Menuju konten utama

Petani Pun Butuh Aplikasi untuk Memberi Makan Miliaran Orang

Dunia aplikasi makin berkembang lintas tema hingga profesi. Di sektor pertanian, telah lahir aplikasi-aplikasi yang membantu para petani.

Petani Pun Butuh Aplikasi untuk Memberi Makan Miliaran Orang
FarmBot. FOTO/Youtube

tirto.id - Food and Agriculture Organization (FAO) pernah membuat tema besar pada hari pangan sedunia dengan slogan "iklim sedang berubah, sumber makanan dan pertanian juga harus berubah". Namun, ada yang masih kurang lengkap pada slogan itu, teknologi juga perlu berubah di tengah kebutuhan pangan kurang lebih 7,6 miliar penduduk di Bumi.

Untuk memberi makan jumlah manusia sebanyak itu, para petani di dunia harus meningkatkan produksi hingga 60 persen agar bisa mengimbangi kebutuhan manusia terhadap pangan yang terus bertambah. Jawabannya mau tak mau adalah teknologi. Dekade lalu ada istilah precision agriculture (PA), suatu istilah untuk menyebut teknik yang membantu mengelola pertanian dengan lebih efisien dan optimal.

A. Bongiovanni, peneliti pada Nasional Institute for Agricultural Technology, dalam tulisannya berjudul “Precision Agriculture and Sustainability (2004)” menyatakan bahwa PA secara umum dapat dimanfaatkan terutama untuk mengoptimalkan penggunaan pupuk, benih, bahan kimia, hingga pemanfaatan lahan pertanian. PA membantu dunia pertanian memanfaatkan pengetahuan atau teknologi spesifik.

Salah satu implementasi PA adalah konsep bernama site-specific management (SSM). SSM adalah pengelolaan tanaman pertanian pada skala yang lebih kecil dibanding umumnya. SSM memanfaatkan beragam sensor, penginderaan jauh, maupun teknologi lain untuk mendukung pertanian. Ini terutama berguna untuk “melakukan tindakan yang benar, pada tempat yang tepat, dan di waktu yang baik.”

Bentuk nyata dari SSM salah satunya adalah FarmBot, alat mesin pertanian yang terdiri dari robot yang dapat bergerak sesuai koordinat yang diberikan, dilengkapi dengan dengan user interface mirip video game untuk menentukan tanaman dan lokasi tanam, dan data pertanian untuk mengoptimalkan pertanian.

Perangkat dan sistem ini dikembangkan secara open source oleh Rory Aronson dari California Polytechnic State University. FarmBot kini tersedia dalam dua jenis. Genesis, yang bisa digunakan untuk mengoptimalkan pertanian dalam bidang seluas 1,4 meter x 2,9 meter. Dan Genesis XL yang bisa digunakan dalam bidang seluas 2,9 meter x 5,9 meter.

FarmBot diciptakan Aronson karena merasa mesin traktor berteknologi computer vision terlalu mahal. Harganya mencapai $1 juta. Selain itu, efisiensi traktor itu kurang baik. Harga FarmBot Genesis XL hanya dijual seharga $3.595.

“Model pertama (FarmBot) akan ditargetkan pada mereka ‘geeky gardener’, seseorang yang selalu ingin berkebun tapi mungkin mereka tidak cukup menyiramnya dan mereka ingin (ada) mainan yang dapat membantu mereka,” ucap Aronson dikutip dari Wired.

infografik aplikasi tani

Usaha-usaha meningkatkan produktivitas pertanian tak cuma dengan teknologi semacam FarmBot. Dunia aplikasi smartphone tak luput ikut menyasar sektor pertanian. Simbah, aplikasi smartphone berbasis Android, contohnya.

Simbah merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh PT Simbah Digital Tani. Mujiyanto, co-founder Simbah menyatakan bahwa aplikasi ini diciptakan untuk membantu produktivitas petani. Bantuan yang diberikan Simbah, dilakukan terutama melalui sistem berbasis kecerdasan buatan mereka yang mampu memberikan informasi rinci dunia tani. Informasi soal dunia tani yang dihimpun dari banyak ahli, jadi basis data aplikasi ini.

