yang meregang nyawa dalam hukuman kejam pada masa pemerintahan VOC tahun 1722.

Penyitaan Tanah

VOC sebagai kongsi dagang Belanda yang diberi hak oktroi memusatkan aktivitas politiknya di Batavia sejak 1609. Masuknya VOC ke Batavia mendorong orang Eropa khususnya Belanda untuk masuk ke wilayah tersebut, hingga menghasilkan satu golongan masyarakat baru yang dikenal masyarakat Indo, hasil pernikahan Eropa dan non-Eropa.

Pieter Erberveld lahir dari perkawinan Pieter Erberveld Senior, seorang pengusaha kulit binatang yang berasal dari kota Elberfeld (kini termasuk wilayah Jerman), dengan seorang perempuan Jawa. Sumber lainnya menyebut ibunya berasal dari Siam (Thailand).

Ia berhubungan baik dengan masyarakat Pribumi di sekitar tempat tinggalnya hingga terjalin solidaritas. Sekali waktu, VOC menyita tanah milik Erberveld di wilayah Pondok Bambu dengan dalih tanah tersebut tidak memiliki akta yang disahkan oleh VOC.

Saat eksekusi penyitaan, rakyat banyak yang mendukung Erberveld. Namun, VOC bersikeras. Bahkan Gubernur Joan Van Hoorn menambah hukuman untuk Pieter Erberveld dengan denda 3300 ikat padi yang harus diserahkan kepada VOC.

Menurut Hendi Jo dalam Zaman Perang: Orang Biasa dalam Sejarah Luar Biasa (2015), penyitaan tanah yang terjadi pada tahun 1708 itu menimbulkan dendam dalam benak Erberveld dan rakyat terhadap VOC.

Rencana Makar dan Eksekusi Mati

Di antara rakyat Batavia yang berhubungan baik dengan Erberveld adalah Raden Ateng Kartadria. Ia berasal dari ningrat Banten dan memiliki sekitar 17.000 pengikut.

Kedekatan keduanya bagi VOC adalah ancaman. Sekali waktu, muncul laporan dari seorang budak Pieter Erberveld yang membocorkan informasi kepada VOC bahwa majikannya memiliki rencana makar yang akan dilaksanakan pada 31 Desember 1722.

Jika upaya makar berhasil, Erberveld akan menjadi Gubernur dan Raden Kartadria menjadi Patih serta beberapa pendukung lainnya diberi ganjaran yang ditentukan oleh partisipasinya.

Menurut Adolf Heuken (penulis sejumlah buku sejarah tentang Jakarta), seperti dikutip Hendi Jo dalam Zaman Perang: Orang Biasa dalam Sejarah Luar Biasa (2015, hlm. 54), rencana makar Peter Erberveld memang tercatat dalam dokumentasi pemerintah Hindia Belanda.

Atas laporan tersebut, VOC segera bertindak. Mereka melakukan penyerbuan dan berhasil menangkap Pieter Erberveld beserta para pengikutnya. Sebanyak 23 orang yang diduga terlibat dalam rencana makar tewas.

Empat bulan setelah penangkapan, tepatnya pada April 1722, Pieter Erberveld, Raden Kartadria, dan para pengikutnya dibawa ke pengadilan lalu divonis mati.

Menurut Alwi Shahab dalam Betawi: Queen of The East (2002, hlm. 82), eksekusi mati terhadap Pieter Erberveld dan para pendukungnya dilakukan dengan cara sangat tidak lazim dan biadab.

Tubuh Pieter Erberveld beserta yang lainnya masing-masing terikat dalam sebuah kayu salib. Tali-tali pada kayu terebut terhubung dengan empat kuda yang masing-masing menghadap arah mata angin yang berlawanan.

Maka ketika empat kuda itu dihela, pecahlah kulit Pieter Erberveld dan yang lainnya. Daging-dagingnya dibiarkan sebagai makanan burung-burung. Bahkan sebelum para terhukum benar-benar meregang nyawa, badan mereka dilukai berkali-kali dengan senjata tajam.

Eksekusi kejam itu adalah pesan dari VOC kepada masyarakat agar mereka tidak berbuat macam-macam. Tempat eksekusi itu, kiwari bernama Kampung Pecah Kulit yang terletak di Pinangsia, Jakarta Barat.

Infografik Mozaik Eksekusi Mati Pieter Erberveld

Infografik Mozaik Eksekusi Mati Pieter Erberveld. tirto.id/Tino

Monumen Pecah Kulit

Tidak cukup dengan eksekusi di hadapan umum, VOC juga membuat monumen yang terbuat dari batu berukuran 1x2 m yang terdapat terkorak kepala Erberveld yang ditancapkan.

Pada monumen tersebut terdapat tulisan dalam bahasa Belanda dan Jawa Kuno. Menurut Alwi Shahab (2002, hlm. 85), jika diterjemahkan kira-kira artinya sebagai berikut:

“Catatan, dari peringatan [yang] menjijikan pada si jahil terhadap negara yang telah dihukum: Pieter Erberveld. Dilarang, orang mendirikan rumah, gedung, atau memasang papan kayu, demikian pula bercocok tanam, di tempat ini, sekarang sampai selama-lamanya. Selesai.”

Kiwari, kisah kelam tentang Pieter Erberveld tidak banyak diketahui masyarakat.

“Semasa pendudukan Jepang, peninggalan-peninggalan yang mengingatkan pada penjagalan itu dihilangkan, seperti monumen tengkorak di tempat Pieter dieksekusi,” ungkap Alwi Shahab.

Kini prasasti batu tersebut bisa dilihat di Museum Sejarah Jakarta. Tahun 1970, Pemerintah Jakarta pernah membuat tiruan monumen di lokasi asli, namun warsa 1985 dipindahkan ke Taman Prasasti.

Kondisi terkini bekas tempat eksekusi Pieter Erberveld telah menjadi ruang pamer mobil Toyota. Sementara bangunan-bangunan tua yang menjadi saksi bisu peristiwa kelam tersebut hampir seluruhnya mengalami perubahan, hanya Gereja Sion yang dibangun Portugis sejak tahun 1695 yang masih berdiri tegak.

Baca juga artikel terkait VOC BELANDA atau tulisan lainnya dari Andika Yudhistira Pratama

tirto.id - Politik
Kontributor: Andika Yudhistira Pratama
Penulis: Andika Yudhistira Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi