Menuju konten utama

Pertumbuhan Ekonomi di Bawah Target, INDEF: Evaluasi 3 Sektor Usaha

Ekonom Indef menyebutkan, pemerintah perlu mengevaluasi tiga sektor lapangan usaha yang memiliki struktur Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar, yakni sektor industri, pertanian, dan pertambangan.

Pertumbuhan Ekonomi di Bawah Target, INDEF: Evaluasi 3 Sektor Usaha
Pengunjung berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (3/1/2019). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2018 bisa mencapai kisaran 5,15 persen dan yang menjadi motor penggeraknya adalah permintaan domestik terutama dari konsumsi rumah tangga, investasi, serta konsumsi pemerintah. ANTARA FOTO/R. Rekotomo/pd.

tirto.id - Ekonom Institute of Development Economics and Finance (Indef) Abdul Manap mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi tiga sektor lapangan usaha yang memiliki struktur Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar.

Pasalnya, target pertumbuhan ekonomi pemerintah hanya mencapai 5,17 persen atau di bawah asumsi APBN 2018 yang memperkirakan 5,18-5,4 persen.

Menurut Data BPS, sektor industri, pertanian, dan pertambangan masing-masing memiliki struktur PDB senilai 19,82 persen, 10,88 persen, dan 8,03 persen. Namun, ketiganya hanya menyumbang pertumbuhan senilai 4,25 persen, 3,87 persen, dan 2,25 persen dari PDB.

Ia menyebutkan, kondisi pertumbuhan tiga sektor lapangan kerja ini tidak ideal sebab nilainya berada di bawah pertumbuhan ekonomi umum. Padahal, ketiganya memiliki peran besar dalam menyerap tenaga kerja.

“Upaya mencapai pertumbuhan ekonomi akan sulit kalau sektor-sektor itu berada di bawah pertumbuhan ekonomi,” ucap Manap saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (7/2/2019).

Menurut Manap, tidak memuaskannya pertumbuhan lapangan usaha juga diperburuk dengan tidak tercapainya target investasi selama 2018. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan, selama 2018 Indonesia hanya mencapai Rp721,3 triliun atau 94 persen dari target selama 2018.

Padahal, jelas Manap, investasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang mencapai Rp392,7 triliun berkontribusi besar pada lapangan kerja. Tetapi, jumlah itu mengalami penurunan 8,8 persen dari tahun 2017.

“Investasi kita tidak tumbuh padahal data BKPM itu penyerapan tenaga kerja porsi besarnya di PMA,” ucap Manap.

Tidak jauh berbeda dengan Manap, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah juga memberi penekanan pada pentingnya menerapkan kebijakan industri yang mendukung lapangan usaha.

Pasalnya kendati memiliki porsi besar dalam PDB, kebijakan pemerintah, kata Piter, masih business as usual atau tak banyak berbenah. Hal ini ia yakini dari belum efektifnya 16 paket kebijakan pemerintah berikut minimnya dorongan investasi.

Piter menilai pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan-kebijakan itu. Sebab nilai pertumbuhan ekonomi di angka 5,17 persen menurutnya tidak cukup. Sebaliknya Indonesia, ujar dia, memerlukan pertumbuhan yang lebih tinggi.

“Industri harus didahulukan. Tapi kebijakan pemerintah masih business as usual tidak ada yang benar-benar baru secara mendasar dari pemeirntahan sebelumnya,” tukas Piter.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno