Menuju konten utama
13 Juli 1930

Piala Dunia Sudah Seru dan Penuh Intrik Sejak Edisi Perdana

Meski dirundung berbagai masalah, Uruguay berhasil menyelenggarakan Piala Dunia pertama.

Piala Dunia Sudah Seru dan Penuh Intrik Sejak Edisi Perdana
Header Mozaik Piala Dunia Pertama. tirto.id/Tino

tirto.id - Pada kongres FIFA 1929 di Barcelona, Uruguay terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia pertama yang akan digelar mulai 13 Juli 1930 di Montevideo. Namun, dua bulan menjelang turnamen dibuka, Uruguay waswas. Pasalnya, belum ada satu pun tim nasional dari Eropa yang mendaftar.

Padahal Asosiasi Sepakbola Uruguay sudah jauh-jauh hari menawarkan iming-iming. Misalnya, mereka bersedia membayar semua biaya perjalanan dan hotel tempat menginap setiap tim tamu. Tak hanya itu, mereka pun sudah menyatakan akan membagi potensi keuntungan turnamen dengan semua peserta, dan jika merugi, mereka sendiri (Uruguay) yang akan menanggungnya.

Namun, apa daya semua bujukan itu tak mempan sama sekali. Italia, Belanda, Spanyol, dan Swedia, yang sempat mencalonkan diri sebagai tuan rumah, memutuskan tak akan berpartisipasi.

Hanya 13 Kesebelasan

Selain empat tim tersebut, Ceko, Jerman, Hungaria, dan Austria juga menolak tampil. Inggris saat itu sudah mengundurkan diri dari FIFA. Bahkan ketika asosiasi sepakbola Uruguay mengirim surat undangan kepada FA, Inggris bergeming.

Sebagaimana dicatat FIFA di laman resminya, saat itu “kawasan Eropa sedang diterpa krisis ekonomi.” Akibatnya, “tidak semua rencana berjalan lancar” selama bulan-bulan menjelang pembukaan.

“Partisipasi tidak hanya melibatkan perjalanan jauh lewat laut bagi tim Eropa; banyak klub harus merelakan pemain-pemain terbaik mereka selama dua bulan. Konsekuensinya, semakin banyak saja asosiasi-asosiasi sepakbola membatalkan janji mereka untuk berpartisipasi,” catat FIFA.

Melihat minimnya peserta dari Eropa yang memutuskan tampil membuat federasi-federasi sepakbola Amerika Latin merasa terhina dan sempat mengancam akan mengundurkan diri dari FIFA.

Namun, untungnya hal itu bisa dicegah. Lewat bujukan Jules Rimet (presiden FIFA saat itu sekaligus salah satu penggagas turnamen Piala Dunia), Rodolphe William Seeldrayers (wakil presiden FIFA), dan Raja Carol II (Rumania) akhirnya ada empat tim Eropa yang memutuskan tampil, yakni Belgia, Prancis, Yugoslavia, dan Rumania. Saking sedikitnya peserta, babak kualifikasi pun ditiadakan.

Tak cukup sampai di situ, wakil satu-satunya dari Afrika, Mesir, tak jadi tampil. Pasalnya, kapal mereka teradang badai tatkala hendak bergabung bersama tim Yugoslavia yang akan berlayar menuju Montevideo menggunakan kapal Florida. Akhirnya, Florida berlayar tanpa mereka.

Akibatnya hanya tiga belas tim akhirnya tampil. Ketiga belas tim terbagi ke dalam empat grup yang tak rata. Misalnya, hanya Grup I yang dihuni empat tim, yakni Chile, Meksiko, Argentina, dan Prancis. Selebihnya tiap grup hanya diisi oleh tiga kesebelasan. Brasil, Yugoslavia, dan Bolivia menghuni Grup II. Uruguay, sang tuan rumah, berbagi grup bersama Peru dan Rumania di Grup III. Terakhir, AS, Paraguay, dan Belgia menghuni Grup IV.

Menurut Brian Glanville dalam The Story of World Cup (1993) dari ke empat kesebelasan Eropa yang memutuskan ikut, tak ada satu pun yang termasuk dalam jajaran tim elite dunia. Karena itu tak ada satu pun tim Eropa yang menjadi tim unggulan.

“Di turnamen Olimpiade 1924 Uruguay membantai Yugoslavia 7-0 dan Prancis 5-1. Pada 1928 Belgia ditaklukkan Argentina 6-3; dan kini mereka pergi ke Montevideo tanpa diperkuat tiga pemain terbaik mereka, termasuk Bastin,” tulis Glanville.