“Petani bisa berkomunikasi dengan pakar di bidang pertanian, akademisi, maupun petani senior dalam forum chatting. Di mana petani bisa bertanya soal pertanian dan Simbah bisa menjawab secara otomatis,” kata Wujiyanto kepada Tirto.

“Di situ ada chat pintar, ada knowledge base yang sudah kita tanam. Aplikasi ini Wikipedia-nya untuk petani,” tambahnya.

Segala persoalan petani, bisa dibantu melalui aplikasi ini. “Misalkan soal manajemen lahan, penanganan hama, dan lain sebagainya,” tutur Wujiyanto.

Secara teknis, Simbah menciptakan user experience aplikasinya agar bersahabat dengan petani. Sistem ini bernama one-click solution. Petani, melalui Simbah, “hanya perlu ngomong saja petaninya,” ucap Wujiyanto.

Mujiyanto mengakui petani umumnya merupakan sosok generasi tua dan tinggal di desa dengan segala kekurangan terhadap pemahaman dan akses pada teknologi. Namun, aplikasi ini menciptakan suatu.

Aplikasi yang didirikan pada 2016 dan merupakan hasil dari lulusan Indigo Telkom ini mengklaim telah disebar pada lebih dari 1.000 petani. Aplikasi ini juga digandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika, Simbah sedang intensif menyasar petani di wilayah Atambua, NTT dan Lampung.

Selain membantu produktivitas petani melalui informasi-informasi yang disediakan, Simbah pun membantu petani dengan menjual pupuk. Wujiyanto mengklaim bahwa pupuk yang dijualnya pada petani berharga lebih rendah dibandingkan harga pasar. Ini bisa terjadi terutama atas kerja sama mereka dengan distributor lokal bernama PT Pupuk Kujang. Selain itu, ia mengklaim bahwa sedang menjajaki kerja sama dengan Toko Tani Indonesia.

Simbah pun menjadi platform yang membantu jual-beli hasil tani. Bekerja sama dengan perusahaan yang membantu mereka memasuki pasar Korea Selatan, sedang dijajaki aplikasi ini.

Membantu dunia petani tak melulu disediakan melalui perangkat atau alat khusus yang dapat meningkatkan produktivitas tapi juga bidang permodalan tani. Startup Limakilo maupun iGrow bermain di bidang layanan ini.

Yuda, karyawan bagian operasional di Limakilo, menjelaskan aplikasi Limakilo merupakan situweb yang membantu “mendistibusikan hasil-hasil pertanian dari beberapa daerah untuk pasar di Jabodetabek. Limakilo merupakan semacam marketplace.

Sementara itu, Pandu, salah seorang karyawan dari iGrow menyatakan bahwa iGrow merupakan “lembaga keuangan berbasis teknologi investasi. Investor menginvestasi dananya pada kami dan kami salurkan ke bagian pertanian yang sudah bekerjasama dengan kami.” iGrow juga sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak September 2017.

Limakilo hingga hari ini telah bekerja sama dengan 500 petani di berbagai wilayah untuk ikut menjual produk mereka. Sementara iGrow bekerjasama dengan pihak ketiga yang membantu petani mengoptimalkan kerjanya. iGrow, hanya bekerja sebagai penghubung antara pemilik modal dengan petani yang akan bekerja menggarap produk pertanian.

Limakilo mengambil untung melalui selisih harga antara harga petani dengan harga yang dijual pada pasar. Yuda mengklaim, Limakilo mengambil selisih antara 5-15 persen. Sementara itu, iGrow memberikan ruang untung 20 persen dari investasi yang dilakukan oleh investor. Aplikasi ini semacam ini setidaknya bisa menjadi alternatif pembiayaan atau modal buat petani.

Masih banyak bentuk teknologi yang bisa memudahkan segala kebutuhan petani dan sektor pertanian. Mengutip The New York Times, Kip Tom, salah seorang petani yang ada di Amerika Serikat, sukses memperluas ladang pertanian hingga 80,9 kilometer persegi dengan memanfaatkan beragam teknologi terkini.

“Kami memakai beragam kombinasi sensor, data GPS dari satelit, model selular yang dipakai pada traktor swakemudi, dan aplikasi untuk irigasi di iPhone,” kata Tom.

Baca juga artikel terkait PERTANIAN atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra