Menuju konten utama

Perubahan Cepat Manchester United di Tangan Solskjaer

Solskjaer baru beberapa hari berada di Old Trafford, tetapi langsung berhasil mengubah penampilan United secara drastis

Perubahan Cepat Manchester United di Tangan Solskjaer
Pelatih Ole Gunnar Solskjaer. AP Photo/Rui Vieira

tirto.id - Setelah resmi ditunjuk sebagai caretaker Manchester United, Ole Gunnar Solskjaer mengatakan bahwa ia ingin Setan Merah bermain “seperti anak-anak kecil yang mencintai sepakbola”. Dan selang tiga hari kemudian, tepatnya saat Manchester United melawat ke markas Cardiff City pada 23 Desember 2018, Solskjaer menepati janjinya: para pemain Setan Merah bersenang-senang sekaligus menghancurkan Cardiff 1-5.

Permainan United saat menghadapi Cardiff mengejutkan banyak orang. Setelah United mencetak gol ketiga melalui Martial, Sid Lowe, seorang pengamat bola, takjub dan mencuit, “Manchester United mencetak tiga gol?”

Ryan Baldi, penulis FourFourTwo juga tak kalah kaget dengan penampilan Setan Merah. “Ini sangat aneh. Aku saat ini menonton Barcelona dan United secara bersamaan. Dan [penampilan] United ternyata lebih menghibur [daripada Barcelona]," katanya.

Sementara itu, statistik juga mencatat: lima gol yang dicetak United dalam pertandingan itu merupakan yang pertama di Premier League sejak Mei 2013 silam; tingkat akurasi umpan pemain-pemain United yang mencapai 87 persen merupakan catatan terbaik mereka di Premier League pada musim ini; begitu pula tingkat penguasaan bola mereka yang mencapai 74,2 persen dan juga merupakan catatan terbaik mereka.

Setan Merah memang hanya bertanding melawan Cardiff, sebuah tim yang saat ini nangkring di peringkat ke-17 di Premier League dan hanya menang empat kali dalam 18 pertandingan. Meski begitu, ada perbedaan yang cukup kentara antara kualitas penampilan United di bawahan asuhan Solskjaer dan Mourinho. Singkat kata, penampilan United malam itu bukan tentang siapa lawannya, melainkan tentang bagaimana cara United dapat memaksimalkan potensi pemain yang mereka miliki.

Di bahwa asuhan Mourinho, hampir selalu bermain dengan formasi 4-3-3, United adalah sebuah tim yang mengedepankan pertahanan. Dan saat melakukan serangan, Setan Merah terbiasa menyulitkan diri mereka sendiri: build-up serangan United di bawah Mourinho sangat mudah ditebak oleh lawan.

Saat kedua center-back United menguasai bola, gelandang bertahan United, yang biasanya ditempati oleh Nemanja Martic, adalah opsi utama untuk diberi umpan. Namun, karena ia seringkali terlalu jauh turun ke belakang untuk menjemput bola, pemain-pemain tengah lawan seringkali maju ke depan untuk melakukan tekanan sekaligus menutup opsi umpan ke lini depan.

Situasi tambah rumit ketika para penyerang United, terutama para penyerang sayap, tidak banyak melakukan pergerakan tanpa bola untuk menjembatani serangan. Alhasil Matic lebih sering mengumpan ke samping, ke area full-back, atau mengembalikan bola ke lini belakang. Selain itu, karena Matic terlalu sering berada di posisi yang sangat dalam, dua gelandang tengah United lainnya seringkali juga terpaksa ikut turun jauh ke belakang. Alhasil ada jarak yang cukup lebar antara pemain tengah United dan pemain depan: United pun kesulitan menguasai penguasaan bola di daerah sepertiga akhir.

Karena cukup kesulitan menguasai bola di daerah sepertiga akhir, United kemudian kesulitan menciptakan peluang. Catatan statistik United di Premier League sejauh ini bisa menjadi buktinya. Menurut situs whoscored, United hanya melakukan rata-rata 12,9 percobaan tembakan ke arah gawang sejauh ini, berada di peringkat ke-8 di antara tim-tim Premier League lainnya.

Sementara itu, pendekatan taktik Solskjaer sangat berbeda dengan Mourinho. Di bawah asuhan Solskjaer, tetap bermain dengan formasi 4-3-3, build-up serangan United justru bergantung terhadap kedua winger, yang dalam pertandingan melawan Cardiff ditempati oleh Martial dan Lingard. Saat kedua center-back Setan Merah menguasai bola, sementara pemain-pemain tengah United – termasuk Nemanja Matic – naik ke depan, Martial maupun Lingard seringkali turun ke belakang untuk menjemput bola.

Pendekatan taktik tersebut jelas memiliki banyak keuntungan. Pertama, saat Lingard dan Martial turun, kedua full-back Cardiff berada dalam posisi dilematis. Jika mereka mengikuti pergerakan Lingard maupun Martial, kedua full-back United, yang juga naik ke depan, bisa mengeksploitasi daerah yang mereka tinggalkan.

Kedua, jika gelandang Cardiff mengikuti pergerakan Martial maupun Lingard, pemain-pemain tengah United akan unggul kuantitas di lini tengah. Karena pemain-pemain tengah United lebih maju daripada biasanya, mereka pun mempunyai peluang besar untuk menguasai daerah sepertiga akhir.

Dan ketiga, saat gelandang-gelandang United lebih maju dan gelandang-gelandang Cardiff memilih tetap berada di posisinya, center-back United juga mempunyai banyak ruang untuk melakukan akselerasi ke lini depan. Pergerakan Victor Lindelof, center back Manchester United, bisa menjadi contoh. Ia setidaknya dua kali maju hingga ke daerah sepertiga akhir dan berhasil menciptakan satu peluang dalam pertandingan tersebut.

Dengan pendekatan seperti itu, serangan United menjadi lebih sulit ditebak dan lebih variatif. Proses gol ketiga United yang dicetak Martial pun bisa menggambarkan betapa cairnya serangan United dalam pertandingan tersebut: Martial turun menjemput bola hingga ke tengah lapangan. Karena tidak ada pemain Cardiff yang mengikutinya, ia mempunyai ruang untuk berakselerasi. Di dekat kotak penalti, ia kemudian melakukan kombinasi umpan dengan Paul Pogba dan Jesse Lingard. United pun berhasil mencetak gol dengan cara yang sangat langka.

Lantas, Apakah United pada era Mourinho bisa menciptakan gol dengan cara seperti itu? Tentu, tidak.

Infografik Ole Gunnar Solskjaer

Infografik Ole Gunnar Solskjaer

Selain itu, pendekatan Solskjaer ternyata juga memudahkan United dalam bertahan. Dengan pemain tengah dan full-back bermain lebih maju, mereka bisa melakukan counter-pressing segera setelah kehilangan bola. Bagi Nemanja Matic, yang belakangan ini mengalami penurunan dalam bertahan karena mulai kehilangan kecepatan, hal itu tentu saja sangat menguntungkan.

Pada era Mourinho, Matic adalah satu-satunya pemain yang paling diandalkan untuk melindungi pertahanan. Ia nyaris tak pernah diizinkan Mourinho untuk naik ke depan. Masalahnya, karena United tidak melakukan counter-pressing, saat pemain-pemain tengah United lainnya terlambat turun, Matic seringkali menutup area kosong yang cukup luas di depan garis pertahanan. Alhasil, ia acap kedodoran dan lini belakang United akan menjadi kambing hitam Moruinho setiap kali kebobolan.

Namun, dengan counter-pressing yang diterapkan Solskjaer, pemain-pemain depan dan tengah United lainnya bisa membantu Matic dalam melindungi garis pertahanan. Sementara garis pertahanan United lebih tinggi daripada sebelumnya, Matic tak perlu berlari lebih sering, sekaligus bisa menggunakan kelebihan fisiknya untuk merebut bola dari lawan. Dari situ, Matic menjadi lebih efektif dalam bertahan: ia melakukan 2 kali tekel dan 1 kali intercept, dan salah satu tekelnya itu ia lakukan di daerah pertahanan Cardiff.

Yang menarik, meski pendekatan taktik Solskjaer tersebut mendapatkan banyak pujian, ia memilih merendah. Setelah pertandingan, ia justru memuji para pemainnya. “Sepakbola itu mudah jika Anda memiliki pemain-pemain bagus! Mereka adalah sekelompok pemain hebat dan kualitas mereka sulit untuk dipercaya,” tutur Solksjaer kepada BT Sports.

Solskjaer barangkali sadar bahwa jalan untuk memperbaiki penampilan Setan Merah masih sangat panjang dan amat terjal.

Baca juga artikel terkait MANCHESTER UNITED atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Nuran Wibisono