Yang difavoritkan juara di Piala Dunia 1930 tentu saja adalah sang tuan rumah Uruguay. Bukan saja karena mereka peraih dua medali emas sepakbola di Olimpiade—turnamen internasional sepakbola satu-satunya sebelum adanya Piala Dunia—melainkan juga kesungguhan yang mereka perlihatkan.

Seperti ditulis Clemente Angelo Lisi dalam A History of World Cup 1930-2014 (2015), dua bulan sebelum turnamen bergulir, misalnya, para pemain Uruguay dipaksa untuk menjalani kehidupan monastik dengan jam malam ketat.

“Sewaktu kiper Antonio Mazzali, pemain yang mengantarkan Uruguay meraih dua medali emas Olimpiade, terlambat pulang ke hotel suatu malam, dia langsung dikeluarkan dari tim,” tulisnya.

Dari Babak Grup sampai Semifinal

Sewaktu Piala Dunia 1930 akhirnya resmi dibuka di Minggu sore 13 Juli, Stadion Centenario, yang diproyeksikan sebagai tempat berlangsungnya turnamen dan berkapasitas seratus ribu tempat duduk, ternyata belum selesai dibangun. Partai pembuka antara Prancis melawan Meksiko pun harus digelar di stadion Pocito milik klub Peñarol yang hanya bisa menampung seribu penonton.

“Dan jumlah penonton sebesar itulah yang menyaksikan ujung tombak berusia 22 tahun, Laucien Laurent dari Sochaux FC, mencetak gol pertama Piala Dunia di menit ke-19 yang membawa Prancis menang 4-1 lawan Meksiko di Grup I,” tulis Brian Benjamin dalam Thesefootballtimes.

Prancis menang kendati bermain dengan sepuluh orang. Pada menit ke-10, kiper Alex Thépot, terpaksa ditandu keluar setelah menerima tendangan di dagu saat berupaya menyelamatkan gawang. Chantrel, pemain gelandang kiri, akhirnya diset sebagai kiper. Aturan penggantian pemain dalam pertandingan memang baru digulirkan FIFA di Piala Dunia 1970.

Dua hari kemudian Prancis melawan Argentina, salah satu tim favorit juara, di Stadion Parque Central, kandang klub Nacional. Satu tahun sebelumnya Argentina baru saja menjuarai Copa Amerika. Kendati demikian Prancis memberikan perlawanan sengit.

Pertandingan tersebut merupakan salah satu laga yang paling keras dalam Piala Dunia 1930. Malam sebelumnya, para pemain Argentina dikabarkan tidak bisa tidur karena perayaan Hari Bastille yang dilakukan warga Prancis yang banyak tinggal di Montevideo. Para pemain Argentina lantas melampiaskan kekesalannya itu dengan bermain keras.

“Di awal pertandingan, Luis Monti—satu-satunya pemain yang bertanding di dua laga final Piala Dunia membela dua negara berbeda, pada 1934 ia bermain untuk Itali—menekel keras Lucien Laurent yang mengakibatkannya tertatih-tatih sepanjang pertandingan. Kemudian kiper Prancis, Alex Thépot, tak bisa melanjutkan pertandingan karena sakit. Prancis bertahan bermain dengan sembilan pemain sampai menit ke-81 sewaktu Monti mencetak gol lewat tendangan bebas langsung,” tulis Simon Burnton di Guardian.

Prancis lantas mencoba membalas. Namun, Almeida Rego, wasit asal Brasil, meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan tepat ketika Marcel Langiller tengah melewati pertahanan Argentina dan berpotensi besar mencetak gol.

“Setelah meniup peluit, Rego melihat jam tangannya dan menyadari bahwa waktu baru menunjuk menit ke-84. Pemain Prancis memprotes keras, sementara itu puluhan fans Uruguay yang bersorak melawan Argentina, merangsek ke lapangan,” catat Clemente Angelo Lisi.

Rego, lanjut Lisi, berusaha memulihkan situasi. Pertandingan dilanjutkan beberapa menit kemudian setelah mendapat bantuan polisi yang menghalau fans yang marah ke luar lapangan lewat todongan senjata. Namun, Prancis sudah kehilangan momentum. Skor tetap 1-0 untuk kemenangan Argentina.

Pada pertandingan keduanya melawan Meksiko, Argentina kembali diwarnai kontroversi. Menang 6-3, lima gol Argentina didapat lewat tendangan penalti. Wasit yang memimpin pertandingan adalah Ulises Saucedo, pelatih timnas Bolivia. Begitu pun ketika melawan Chile di pertandingan ketiga, pertandingan sempat dihentikan sebelum turun minum akibat rusuh setelah Monti lagi-lagi melakukan tekel keras. Namun, polisi bisa memulihkan situasi. Pertandingan berakhir untuk kemenangan Argentina dengan 3-1. Argentina melaju ke semifinal.

Uruguay baru berlaga pada 18 Juli bertepatan dengan Stadion Centenario yang akhirnya selesai dibangun. Uruguay tanpa mendapat banyak hambatan menjuarai Grup III dengan poin sempurna sebagaimana halnya Argentina. Begitu pun dengan Yugoslavia dan Amerika Serikat yang menjuarai Grup II dan IV.

Pada laga semifinal, Yugoslavia mengulang kekalahan telak mereka di Olimpiade 1924 dengan menyerah kepada Uruguay, kali ini dengan skor 6-1. Amerika Serikat pun mengalami nasib sama. Lewat kebetulan yang aneh, tim yang kebanyakan dihuni oleh pemain profesional asal Inggris dan Skotlandia ini pun dicukur Argentina dengan skor sama 6-1.

Infografik Mozaik Piala Dunia Pertama

Infografik Mozaik Piala Dunia Pertama. tirto.id/Tino

Partai Final Uruguay vs Argentina

Final yang mempertemukan Uruguay dan Argentina, dua tim favorit juara, memang tak terhindarkan. Berbondong-bondong fans Argentina berlayar ke Montevideo. Ketika sampai, mereka langsung diperiksa oleh petugas imigrasi dan polisi untuk mencegah fans yang membawa pistol. Jumlah penonton pun dibatasi hanya sampai sembilan puluh ribu.

Animo yang tinggi dan potensi konflik yang besar membuat John Langenus, wasit yang terpilih memimpin partai final, meminta dirinya dan hakim garis dijamin keamanannya. Begitu pun dengan “para pemain Argentina yang berada dalam pengawasan polisi siang-malam, pelatih mereka di antar mobil polisi bolak-balik setiap sesi latihan,” tulis Glanville.

Masih menurut Glanville, Luis Monti, pemain gelandang yang sudah memakan banyak korban dengan tekel-tekel kerasnya selama turnamen, sampai mendapat ancaman kematian. Di ruang ganti sebelum kick-off, takut dirinya terbunuh, ia mengancam tidak akan turun bertanding. Rekan-rekannya sampai harus membujuknya bermain. Meski akhirnya memutuskan bermain, sepanjang laga Monti berada dalam keadaan panik.

Tensi tinggi memuncak ketika kedua tim berselisih tentang penggunaan bola. Masing-masing menginginkan bola yang diproduksi sendiri. Akhirnya FIFA memutuskan Argentina menyediakan bola di babak pertama, sedangkan Uruguay di babak kedua.

Laga baru berjalan menit ke-12 ketika pemain sayap kanan Uruguay, Pablo Dorado, mencetak gol lewat tendangan keras, tetapi Argentina membalas lewat Peucelle menjemput umpan Fransisco Varralo. Stadion Centenario terdiam sepuluh menit menjelang turun minum ketika Langenus mensahkan gol Guillermo Stábile yang dianggap kapten Uruguay, Nasazzi. Namun, di babak kedua Uruguay membalikkan keadaan lewat tiga gol dari Pedro Cea, Santos Iriarte, dan Castro.

Menjuarai turnamen, Montevideo meledak dalam perayaan. Di Buenos Aires, kantor konsulat Uruguay dilempari batu oleh kerumunan massa.

Uruguay berhasil menyelenggarakan Piala Dunia pertama. Namun, kecewa karena hanya empat tim Eropa yang berpartisipasi, empat tahun kemudian, sebagaimana dicatat FIFA, “juara dunia Uruguay menjadi satu-satunya tim yang menolak mempertahankan gelarnya.”

==========

Artikel ini terbit pertama kali pada 5 Maret Juni 2018. Redaksi melakukan penyuntingan ulang dan menayangkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA atau tulisan lainnya dari Bulky Rangga Permana

tirto.id - Olahraga
Penulis: Bulky Rangga Permana
Editor: Zen RS & Irfan Teguh Pribadi